Status Tangkubanparahu Waspada
A
A
A
SUBANG - Pusat Vulkanologi, Mitigasi, dan Bencana Geologi (PVMBG) menaikkan status Gunung Tangkubanparahu dari normal menjadi waspada level II. Ribuan warga Desa Ciater, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, pun diimbau siaga karena wilayah itu paling dekat dengan gunung.
“Siaga harus, tapi jangan panik dan selalu berkoordinasi dengan kami,” ujar Camat Ciater Vino Subriadi kepada KORAN SINDOkemarin. Vino menjelaskan, di wilayah desa tersebut ada dua kampung yang paling rawan terdampak jika situasi gunung itu memburuk, yakni Kampung Cicenang dan Dawuan. Kedua kampung itu sangat dekat dengan kawah utama dan berada di jalur aliran lava (lahar).
Untuk mengantisipasi situasi yang tidak diharapkan Pemerintah Kecamatan Ciater bersama Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP) Kabupaten Subang sudah menyiapkan jalur evakuasi bagi warga. “Jalur evakuasinya mulai dari Kampung Cicenang menuju utara dan dipusatkan di kantor Kecamatan Ciater,” tutur Vino.
Kecamatan juga mengeluarkan surat imbauan kepada masyarakat yang meminta mereka tetap tenang, tetap beraktivitas normal, tidak panik, dan mengabaikan informasi dari luar yang tidak jelas. Dia minta masyarakat hanya memegang informasi resmi yang dikeluarkan pemerintahannya. “Kami minta warga selalu berkoordinasi dengan muspika setempat dan jangan mendengarkan info atau isu dari luar. Informasi resmi hanya dari kami,” serunya.
Vino menjelaskan, sejauh ini situasi gunung memang masih dalam kondisi aman dan tidak mengkhawatirkan. Namun, dia tetap meminta masyarakat bersiaga penuh untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Tapi kami tetap bersiaga. Kami juga sudah mengaktifkan jadwal piket dari unsur Satpol PP (Pamong Praja) di beberapa pos, termasuk di pos pengamatan Tangkubanparahu untuk mengetahui situasi dan perkembangan terkini,” paparnya.
Anggota Satlak PBP yang juga Kepala Satpol PP Subang Asep Setia Permana menambahkan, status Gunung Tangkubanparahu ditetapkan naik oleh PVMBG pada Rabu, 31 Desember lalu, sekitar pukul 15.00 WIB. Mereka memantau ada peningkatan aktivitas di gunung yang populer dengan legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi itu.
“Surat resminya sudah diterima dan kami langsung melakukan langkah-langkah antisipasi,” katanya. Penetapan status serupa juga pernah dilakukan PVMBG pada Agustus 2013 silam dan dicabut pada September, sebulan setelah itu, karena aktivitas vulkanik gunung mereda.
Talud di Bantul Ambrol
Dari Bantul, Yogyakarta, talud setinggi 3 meter dengan panjang 5 meter di Dusun Kembangsari, Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan, ambrol dini hari kemarin. Akibatnya, separuh badan jalan turut anjlok sehingga kendaraan roda empat tidak bisa melintas. Ambrolnya talud tersebut juga mengancam sekitar 50 kepala keluarga yang bermukim di atas bukit dusun tersebut.
Kepala Dukuh Kembangsari Ahmad Mujab Isnadi mengatakan, kejadian tersebut bermula sekitar pukul 01.00 dini hari. Ketika itu, di wilayah itu memang hujan turun sangat deras. Diperkirakan karena tidak kuat menahan arus air dan tumpahan air dari atas bukit, talud yang menutup gorong-gorong pun ambrol. “Kalau gorong-gorongnya itu masih kuat, yang tidak kuat justru taludnya,” ujar Ahmad kemarin.
Talud tersebut memang sudah berusia tua karena terakhir kali diperbaiki warga pada 1980-an. Wajar jika talud tersebut ambrol karena tidak mampu menahan derasnya arus air yang turun terus-menerus. Terlebih bukit di sekitar gorong- gorong itu juga tidak memiliki sistem drainase yang memadai. Jalan itu fungsinya sangat vital karena di atas bukit ada sekitar 50 kepala keluarga (KK) yang memukim dan biasa menggunakan jalan tersebut.
Padahal, jalan ini juga merupakan akses terdekat atau penghubung dengan kabupaten Sleman karena letak dusun Kembangsari berada di perbatasan antara Kabupaten Bantul dan Sleman. “Kami sudah laporkan ke pihak terkait,” tutur Ahmad. Demi mencegah ambrol susulan, untuk sementara mereka membuat beberapa tiang penyangga. Selain melarang kendaraan dengan muatan banyak melintas, mereka berencana melakukan kerja bakti.
Warga berharap pemerintah segera membantu mereka memperbaiki talud yang ambrol. Anggota Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kecamatan Piyungan Ahmad Yani mengatakan, wilayah tersebut memang rawan longsor dan talud ambrol. Sebab, arus air yang diterima tidak hanya dari aliran air, tetapi juga dari limpahan dari atas bukit. Kebetulan kontur tanah di wilayah Piyungan sebagian memang berkarakter pegunungan.
Selain wilayah Kembangsari, dusun lain juga terancam longsoran karena berada di daerah rawan longsor. FPRB hanya berupaya meminimalisasi korban dengan selalu mengimbau warga untuk meningkatkan kewaspadaan. “Ya, minimal kalau hujan deras terus-menerus, warga kami imbau mengungsi ke tempat lebih aman,” katanya.
