Demi Kemanusiaan Rela Kerjakan Puluhan Peti Siang Malam
A
A
A
Raut wajahnya tampak serius mengamati satu per satu barisan peti jenazah yang ada muka. Perlahan kedua tangannya merapikan terpal dan penyangga yang masih terlihat belum kokoh dengan memakunya.
Setelah memastikan semuanya rapi, lelaki keturunan Madura yang sudah puluhan tahun tinggal di Kalimantan Tengan ini pun membereskan kembang yang dipasang di atasnya. Senyum kepuasan tampak tersungging melihat kepercayaan yang diberikannya untuk membuat peti jenazah berhasil dirampungkan.
“Alhamdulillah, ini tugas kemanusiaan yang harus diselesaikan dengan baik. Saya memang diminta Bupati Kobar (Kotawaringin Barat) untuk membuat peti jenazah,” ucap Satroyo, 65, saat ditemui di RSUD Sultan Imanuddin kemarin. Satroyo siap membuat peti jenazah bagi para penumpang pesawat Air Asia QZ 8501 yang jatuh saat melakukan perjalanan dari Surabaya menuju Singapura di Selat Karimata, Laut Jawa pada Minggu (28/12) lalu.
“Saya siap saja. Sampai 24 jam pun saya siap karena kemanusiaan itu penting bagi saya. Kami kerjakan dengan tulus karena ini musibah yang menimpa saudara-saudara kita juga,” tuturnya. Dia menuturkan, pembuatan peti jenazah langsung cepat dikerjakan begitu mendapat informasi mengenai hilangnya pesawat di daerah Kalimantan Tengah. Sebanyak 15 orang pun dilibatkan untuk membuat peti jenazah tersebut guna mengantisipasi permintaan.
“Mereka 24 jam kerja karena takut jenazah ditemukan cepat dan permintaan banyak,” ungkapnya. Diperlukan waktu sekitar satu jam bagi dua pekerja untuk membuat satu peti jenazah. Berbeda dengan peti-peti mati pada umumnya, pembuatan peti jenazah kali memerlukan desain tersendiri, yaitu bagian dalam peti dilapisi alumunium, kemudian kain terpal.
“Ini untuk mencegah adanya rembesan air dari jenazah,” katanya. Tidak hanya itu, ukuran yang dibuatnya pun berbedabeda. Ada yang panjangnya 2 meter, tinggi 80 cm dan lebar 90 cm. Kemudian ada juga peti jenazah yang berukuran lebar 60 cm, pajang 190 cm dan tinggi 50 cm. “Saya fokus membuat peti jenazah, pekerjaan lain saya tinggalkan dulu. Karena merasa para penumpang seperti keluarga sendiri,” ucapnya.
Apalagi pria berkacamata ini mengaku punya pengalaman anak tercintanya menjadi korban kecelakaan KM Senopati. Sastroyo berharap kepada keluarga yang ditinggalkan tabah, karena semua ini sudah takdir Tuhan. “Mudah-mudahan yang ditinggal diberi ketabahan, saya lihat di televisi ada yang sampai pingsan. Kasihan,” katanya.
Sucipto
Pangkalan Bun
Setelah memastikan semuanya rapi, lelaki keturunan Madura yang sudah puluhan tahun tinggal di Kalimantan Tengan ini pun membereskan kembang yang dipasang di atasnya. Senyum kepuasan tampak tersungging melihat kepercayaan yang diberikannya untuk membuat peti jenazah berhasil dirampungkan.
“Alhamdulillah, ini tugas kemanusiaan yang harus diselesaikan dengan baik. Saya memang diminta Bupati Kobar (Kotawaringin Barat) untuk membuat peti jenazah,” ucap Satroyo, 65, saat ditemui di RSUD Sultan Imanuddin kemarin. Satroyo siap membuat peti jenazah bagi para penumpang pesawat Air Asia QZ 8501 yang jatuh saat melakukan perjalanan dari Surabaya menuju Singapura di Selat Karimata, Laut Jawa pada Minggu (28/12) lalu.
“Saya siap saja. Sampai 24 jam pun saya siap karena kemanusiaan itu penting bagi saya. Kami kerjakan dengan tulus karena ini musibah yang menimpa saudara-saudara kita juga,” tuturnya. Dia menuturkan, pembuatan peti jenazah langsung cepat dikerjakan begitu mendapat informasi mengenai hilangnya pesawat di daerah Kalimantan Tengah. Sebanyak 15 orang pun dilibatkan untuk membuat peti jenazah tersebut guna mengantisipasi permintaan.
“Mereka 24 jam kerja karena takut jenazah ditemukan cepat dan permintaan banyak,” ungkapnya. Diperlukan waktu sekitar satu jam bagi dua pekerja untuk membuat satu peti jenazah. Berbeda dengan peti-peti mati pada umumnya, pembuatan peti jenazah kali memerlukan desain tersendiri, yaitu bagian dalam peti dilapisi alumunium, kemudian kain terpal.
“Ini untuk mencegah adanya rembesan air dari jenazah,” katanya. Tidak hanya itu, ukuran yang dibuatnya pun berbedabeda. Ada yang panjangnya 2 meter, tinggi 80 cm dan lebar 90 cm. Kemudian ada juga peti jenazah yang berukuran lebar 60 cm, pajang 190 cm dan tinggi 50 cm. “Saya fokus membuat peti jenazah, pekerjaan lain saya tinggalkan dulu. Karena merasa para penumpang seperti keluarga sendiri,” ucapnya.
Apalagi pria berkacamata ini mengaku punya pengalaman anak tercintanya menjadi korban kecelakaan KM Senopati. Sastroyo berharap kepada keluarga yang ditinggalkan tabah, karena semua ini sudah takdir Tuhan. “Mudah-mudahan yang ditinggal diberi ketabahan, saya lihat di televisi ada yang sampai pingsan. Kasihan,” katanya.
Sucipto
Pangkalan Bun
(bbg)