Rute AirAsia Surabaya-Singapura Dibekukan

Sabtu, 03 Januari 2015 - 13:37 WIB
Rute AirAsia Surabaya-Singapura...
Rute AirAsia Surabaya-Singapura Dibekukan
A A A
JAKARTA - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya membekukan sementara izin rute penerbangan Indonesia AirAsia rute Surabaya-Singapura (pergi-pulang/PP) terhitung mulai kemarin.

Alasannya, Indonesia AirAsia melakukan pelanggaran persetujuan rute. ”Pembekuan sementara rute tersebut berlaku hingga keluarnya hasil evaluasi dan investigasi atas jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501 pada Minggu lalu (28/12/ 2014),” kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kemenhub JA Barata dalam keterangan tertulisnya kemarin. Pembekuan sementara tersebut tertuang dalam Surat Direktur Jenderal Perhubungan Udara No AU 008/1/1/DRJU-DAU-2015 tanggal 2 Januari 2015.

Barata menjelaskan pada Surat Direktorat Jenderal Perhubungan Udara No AU 008/30/6/DRJU.DAU-2014 tanggal 24 Oktober 2014 perihal Izin Penerbangan Luar Negeri Periode Winter 2014/2015 dinyatakan bahwa rute Surabaya-Singapura PP yang diberikan kepada Indonesia AirAsia adalah sesuai dengan jadwal penerbangan pada hari Senin, Selasa, Kamis, dan Sabtu.

Namun, lanjut dia, pada pelaksanaannya penerbangan PT Indonesia AirAsia rute Surabaya-Singapura PP dilaksanakan di luar izin yang diberikan, yaitu antara lain pada hari Minggu. ”Dan pihak Indonesia AirAsia tidak mengajukan permohonan perubahan hari operasi kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara,” katanya.

Menurut Barata, hal tersebut merupakan pelanggaran atas persetujuan rute yang telah diberikan. ”Selanjutnya dengan pembekuan ini, penanganan calon penumpang yang telah memiliki tiket penerbangan PT Indonesia AirAsia rute Surabaya- Singapura PP agar dialihkan ke penerbangan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” katanya. Kemarin, Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan melakukan inspeksi mendadak ke Bandara Soekarno-Hatta.

Hasilnya, AirAsia mengabaikan satu tahapan prosedur yang harus dipenuhi sebelum pesawat terbang. ”Tahapan itu briefing mengenai cuaca yang seharusnya dilakukan sebelum terbang dan AirAsia tidak melakukan itu,” kata Staf Khusus Bidang Keterbukaan Informasi Publik Kemenhub Hadi M Djuraid.

Hadi mengungkapkan, tahapan yang seharusnya dilakukan tersebut membuat Jonan marah ketika melakukan inspeksi mendadak. ”Ini akan jadi masukan untuk kita audit investigasi. Bahwa secara SOP briefing seharusnya dilakukan,” ujar dia. Direktur Navigasi Penerbangan Kementerian Perhubungan Nasir Usman membenarkan bahwa pengarahan langsung dari flight operation officer (FOO) kepada awak pesawat memang menjadi sebuah keharusan.

Kealpaan atas standar operasional prosedural (SOP) ini bisa dianggap melanggar dan bisa berakibat pada ketidaksiapan pilot dalam menerbangkan pesawat. Meski begitu Nasir enggan berspekulasi atas kecerobohan maskapai asal Malaysia tersebut. Menurutnya hasil investigasi nantilah yang akan menentukan.

Pesawat QZ8501 rute Surabaya- Singapura PP mengalami hilang kontak pada Minggu (28/12) dan ditemukan jatuh di sekitar Selat Karimata, Laut Jawa, pada Selasa (30/12). Hingga tadi malam sudah 30 jenazah yang ditemukan berdasarkan data Badan SAR Nasional, di antaranya 10 jenazah yang berada dalam penerbangan dari Pangkalan Bun ke Surabaya, 4 di Pangkalan Bun, 7 di KRI Bung Tomo, 7 di KD Pahang, dan 8 di Surabaya.

Menhub Ignasius Jonan mengancam akan mencabut izin maskapai AirAsia jika tidak melakukan sejumlah prosedur saat akan terbang. ”Saya tidak marah-marah, saya tidak ingat tadi marah apa enggak,” tuturnya seusai berkunjung ke kantor Air Asia di Tangerang, Banten, kemarin.

