Hunian Jati Diri

Minggu, 04 Januari 2015 - 14:52 WIB
Hunian Jati Diri
Hunian Jati Diri
A A A
Bagi Dorce Gamalama, rumah bukan semata tempat bernaung dari hujan dan panas. Entertainer ini memaknai rumah lebih dari sekadar tempat tinggal dan beristirahat. Seperti apa pengaplikasiannya?

Konsep hunian Dorce tak ubahnya jati diri bagi si pemilik. ”Sebagai orang Minangkabau, saya membangun rumah gadang sebagai simbol dari mana saya berasal,” kata Dorce mengawali pembicaraan dengan KORAN SINDO saat dijumpai di kediamannya, kawasan Jatibening, Bekasi, beberapa waktu lalu.

Ya, di lahan seluas 250 meter persegi (m2) tersebut Dorce membangun hunian bergaya tradisional khas ranah Minang. Selain sebagai penegasan jati diri, Dorce mempersembahkan rumah gadang ini untuk kedua orang tua dan neneknya yang telah meninggal dunia saat dia masih berusia belia.

”Saya percaya bahwa orang meninggal hanya jasadnya, rohnya tidak. Rumah ini ditujukan bagi beliau semua. Oleh karenanya, rumah ini dinamakan Rumah Gadang Hj Siti Darama (nama nenek Dorce),” tutur artis kelahiran Solok, 21 Juli 1963 itu. Dengan bentuk yang khas sesuai konsep yang diusung, hunian Dorce tampil berbeda dibandingkan hunian lain yang ada di sekitarnya.

Tengoklah bagian atap griya ini. Ada garis melengkung dengan puncak atap runcing yang menyerupai bentuk tanduk kerbau. Jika biasanya atap rumah gadang terbuat dari ijuk, di sini Dorce menggunakan seng. ”Sekarang kebanyakan rumah gadang sudah menggunakan seng. Lagipula, agak ngeri kalau pakai ijuk karena mudah terbakar,” ucapnya. Hampir keseluruhan badan griya yang dibangun pada 2001 ini terbuat dari kayu yang diukir.

Tidak main-main, Dorce sampai mendatangkan langsung kayu dari Cupak, Solok, Sumatera Barat. Bukan hanya kayu, pengukir dan semen pun didatangkan langsung dari Sumatera Barat. Kayu tersebut kemudian diukir dengan motif hias berulang. ”Dibutuhkan waktu tiga sampai empat bulan untuk mengukirnya,” ujar artis yang membintangi film Dorce Sok Akrab dan Dorce Ketemu Jodohini.

Bukan tanpa alasan Dorce memboyong material hingga pengukir dari tanah kelahirannya. Dia benar-benar ingin mewujudkan rumah gadang sejati. Sebelum dibangun Dorce menceritakan kepada sang pengukir mengenai suku dan silsilah keluarganya. ”Dengan begitu, si pengukir bisa memahami detail demi detail bangunan,” ujar Dorce.

Akses masuk ke rumah ini melalui anak tangga yang berada di tengah bagian muka rumah. Di atas anak tangga itu terdapat atap yang menjulang ke depan. Tergantung lampu antik di bagian atap depan ini, semakin mengesankan elemen tradisional khas Indonesia pada griya Dorce. Bagian interior didesain selaras dengan konsep yang diusung.

Unsur tradisional tampak dari tatanan interior serta furnitur yang digunakan. Misalnya, anyaman tikar yang menghampar di sepanjang lantai. “Tikar ini saya pesan dari Padang,” kata pendiri Yayasan Dorce Halimatussa’diyah itu. Interior rumah Dorce terbagi atas dua bagian, depan dan belakang.

Di depan, terdapat ruang plong tanpa sekat dan tak banyak barang. Di ruangan ini hanya terdapat satu kursi seperti singgasana yang diletakkan di bawah foto nenek Dorce dan sebuah kursi santai yang bisa memuat sekitar tiga orang. Di sini biasanya Dorce menjamu tamu atau makan balapak (lesehan) bersama saudara. Dengan lesehan, para tamu dapat merasakan suasana rumah yang ramah dan cair.

“Saya memang tidak suka rumah yang penuh sekat dan banyak barang,” ucapnya. Di bagian belakang, terdapat ruang berisi meja dan kursi serta kamar tidur. Kamar tidur merupakan ruang favorit Dorce. “Di kamar ini, pikiran saya bisa menjadi sangat tenang. Apalagi sambil mendengarkan saluang,” ungkap Dorce.

Uniknya, bagian bawah rumah yang biasanya digunakan sebagai kandang ayam, oleh Dorce justru dimanfaatkan sebagai museum pakaian show beserta aksesori yang dia kumpulkan sejak 1983. Untuk melengkapi bangunan rumah gadang, Dorce juga membangun bedug dan rangkiang (lumbung padi) di halaman depan.

”Seharusnya ada dua rangkiang. Tapi, karena lahannya tidak cukup, jadi satu saja,” ujar Dorce. Mengusung konsep rumah tradisional, Dorce tak lupa memberikan sentuhan natural pada huniannya. Seperti penggunaan batu alam sebagai tembok pagar. Kesan asri dan sejuk muncul dari rindangnya aneka pohon yang ada di depan rumah. Sebut saja pohon belimbing, kemuning, cempaka, dan palem. Bagi Dorce, rumah gadang ini adalah rumah yang istimewa.

Rumah yang memberikannya rasa kebanggaan tersendiri. Untuk sehari-hari, Dorce memilih mendiami rumah yang berada di perumahan tak jauh dari lokasi rumah gadang. Meski begitu, setidaknya seminggu sekali Dorce singgah ke rumah gadang. “Jika pikiran terasa berat, begitu sampai ke sini langsung plong,” ungkap Dorce.

Ema malini
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1121 seconds (0.1#10.140)