Pemimpin Harus Etis dan Tawadu
A
A
A
JAKARTA - Para pemimpin yang tengah berkuasa saat ini hendaknya tetap mengacu pada sikap etis dan tawadu. Selama ini, masyarakat disuguhi tingkah pemimpin baik di tingkat nasional maupun daerah yang hanya memamerkan kemewahan dan tindakan yang bertentangan antara perkataan dan perbuatan.
Sikap etis dan tawadu ini menjadi tema dalam peringatan 5 tahun meninggalnya mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Peringatan dengan tema “Pemimpin yang Etis dan Tawadu” itu digelar di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta, tadi malam. Menurut putri sulung Gus Dur, Zannuba Arifah Chapsoh atau Yenny Wahid, tema ini ditujukan kepada para pemimpin yang saat ini berkuasa.
“Ini harus menjadi acuan pemimpin kita. Mulai dari presiden, gubernur, bupati, walikota, pemimpinDPR, DPRD, kapolri hingga panglima. Semua bisa menelurkan kebijakan yang betul-betul mengacu kepada kepentingan rakyat. Jangan menjabat sekadar ingin berkuasa saja. Ingin enak-enak saja di atas, sementara rakyatnya menderita,” tandas Yenny.
Yenny juga mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk lebih berani dalam membuat kebijakan demi kepentingan masyarakat luas. Dengan demikian, tidak ada lagi masyarakat yang merasa termarginalkan. Dia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Di antaranya penegakan hukum, pembelaan terhadap mereka yang termarginalkan, masalah toleransi, serta pembelaan hak asasi manusia (HAM).
“Itu harus dituntaskan dan menjadi perhatian. Banyak hal yang menurut saya memang perlu mendapat perhatian serius dan menjadi agenda prioritas pemerintahan saat ini,” katanya. Yenny juga meminta Jokowi proaktif dan membuka komunikasi seluas-luasnya dengan berbagai pihak sehingga mendapat banyak masukan dan pertimbangan.
Dengan demikian, keputusan yang dihasilkan lebih bersifat multidimensi, termasuk dalam membangun hubungan dengan DPR agar lebih kondusif. “Tugas pemerintah berat luar biasa, tapi ya sudah itu bagian konsekuensi dari pemimpin yang harus bisa mengelola semua stakeholder dan pihak-pihak terkait,” ujar Yenny.
Putri keempat Gus Dur, Inayah Wahid, mengatakan, untuk mengatasi beragam masalah kebangsaan seperti kemiskinan, bencana alam, korupsi, konflik, dan kekerasan, Indonesia perlu mengembangkan gerakan kepemimpinan yang bertumpu pada nilai-nilai etis dan kerendahan hati.
“Kepemimpinan etis itu ukurannya kepatutan, moralitas, dan kemaslahatan bersama, bukan sekadar hukum formal dan pencitraan,” tandasnya. Menurut dia, selama ini masih ada pemimpin yang kekayaannya menumpuk di tengah hidup warganya yang menghadapi busung lapar. Jika tujuan dasar pemimpin adalah memenuhi kepentingan umat, lanjutnya, seorang pemimpin harus mengerti dan peka terhadap apa yang dirasakan umat.
“Tema kepemimpinan etis dan tawadu ini penting sebagai pengingat agar dalam kepemimpinannya mereka tawadu pada kepentingan umat. Kepentingan umatlah yang utama, bukan kepentingan diri atau kelompok,” paparnya. Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung mengaku, banyak sekali pandangan Gus Dur yang relevan untuk dilanjutkan tidak hanya untuk saat ini, tapi juga untuk masa yang akan datang.
Mantan Ketua DPR itu mengatakan, yang dibutuhkan dari seorang pemimpin adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan etika dan moralitas. “Ituyangamat esensialdalam misi seorang pemimpin. Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki nilai-nilai itu, moralitas yang tinggi. Jangan pemimpin yang semata-mata mengejar posisi, kedudukan, kekuasaan, seolah-olah itu menjadi segalagalanya. Padahal, kekuasaan itu sejatinya untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebaikan masyarakat,” paparnya.
