Sukses Setelah Belasan Tahun Dipenjara
A
A
A
Di bawah gedung pencakar langit di Kota Miami, Florida, Amerika Serikat (AS), Desmond Meade menatap kosong rel kereta api. Dia bahkan berencana melompat ketika kereta berikutnya datang.
Meade berpikir mungkin roda kereta bisa menghancurkan kepalanya. Dia berharap segera menemukan kematian seketika dan menyakitkan. Perlahan Meade menoleh ke arah kedatangan kereta ketika pikirannya mengingat penderitaan menyakitkan yang dia hadapi. Menjadi pencandu narkoba, hukuman penjara, dan tunawisma membuat Meade tertekan dan ingin mengakhiri hidupnya saat itu juga.
Namun, Tuhan tidak menginginkan itu terjadi. Meade akhirnya batal melakukan bunuh diri. Dia justru terus bergerak lurus hingga ke seberang rel. Pada titik terendah dalam hidupnya itu, Meade seakan mendapat pencerahan bahwa masih ada masa depan cerah untuknya.
Firasat itu benar karena 10 tahun kemudian Meade berhasil mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Hukum FIU College of Law, AS. Lahir dan besar di Miami, Meade bergabung dengan sekolah militer setelah menyelesaikan sekolah menengah atas. Tapi, tidak lama berselang dia didepak dari Angkatan Darat karena kedapatan mencuri minuman keras ketika ditugaskan di Hawaii.
Setelah keluar dari dunia militer, Meade bekerja sebagai pengawal selebriti. Tapi, hingar-bingar dunia hiburan justru menjerumuskannya ke dalam minuman keras, obat-obatan, dan akhirnya kejahatan narkoba. Badai dalam hidupnya semakin kencang ketika pada 1995 sang ibunda tercinta meninggal dunia dan bank menyita rumah keluarganya.
Meade menderita depresi berat sehingga melarikan diri dengan mengonsumsi obatobatan dan alkohol. “Ketika Anda menjadi tunawisma, ada aspek emosional yang begitu menyakitkan. Tidak ada yang benarbenar peduli di mana Anda akan tinggal atau bagaimana jika Anda mati. Itulah yang saya alami dulu,” cerita Meade, dilansir Huffingtonpost.
Obato-batan diakui Meade memang berhasil meredakan sakitnya, namun justru mempercepat kejatuhannya. Pada 2001 Meade dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena kepemilikan senjata api. Beruntung, di dalam jeruji besi, Meade berkelakuan baik sehingga mendapat remisi dari Pemerintah Florida.
Namun, setelah keluar penjara, hidupnya juga tak jauh lebih baik karena bukan hal gampang bagi seorang mantan narapidana mendapatkan pekerjaan di AS. Pria berusia 46 tahun ini terpaksa menjadikan trotoar sebagai kasurnya. Pada saat itulah, tepatnya pada 2005, Meade mendekati rel kereta api dalam keadaan lingkung dan menunggu untuk mengakhiri hidupnya.
Namun, entah kenapa, Meade seakan didorong untuk tak menyerah hingga akhirnya batal bunuh diri. Ia kemudian bergabung dengan Chapman Partnership yang memberinya tempat tinggal dan konseling serta pelayanan medis gratis bagi mantan pengguna obatobatan terlarang. Di sana ia bertemu banyak orang dengan kisah memilukan seperti yang dialaminya.
“Saya berbicara kepada mereka, dan mereka mendorong saya, memberikan saya tujuan dan alasan untuk hidup. Saya kemudian menemukan bahwa kepuasan sejati adalah memberikan sesuatu kepada masyarakat yang kurang beruntung seperti saya,” kata Meade. Setelah berhasil menyelesaikan terapinya, Meade kemudian melanjutkan studinya dan berhasil lulus dengan predikatsumma cum laud e dalam studi paralegal di Miami-Dade Community College pada 2010.
Dia kemudian melanjutkan studi ke sekolah hukum FIU. Kini dia telah menjadi direktur Lifelines to Healing Campaign PICO, sebuah serikat Florida yang bertujuan menghentikan kekerasan di lingkungan masyarakat. Sayangnya, hukum di Florida tidak memperbolehkan seorang mantan narapidana membuka praktik hukum. Namun, Meade enggan menyerah. Ayah lima anak ini akan berbicara di depan Komite Hak Asasi Manusia di Jenewa untuk menunjukkan penderitaan yang dialami para mantan narapidana.