Dia mengaku hanya mengecek apakah setiap hari mereka melakukan briefing soal cuaca atau tidak. Adapun mengenai cuaca, Jonan mengaku AirAsia memang telah mengandalkan BMKG.”Ya memang harus mengandalkan BMKG. Mereka juga harus terus briefing. Kalau tadi semua ada. Terkait izin, kalau tidak dilakukanitusemua, kitaakancabut (izinnya),” ancamnya.

Pengamat penerbangan Chappy Hakim mengatakan, banyak hal yang perlu dibenahi dalam penerbangan nasional di Indonesia. Apalagi, berdasarkan informasi terbaru, AirAsia ternyata terbang tidak berdasarkan jadwal yang diberikan. ”Ini sangat berbahaya di mana membiarkan pesawat terbang tidak sesuai jadwal. Artinya, semua pihak berwenang dalam hal ini termasuk otoritas bandara, ATC, dan dalam hal ini Kementerian Perhubungan selaku regulator,” ujar mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara itu.

Sementara itu, AirAsia belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai pembekuan izin penerbangan rute Surabaya- Singapura yang dikeluarkan Kemenhub yang berlaku sejak 2 Januari hingga selesainya audit investigasi. Namun pihak AirAsia sebelumnya menyatakan akan menyerahkan sepenuhnya kepada regulator (Kemenhub) mengenai audit investigasi yang dilakukan dalam rangka menjaga dunia penerbangan komersial menjadi lebih baik.

Pernyataan tersebut diungkapkan Presiden Direktur Indonesia AirAsia Sunu Widyatmoko ketika Kemenhub melakukan inspeksi rutin kepada pilot maupun kru kabin pesawat. Dalam inspeksi tersebut, satu pilot AirAsia diduga terindikasi positif menggunakan morfin.

Spekulasi Jatuhnya Pesawat

Dari London, para ahli penerbangan mengungkap spekulasi penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501. Mereka memprediksi jatuhnya AirAsia penerbangan QZ8501 diduga dikarenakan pilot gagal mengendalikan pesawat ketika dalam kondisi darurat. David Learmount, pakar penerbangan dari Flightglobal , mengaitkan kecelakaan QZ8501 dengan kebanyakan kecelakaan yang terjadi di seluruh dunia.

Dalam 20 tahun terakhir, 1.800 penumpang dan awak kabin yang tewas, menurut Learmount, disebabkan pilot kehilangan kendali pesawat mereka. ”Dalam kasus AirAsia, kehilangan kontrol terjadi setelah pilot mengajukan izin untuk menanjak dan mengubah arah untuk menghindari badai. Ini bukan satu-satunya kecelakaan fatal (yang diakibatkan pilot yang kehilangan kontrol). Seperti baru-baru ini, tiga kasus kecelakaannya mirip (dengan kecelakaan AirAsia),” kata Learmount dalam opini yang diterbitkan harian Inggris Telegraph.

Kecelakaan itu adalah jatuhnya Air Algerie pada 24 Juli di mana pilot berusaha mengubah haluan untuk menghindari badai. Selanjutnya Air France dengan pesawat Airbus A330 yang jatuh di Samudra Atlantik pada Juni 2009 di mana pilot juga bermanuver untuk menghindari badai. Terakhir pada Agustus 2005, West Caribbean Airways jatuh karena pilot tidak mampu menghadapi kondisi mesin pesawat yang membeku karena kondisi awan.

”Dalam ketiga kasus itu, tidak ada yang salah pesawatnya,” kata Learmount. Ketergantungan pilot pada penerbangan- otomatis membuat mereka tidak ahli dalam penerbangan manual. ”Ketiga pilot dalam kasus kecelakaan itu tidak menggunakan penerbangan manual,” sebutnya.

Menurut Learmount, kehilangan kontrol penerbangan bukan hanya disebabkan permasalahan teknis. Alasan itu sering digunakan maskapai penerbangan pada 1970-an dan sebelumnya. ”Tapi, saat ini, kehilangan kontrol yang dilakukan pilot hampir tidak pernah ditampilkan (ke publik),” tuturnya.

Ichsan amin/Denny irawan/Andika mustakim/Dian ramdhani
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0880 seconds (0.1#10.140)