Saham AirAsia Turun hingga 8,50%
A
A
A
KUALA LUMPUR - Saham maskapai AirAsia langsung anjlok 8,50% di bursa Kuala Lumpur kemarin setelah hilangnya pesawat dengan kode QZ8501 yang mengangkut 162 orang.
Saham AirAsia sempat melemah hingga 12% menjadi 2,60 ringgit Malaysia pada pembukaan perdagangan, tapi kembali menguat menjadi 2,69 ringgit atau tetap turun 8,50% pada penutupan perdagangan. Ini merupakan penurunan saham terbesar yang dialami AirAsia sejak 2011. Indeks saham gabungan Kuala Lumpur naik 0,23%.
Sekitar 102 juta saham AirAsia diperdagangkan sehingga itu menjadikannya saham paling aktif di bursa tersebut. Seorang broker lokal mengatakan kepada AFP, para investor terus menjual saham AirAsia. Meski demikian, tekanan penjualan akan mereda saat para investor menyadari fakta bahwa pesawat yang hilang itu milik unit AirAsia di Indonesia.
Pendiri perusahaan riset penerbangan Endau Analytics, Shukor Yusof, menjelaskan para investor dan kreditor akan tetap berada di belakang AirAsia dan CEO AirAsia Tony Fernandes yang telah mengubah maskapai itu menjadi maskapai paling sukses di Asia. “Reaksi pasar itu cukup alami. Saya tidak terkejut. Saya pikir kepercayaan investor akan kembali segera karena maskapai itu memiliki model bisnis yang solid,” ujarnya seperti dikutip AFP.
Shukor menjelaskan, insiden itu tidak akan mengurangi antusiasme publik untuk melakukan penerbangan dengan AirAsia. “Insiden ini akan memiliki dampak sangat sedikit pada AirAsia dalam kuartal mendatang. Ini tidak akan merusak fondasi maskapai,” paparnya. Ekonom Yeah Kim Leng, dekan Malaysia University of Science and Technology School of Business, menjelaskan dampak negatif apa pun terhadap harga saham perusahaan hanya jangka pendek.
“Insiden ini tidak akan merusak perjalanan udara dengan AirAsia karena ini maskapai murah yang memiliki pasar besar di tengah pertumbuhan pesat di kawasan,” katanya. AirAsia menyatakan, pesawat yang hilang itu terakhir kali mendapat perawatan pada 16 November. Hilangnya pesawat AirAsia menjadi bencana terbaru bagi perusahaan penerbangan asal Malaysia.
Sebelumnya, Malaysia Airlines Flight MH370 hilang dalam rute dari Kuala Lumpur ke Beijing pada Maret dengan 239 penumpang dan kru, kemudian pada Juli penerbangan MH17 ditembak di Ukraina hingga menewaskan 298 orang di kabin. AllianceDBS menurunkan rating saham AirAsia dari beli menjadi tahan dengan sejumlah alasan yang tidak terkait dengan kasus hilangnya pesawat tersebut.
Alliance DBS menyatakan, beban utang AirAsia yang sebagian besar dihitung dengan dolar akan semakin besar pada tahun depan saat dolar Amerika Serikat menguat terhadap ringgit. Analis Tan Kee Hoong juga mengatakan, maskapai itu mungkin tidak sepenuhnya diuntungkan dari harga minyak yang turun karena manajemen menunjukkan bahwa sebagian tabungan akan dikembalikan pada konsumen dari biaya bahan bakar yang lebih rendah.
Syarifudin
Saham AirAsia sempat melemah hingga 12% menjadi 2,60 ringgit Malaysia pada pembukaan perdagangan, tapi kembali menguat menjadi 2,69 ringgit atau tetap turun 8,50% pada penutupan perdagangan. Ini merupakan penurunan saham terbesar yang dialami AirAsia sejak 2011. Indeks saham gabungan Kuala Lumpur naik 0,23%.
Sekitar 102 juta saham AirAsia diperdagangkan sehingga itu menjadikannya saham paling aktif di bursa tersebut. Seorang broker lokal mengatakan kepada AFP, para investor terus menjual saham AirAsia. Meski demikian, tekanan penjualan akan mereda saat para investor menyadari fakta bahwa pesawat yang hilang itu milik unit AirAsia di Indonesia.
Pendiri perusahaan riset penerbangan Endau Analytics, Shukor Yusof, menjelaskan para investor dan kreditor akan tetap berada di belakang AirAsia dan CEO AirAsia Tony Fernandes yang telah mengubah maskapai itu menjadi maskapai paling sukses di Asia. “Reaksi pasar itu cukup alami. Saya tidak terkejut. Saya pikir kepercayaan investor akan kembali segera karena maskapai itu memiliki model bisnis yang solid,” ujarnya seperti dikutip AFP.
Shukor menjelaskan, insiden itu tidak akan mengurangi antusiasme publik untuk melakukan penerbangan dengan AirAsia. “Insiden ini akan memiliki dampak sangat sedikit pada AirAsia dalam kuartal mendatang. Ini tidak akan merusak fondasi maskapai,” paparnya. Ekonom Yeah Kim Leng, dekan Malaysia University of Science and Technology School of Business, menjelaskan dampak negatif apa pun terhadap harga saham perusahaan hanya jangka pendek.
“Insiden ini tidak akan merusak perjalanan udara dengan AirAsia karena ini maskapai murah yang memiliki pasar besar di tengah pertumbuhan pesat di kawasan,” katanya. AirAsia menyatakan, pesawat yang hilang itu terakhir kali mendapat perawatan pada 16 November. Hilangnya pesawat AirAsia menjadi bencana terbaru bagi perusahaan penerbangan asal Malaysia.
Sebelumnya, Malaysia Airlines Flight MH370 hilang dalam rute dari Kuala Lumpur ke Beijing pada Maret dengan 239 penumpang dan kru, kemudian pada Juli penerbangan MH17 ditembak di Ukraina hingga menewaskan 298 orang di kabin. AllianceDBS menurunkan rating saham AirAsia dari beli menjadi tahan dengan sejumlah alasan yang tidak terkait dengan kasus hilangnya pesawat tersebut.
Alliance DBS menyatakan, beban utang AirAsia yang sebagian besar dihitung dengan dolar akan semakin besar pada tahun depan saat dolar Amerika Serikat menguat terhadap ringgit. Analis Tan Kee Hoong juga mengatakan, maskapai itu mungkin tidak sepenuhnya diuntungkan dari harga minyak yang turun karena manajemen menunjukkan bahwa sebagian tabungan akan dikembalikan pada konsumen dari biaya bahan bakar yang lebih rendah.
Syarifudin
(bbg)