Rini agustina
Meade berpikir mungkin roda kereta bisa menghancurkan kepalanya. Dia berharap segera menemukan kematian seketika dan menyakitkan. Perlahan Meade menoleh ke arah kedatangan kereta ketika pikirannya mengingat penderitaan menyakitkan yang dia hadapi. Menjadi pencandu narkoba, hukuman penjara, dan tunawisma membuat Meade tertekan dan ingin mengakhiri hidupnya saat itu juga.
Namun, Tuhan tidak menginginkan itu terjadi. Meade akhirnya batal melakukan bunuh diri. Dia justru terus bergerak lurus hingga ke seberang rel. Pada titik terendah dalam hidupnya itu, Meade seakan mendapat pencerahan bahwa masih ada masa depan cerah untuknya.
Firasat itu benar karena 10 tahun kemudian Meade berhasil mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas Hukum FIU College of Law, AS. Lahir dan besar di Miami, Meade bergabung dengan sekolah militer setelah menyelesaikan sekolah menengah atas. Tapi, tidak lama berselang dia didepak dari Angkatan Darat karena kedapatan mencuri minuman keras ketika ditugaskan di Hawaii.
Setelah keluar dari dunia militer, Meade bekerja sebagai pengawal selebriti. Tapi, hingar-bingar dunia hiburan justru menjerumuskannya ke dalam minuman keras, obat-obatan, dan akhirnya kejahatan narkoba. Badai dalam hidupnya semakin kencang ketika pada 1995 sang ibunda tercinta meninggal dunia dan bank menyita rumah keluarganya.
Meade menderita depresi berat sehingga melarikan diri dengan mengonsumsi obatobatan dan alkohol. “Ketika Anda menjadi tunawisma, ada aspek emosional yang begitu menyakitkan. Tidak ada yang benarbenar peduli di mana Anda akan tinggal atau bagaimana jika Anda mati. Itulah yang saya alami dulu,” cerita Meade, dilansir Huffingtonpost.
Obato-batan diakui Meade memang berhasil meredakan sakitnya, namun justru mempercepat kejatuhannya. Pada 2001 Meade dijatuhi hukuman 15 tahun penjara karena kepemilikan senjata api. Beruntung, di dalam jeruji besi, Meade berkelakuan baik sehingga mendapat remisi dari Pemerintah Florida.
Namun, setelah keluar penjara, hidupnya juga tak jauh lebih baik karena bukan hal gampang bagi seorang mantan narapidana mendapatkan pekerjaan di AS. Pria berusia 46 tahun ini terpaksa menjadikan trotoar sebagai kasurnya. Pada saat itulah, tepatnya pada 2005, Meade mendekati rel kereta api dalam keadaan lingkung dan menunggu untuk mengakhiri hidupnya.
Namun, entah kenapa, Meade seakan didorong untuk tak menyerah hingga akhirnya batal bunuh diri. Ia kemudian bergabung dengan Chapman Partnership yang memberinya tempat tinggal dan konseling serta pelayanan medis gratis bagi mantan pengguna obatobatan terlarang. Di sana ia bertemu banyak orang dengan kisah memilukan seperti yang dialaminya.
“Saya berbicara kepada mereka, dan mereka mendorong saya, memberikan saya tujuan dan alasan untuk hidup. Saya kemudian menemukan bahwa kepuasan sejati adalah memberikan sesuatu kepada masyarakat yang kurang beruntung seperti saya,” kata Meade. Setelah berhasil menyelesaikan terapinya, Meade kemudian melanjutkan studinya dan berhasil lulus dengan predikatsumma cum laud e dalam studi paralegal di Miami-Dade Community College pada 2010.
Dia kemudian melanjutkan studi ke sekolah hukum FIU. Kini dia telah menjadi direktur Lifelines to Healing Campaign PICO, sebuah serikat Florida yang bertujuan menghentikan kekerasan di lingkungan masyarakat. Sayangnya, hukum di Florida tidak memperbolehkan seorang mantan narapidana membuka praktik hukum. Namun, Meade enggan menyerah. Ayah lima anak ini akan berbicara di depan Komite Hak Asasi Manusia di Jenewa untuk menunjukkan penderitaan yang dialami para mantan narapidana.
Rini agustina
(bbg)