Relawan Jokowi Masuk Istana
A
A
A
JAKARTA - Tiga relawan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada pemilu presiden (pilpres) lalu diangkat menjadi staf khusus Sekretaris Kabinet (Seskab). Ketiganya adalah Teten Masduki, Alexander Lay, dan Jaleswari Pramodhawardani.
Perekrutan ketiga mantan relawan Jokowi ini masuk ke Istana berselang dua hari setelah Presiden Jokowi mengangkat Luhut Binsar Panjaitan sebagai kepala staf kepresidenan pada Rabu (31/12). Sebelumnya Luhut menjabat sebagai dewan penasihat Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengatakan, dia menunjuk ketiga orang tersebut menjadi staf khusus untuk mengawal pekerjaan di Seskab.
Teten Masduki yang memiliki latar belakang aktivis antikorupsi ditugasi membantu Seskab dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik. Adapun Alexander Lay yang selama ini dikenal sebagai praktisi hukum akan membantu urusan pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Kalau Ibu Jaleswari tentang hal-hal berkaitan dengan kelompok minoritas, membangun jejaring aktivis perempuan, masalah anak dan masalah Papua,” ungkap Andi di Kompleks Istana, Jakarta, kemarin. Teten adalah salah satu anggota tim sukses Jokowi-JK dan ikut masuk dalam Kelompok Kerja (Pokja) Tim Transisi.
Demikian juga dengan Jaleswari. Perempuan yang aktif di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pemerhati masalah pertahanan ini juga masuk di Pokja Tim Transisi Jokowi-JK. Adapun Alexander Lay adalah salah satu anggota Tim Advokasi Jokowi-JK saat pilpres lalu. Andi mengatakan, saat ini setiap menteri mempunyai tiga staf khusus yang fungsinya untuk memperkuat kerja para menteri dan Seskab.
“Itu kewenangan penuh dari menteri atau Seskab menunjuk orangorang yang dipercaya untuk jadi staf khusus,” tuturnya. Pengangkatan para relawan menjadi staf Seskab ini dinilai semakin mencerminkan politik akomodatif yang diterapkan Presiden Jokowi. Hal yang sama juga terlihat saat Jokowi menyusun komposisi kabinet hingga penempatan komisaris BUMN dan staf di kementerian.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, saat penyusunan kabinet, jelas itu terlihat sebagai bentuk politik akomodatif yang mengingkari syarat yang dijanjikan, yaitu koalisi tanpa syarat atau janji tidak bagi-bagi kursi kekuasaan.
“Kemudian belakangan tecermin ketika relawan mendapatkan jatah di jajaran komisaris, lalu Luhut Binsar Panjaitan diakomodasi dengan dibuatkan lembaga baru, yakni kepala staf kepresidenan. Ini semua jelas cermin dari politik akomodatif Jokowi,” kata Asep Warlan kemarin. Menurut Asep Warlan, apa yang diperlihatkan Jokowi tentu tidak sejalan dengan yang dijanjikan.
Terlepas dari kompetensi dan integritas orang-orang yang ditunjuk menempati jabatan tertentu, kata dia, politik akomodatif yang diterapkan jelaslah bentuk pengingkaran dari semangat membangun pemerintahan yang tidak transaksional serta semangat perampingan jabatan demi efektivitas pemerintahan.
“Kita sepakat dengan kompetensi dan integritas orang-orang yang diangkat sebagai staf Seskab itu. Mereka orang yang mumpuni di bidang yang diamanatkan. Tapi yang kita patut sesalkan adalah sampai kapan Jokowi mengakomodasi orangorang yang sudah membantunya di jabatan yang terkesan hanya bentuk bagi-bagi kekuasaan,” jelasnya.
Khusus pengangkatan Luhut Panjaitan sebagai kepal staf kepresidenan, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti juga melihat itu masih bagian dari praktik bagi-bagi kekuasaan oleh Jokowi. “Saya pikir masih politik bagi-bagi Pak Jokowi. Kita tahu bahwa Luhut Panjaitan garda terdepan dari tim pemenangan Jokowi yang tidak mendapatkan porsi di kabinet Jokowi,” tutur Ray kemarin.
Menurut Ray, jabatan kepala staf kepresidenan memang terkesan diadakan untuk memberikan tempat kepada Luhut dalam pemerintahan. Ray mengatakan, penunjukan Luhut juga memperlihatkan Jokowi mencari posisi untuk orangorang yang ikut memenangkannya pada pilpres lalu.