Sucipto
Sikap etis dan tawadu ini menjadi tema dalam peringatan 5 tahun meninggalnya mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Peringatan dengan tema “Pemimpin yang Etis dan Tawadu” itu digelar di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta, tadi malam. Menurut putri sulung Gus Dur, Zannuba Arifah Chapsoh atau Yenny Wahid, tema ini ditujukan kepada para pemimpin yang saat ini berkuasa.
“Ini harus menjadi acuan pemimpin kita. Mulai dari presiden, gubernur, bupati, walikota, pemimpinDPR, DPRD, kapolri hingga panglima. Semua bisa menelurkan kebijakan yang betul-betul mengacu kepada kepentingan rakyat. Jangan menjabat sekadar ingin berkuasa saja. Ingin enak-enak saja di atas, sementara rakyatnya menderita,” tandas Yenny.
Yenny juga mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk lebih berani dalam membuat kebijakan demi kepentingan masyarakat luas. Dengan demikian, tidak ada lagi masyarakat yang merasa termarginalkan. Dia menyebutkan ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian pemerintah. Di antaranya penegakan hukum, pembelaan terhadap mereka yang termarginalkan, masalah toleransi, serta pembelaan hak asasi manusia (HAM).
“Itu harus dituntaskan dan menjadi perhatian. Banyak hal yang menurut saya memang perlu mendapat perhatian serius dan menjadi agenda prioritas pemerintahan saat ini,” katanya. Yenny juga meminta Jokowi proaktif dan membuka komunikasi seluas-luasnya dengan berbagai pihak sehingga mendapat banyak masukan dan pertimbangan.
Dengan demikian, keputusan yang dihasilkan lebih bersifat multidimensi, termasuk dalam membangun hubungan dengan DPR agar lebih kondusif. “Tugas pemerintah berat luar biasa, tapi ya sudah itu bagian konsekuensi dari pemimpin yang harus bisa mengelola semua stakeholder dan pihak-pihak terkait,” ujar Yenny.
Putri keempat Gus Dur, Inayah Wahid, mengatakan, untuk mengatasi beragam masalah kebangsaan seperti kemiskinan, bencana alam, korupsi, konflik, dan kekerasan, Indonesia perlu mengembangkan gerakan kepemimpinan yang bertumpu pada nilai-nilai etis dan kerendahan hati.
“Kepemimpinan etis itu ukurannya kepatutan, moralitas, dan kemaslahatan bersama, bukan sekadar hukum formal dan pencitraan,” tandasnya. Menurut dia, selama ini masih ada pemimpin yang kekayaannya menumpuk di tengah hidup warganya yang menghadapi busung lapar. Jika tujuan dasar pemimpin adalah memenuhi kepentingan umat, lanjutnya, seorang pemimpin harus mengerti dan peka terhadap apa yang dirasakan umat.
“Tema kepemimpinan etis dan tawadu ini penting sebagai pengingat agar dalam kepemimpinannya mereka tawadu pada kepentingan umat. Kepentingan umatlah yang utama, bukan kepentingan diri atau kelompok,” paparnya. Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Akbar Tanjung mengaku, banyak sekali pandangan Gus Dur yang relevan untuk dilanjutkan tidak hanya untuk saat ini, tapi juga untuk masa yang akan datang.
Mantan Ketua DPR itu mengatakan, yang dibutuhkan dari seorang pemimpin adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan etika dan moralitas. “Ituyangamat esensialdalam misi seorang pemimpin. Kita membutuhkan pemimpin yang memiliki nilai-nilai itu, moralitas yang tinggi. Jangan pemimpin yang semata-mata mengejar posisi, kedudukan, kekuasaan, seolah-olah itu menjadi segalagalanya. Padahal, kekuasaan itu sejatinya untuk mendapatkan kesejahteraan dan kebaikan masyarakat,” paparnya.
Sucipto
(bbg)