Pertamina Diminta Antisipasi Migrasi Elpiji

Minggu, 04 Januari 2015 - 15:18 WIB
Pertamina Diminta Antisipasi Migrasi Elpiji
Pertamina Diminta Antisipasi Migrasi Elpiji
A A A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) diminta mengantisipasi migrasi pengguna elpiji ke tabung 3 kg pascakenaikan harga elpiji kemasan 12 kg. Pengawasan ketat akan mencegah konsumsi elpiji subsidi dari kalangan mampu.

Pengamat energi Komaidi Notonegoro mengingatkan, selain salah sasaran, migrasi akan meningkatkan beban subsidi 3 kg. “Pemerintah dan Pertamina harus bersama-sama mengawasi agar hal itu tidak terjadi,” katanya di Jakarta kemarin. Komaidi menjelaskan, berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas, elpiji 3 kg hanya untuk rumah tangga dengan belanja maksimal Rp1,5 juta/bulan dan usaha mikro dengan omzet maksimal Rp50 juta/bulan.

Menurutnya, langkah antisipasi migrasi bisa dilakukan dengan memaksimalkan sistem monitoring penyaluran elpiji 3 kg (simolek). “Sistem ini diyakini mampu memantau penyaluran elpiji 3 kg bersubsidi hingga ke level pangkalan,”ujar Wakil Direktur Eksekutif ReforMiner Institute ini. Pertamina kembali menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp1.500/kg atau Rp18.000/tabung.

Selanjutnya, Pertamina juga akan melakukan penyesuaian harga elpiji secara berkala setiap tiga bulan sesuai dengan pergerakan harga pasar dunia. Dengan kenaikan ini, harga elpiji yangsebelumnya Rp7.569/ kg naik menjadi Rp9.069/kg. Ditambah komponen biaya lain untuk transportasi, pengisian di stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE), margin agen, dan pajak pertambahan nilai (PPN), harga jual di agen menjadi Rp11.225/ kg atau Rp134.700/tabung dari sebelumnya Rp114.900/tabung.

Dengan harga baru tersebut elpiji 12 kg yang dijual Pertamina sudah mencapai harga keekonomian. Vice President Corporate Communication Pertamina Ali Mundakir mengungkapkan, penurunan harga minyak dunia telah membantu mempercepat pelaksanaan roadmap penyesuaian harga elpiji 12 kg lebih awal dari yang seharusnya dijadwalkan pada pertengahan Juli 2016.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Herman Muchtar mengatakan, pilihan yang paling realistis setelah kenaikan harga elpiji 12 kg adalah melakukan efisiensi. Meski elpiji bukan penyumbang kontribusi terbesar dalam biaya operasional hotel, pihaknya sudah terbebani dengan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan pajak air tanah. “Kalau diakumulasikan, kenaikan harga elpiji itu kian memberatkan industri hotel Jabar, khususnya Bandung,” katanya.

Nanang wijayanto/Fauzan/Ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9118 seconds (0.1#10.140)