Usep husaeni/Erfanto linangkung
“Siaga harus, tapi jangan panik dan selalu berkoordinasi dengan kami,” ujar Camat Ciater Vino Subriadi kepada KORAN SINDOkemarin. Vino menjelaskan, di wilayah desa tersebut ada dua kampung yang paling rawan terdampak jika situasi gunung itu memburuk, yakni Kampung Cicenang dan Dawuan. Kedua kampung itu sangat dekat dengan kawah utama dan berada di jalur aliran lava (lahar).
Untuk mengantisipasi situasi yang tidak diharapkan Pemerintah Kecamatan Ciater bersama Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Pengungsi (Satlak PBP) Kabupaten Subang sudah menyiapkan jalur evakuasi bagi warga. “Jalur evakuasinya mulai dari Kampung Cicenang menuju utara dan dipusatkan di kantor Kecamatan Ciater,” tutur Vino.
Kecamatan juga mengeluarkan surat imbauan kepada masyarakat yang meminta mereka tetap tenang, tetap beraktivitas normal, tidak panik, dan mengabaikan informasi dari luar yang tidak jelas. Dia minta masyarakat hanya memegang informasi resmi yang dikeluarkan pemerintahannya. “Kami minta warga selalu berkoordinasi dengan muspika setempat dan jangan mendengarkan info atau isu dari luar. Informasi resmi hanya dari kami,” serunya.
Vino menjelaskan, sejauh ini situasi gunung memang masih dalam kondisi aman dan tidak mengkhawatirkan. Namun, dia tetap meminta masyarakat bersiaga penuh untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. “Tapi kami tetap bersiaga. Kami juga sudah mengaktifkan jadwal piket dari unsur Satpol PP (Pamong Praja) di beberapa pos, termasuk di pos pengamatan Tangkubanparahu untuk mengetahui situasi dan perkembangan terkini,” paparnya.
Anggota Satlak PBP yang juga Kepala Satpol PP Subang Asep Setia Permana menambahkan, status Gunung Tangkubanparahu ditetapkan naik oleh PVMBG pada Rabu, 31 Desember lalu, sekitar pukul 15.00 WIB. Mereka memantau ada peningkatan aktivitas di gunung yang populer dengan legenda Sangkuriang dan Dayang Sumbi itu.
“Surat resminya sudah diterima dan kami langsung melakukan langkah-langkah antisipasi,” katanya. Penetapan status serupa juga pernah dilakukan PVMBG pada Agustus 2013 silam dan dicabut pada September, sebulan setelah itu, karena aktivitas vulkanik gunung mereda.
Talud di Bantul Ambrol
Dari Bantul, Yogyakarta, talud setinggi 3 meter dengan panjang 5 meter di Dusun Kembangsari, Desa Srimartani, Kecamatan Piyungan, ambrol dini hari kemarin. Akibatnya, separuh badan jalan turut anjlok sehingga kendaraan roda empat tidak bisa melintas. Ambrolnya talud tersebut juga mengancam sekitar 50 kepala keluarga yang bermukim di atas bukit dusun tersebut.
Kepala Dukuh Kembangsari Ahmad Mujab Isnadi mengatakan, kejadian tersebut bermula sekitar pukul 01.00 dini hari. Ketika itu, di wilayah itu memang hujan turun sangat deras. Diperkirakan karena tidak kuat menahan arus air dan tumpahan air dari atas bukit, talud yang menutup gorong-gorong pun ambrol. “Kalau gorong-gorongnya itu masih kuat, yang tidak kuat justru taludnya,” ujar Ahmad kemarin.
Talud tersebut memang sudah berusia tua karena terakhir kali diperbaiki warga pada 1980-an. Wajar jika talud tersebut ambrol karena tidak mampu menahan derasnya arus air yang turun terus-menerus. Terlebih bukit di sekitar gorong- gorong itu juga tidak memiliki sistem drainase yang memadai. Jalan itu fungsinya sangat vital karena di atas bukit ada sekitar 50 kepala keluarga (KK) yang memukim dan biasa menggunakan jalan tersebut.
Padahal, jalan ini juga merupakan akses terdekat atau penghubung dengan kabupaten Sleman karena letak dusun Kembangsari berada di perbatasan antara Kabupaten Bantul dan Sleman. “Kami sudah laporkan ke pihak terkait,” tutur Ahmad. Demi mencegah ambrol susulan, untuk sementara mereka membuat beberapa tiang penyangga. Selain melarang kendaraan dengan muatan banyak melintas, mereka berencana melakukan kerja bakti.
Warga berharap pemerintah segera membantu mereka memperbaiki talud yang ambrol. Anggota Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kecamatan Piyungan Ahmad Yani mengatakan, wilayah tersebut memang rawan longsor dan talud ambrol. Sebab, arus air yang diterima tidak hanya dari aliran air, tetapi juga dari limpahan dari atas bukit. Kebetulan kontur tanah di wilayah Piyungan sebagian memang berkarakter pegunungan.
Selain wilayah Kembangsari, dusun lain juga terancam longsoran karena berada di daerah rawan longsor. FPRB hanya berupaya meminimalisasi korban dengan selalu mengimbau warga untuk meningkatkan kewaspadaan. “Ya, minimal kalau hujan deras terus-menerus, warga kami imbau mengungsi ke tempat lebih aman,” katanya.
Usep husaeni/Erfanto linangkung
(bbg)