Rahmat sahid/Sindonews
Perekrutan ketiga mantan relawan Jokowi ini masuk ke Istana berselang dua hari setelah Presiden Jokowi mengangkat Luhut Binsar Panjaitan sebagai kepala staf kepresidenan pada Rabu (31/12). Sebelumnya Luhut menjabat sebagai dewan penasihat Tim Transisi Jokowi-Jusuf Kalla (JK). Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengatakan, dia menunjuk ketiga orang tersebut menjadi staf khusus untuk mengawal pekerjaan di Seskab.
Teten Masduki yang memiliki latar belakang aktivis antikorupsi ditugasi membantu Seskab dalam upaya menciptakan pemerintahan yang baik. Adapun Alexander Lay yang selama ini dikenal sebagai praktisi hukum akan membantu urusan pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Kalau Ibu Jaleswari tentang hal-hal berkaitan dengan kelompok minoritas, membangun jejaring aktivis perempuan, masalah anak dan masalah Papua,” ungkap Andi di Kompleks Istana, Jakarta, kemarin. Teten adalah salah satu anggota tim sukses Jokowi-JK dan ikut masuk dalam Kelompok Kerja (Pokja) Tim Transisi.
Demikian juga dengan Jaleswari. Perempuan yang aktif di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai pemerhati masalah pertahanan ini juga masuk di Pokja Tim Transisi Jokowi-JK. Adapun Alexander Lay adalah salah satu anggota Tim Advokasi Jokowi-JK saat pilpres lalu. Andi mengatakan, saat ini setiap menteri mempunyai tiga staf khusus yang fungsinya untuk memperkuat kerja para menteri dan Seskab.
“Itu kewenangan penuh dari menteri atau Seskab menunjuk orangorang yang dipercaya untuk jadi staf khusus,” tuturnya. Pengangkatan para relawan menjadi staf Seskab ini dinilai semakin mencerminkan politik akomodatif yang diterapkan Presiden Jokowi. Hal yang sama juga terlihat saat Jokowi menyusun komposisi kabinet hingga penempatan komisaris BUMN dan staf di kementerian.
Pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, saat penyusunan kabinet, jelas itu terlihat sebagai bentuk politik akomodatif yang mengingkari syarat yang dijanjikan, yaitu koalisi tanpa syarat atau janji tidak bagi-bagi kursi kekuasaan.
“Kemudian belakangan tecermin ketika relawan mendapatkan jatah di jajaran komisaris, lalu Luhut Binsar Panjaitan diakomodasi dengan dibuatkan lembaga baru, yakni kepala staf kepresidenan. Ini semua jelas cermin dari politik akomodatif Jokowi,” kata Asep Warlan kemarin. Menurut Asep Warlan, apa yang diperlihatkan Jokowi tentu tidak sejalan dengan yang dijanjikan.
Terlepas dari kompetensi dan integritas orang-orang yang ditunjuk menempati jabatan tertentu, kata dia, politik akomodatif yang diterapkan jelaslah bentuk pengingkaran dari semangat membangun pemerintahan yang tidak transaksional serta semangat perampingan jabatan demi efektivitas pemerintahan.
“Kita sepakat dengan kompetensi dan integritas orang-orang yang diangkat sebagai staf Seskab itu. Mereka orang yang mumpuni di bidang yang diamanatkan. Tapi yang kita patut sesalkan adalah sampai kapan Jokowi mengakomodasi orangorang yang sudah membantunya di jabatan yang terkesan hanya bentuk bagi-bagi kekuasaan,” jelasnya.
Khusus pengangkatan Luhut Panjaitan sebagai kepal staf kepresidenan, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti juga melihat itu masih bagian dari praktik bagi-bagi kekuasaan oleh Jokowi. “Saya pikir masih politik bagi-bagi Pak Jokowi. Kita tahu bahwa Luhut Panjaitan garda terdepan dari tim pemenangan Jokowi yang tidak mendapatkan porsi di kabinet Jokowi,” tutur Ray kemarin.
Menurut Ray, jabatan kepala staf kepresidenan memang terkesan diadakan untuk memberikan tempat kepada Luhut dalam pemerintahan. Ray mengatakan, penunjukan Luhut juga memperlihatkan Jokowi mencari posisi untuk orangorang yang ikut memenangkannya pada pilpres lalu.
Rahmat sahid/Sindonews
(bbg)