Penghapusan Premium Harus Dikaji Komprehensif

Jum'at, 26 Desember 2014 - 11:18 WIB
Penghapusan Premium Harus Dikaji Komprehensif
Penghapusan Premium Harus Dikaji Komprehensif
A A A
JAKARTA - Pemerintahdiminta mengkaji secara komprehensif rekomendasi Tim ReformasiTata Kelola Migas yang mengusulkan agar bahan bakar minyak (BBM) jenis premium RON 88 dihapus.

Kebijakan itu tidak bisa diberlakukan hanya karena mempertimbangkan salah satu aspek saja. “Kita harus tolak kalau dijalankan secara mendadak, yang katanya antara tiga sampai lima bulan, karena rekomendasi tersebut saya melihat belum mempertimbangkan seluruh aspek,” ujar Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara di Jakarta kemarin.

Dia menuturkan, rekomendasi penghapusan premium baru sebatas hasil kajian atas aspek finansial lantaran adanya dugaan penyelewengan atau mafia. Adapun aspek strategis nasional lainnya, seperti ketahanan energi, kemampuan kilang di dalam negeri, dan dividen yang dibayarkan Pertamina, belum dikaji.

“Jadi intinya, untuk membuat rekomendasi itu dibutuhkan semua aspek. Rekomendasi ini baru sepertiga atau setengah dari aspek yang baru diambil,” tandasnya. Atas dasar itu, Marwan berpandangan pemerintah tidak harus menerima dan menelan mentah-mentah rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Terlebih, penghapusan premium justru berpotensi menguntungkan asing.

“Indonesia adalah pasar besar. Asing itu dari dulu terus berupaya, tapi terhambat dengan adanya BBM premium bersubsidi. Kalau langsung rekomendasi begitu saja dituruti, banyak sekali kerugian yang akan kita alami,” paparnya. Pengamat energi Reforminers Institute Komaidi Notonegoro berpandangan, penghapusan premium merupakan pengkhianatan terhadap rakyat.

Menurutnya, pemerintah tidak mempertimbangkan dampak yang akan terjadi apabila premium benar-benar diganti menjadi BBM jenis pertamax. “Bagaimana respons masyarakat, itu seharusnya jadi pertimbangan pemerintah,” ujarnya. Selain itu, penghapusan premium juga berimbas pada bisnis. Pada akhirnya, masyarakat jugalah yang akan tertekan.

“Meskipun punya dasar dan kajian tersendiri, kalau nanti harganya disamaratakan maka imbasnya juga ke masyarakat,” tambahnya. Selain itu, produksi kilang Pertamina belum mampu mencukupi kebutuhan BBM RON92. “Kemampuan kilang minyak Indonesia tidak mampu menampung kebutuhan BBM masyarakat se-Indonesia. Apalagi, kilang yang memproduksi RON92 hanya Balongan,” ujarnya.

Harga Minyak Dunia Terus Turun

Di bagian lain, harga minyak dunia kembali mengalami penurunan setelah data menunjukkan melimpahnya suplai minyak Amerika Serikat (AS). Harga minyak mentah acuan AS, West Texas Intermediate (WTI), untuk pengiriman Februari turun USD1,28 menjadi USD55,84 per barel di New York Mercantile Exchange pada 24 Desember waktu setempat.

Adapun harga minyak mentah acuan Eropa, brent, untuk pengiriman Februari sempat turun USD1,70 menjadi USD59,99 per barel di London. Penurunan ini terjadi dalam musim liburan yang diakibatkan laporan persediaan Departemen Energi AS bahwa stok minyak mentah meningkat hingga 7,3 juta barel, stok bensin dan lainnya juga meningkat tajam.

“Laporan persediaan pekan ini telah meningkatkan kekhawatiran pasar atas dampak melimpahnya suplai dan lemahnya permintaan atas bahan bakar,” ungkap Gene McGillian, broker dan analis di Tradition Energy. “Ini menegaskan lemahnya pasar.” McGillian mengungkapkan, peningkatan suplai bensin mendorong penurunan harga di stasiun pengisian bahan bakar.

“Di AS, kita memiliki banyak minyak dan saya tidak melihat ada bukti bahwa penurunan harga ini mendorong peningkatan permintaan dalam skala besar. Kita menunggu jika hal itu mulai terjadi,” paparnya. Harga minyak turun sekitar 50% sejak Juni seiring melimpahnya suplai dan melemahnya pertumbuhan ekonomi global.

Penurunan harga terus terjadi saat Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) menolak memangkas output minyak untuk merespons penurunan harga tersebut. Awal pekan ini, Menteri Minyak Arab Saudi Ali al-Naimi menegaskan OPEC tidak akan memangkas produksi meski harga minyak turun hingga USD20 per barel. Komentarnya itu menegaskan kembali kebijakan terbaru OPEC yang tidak akan menurunkan output produksi minyak saat harga minyak dunia terus turun.

November lalu, OPEC menyatakan mempertahankan target output 30 juta barel per hari. Harga minyak mentah brent turun lebih dari 46% sejak menyentuh harga tertinggi USD116 per barel pada Juni lalu. “Sebagai kebijakan OPEC, dan saya meyakinkan OPEC dalam hal ini, bahkan Sekretaris Jenderal OPECAl-Badri sekarangyakinini bukan kepentingan produsen OPEC untuk memangkas produksi mereka, berapa pun harganya,” tegasal-Naimi, dikutipBBC.

“Walaupun penurunan hingga USD20, USD40, USD50, USD60, itu tidak relevan.” Dia menambahkan, dunia mungkin tidak akan melihat lagi harga minyak USD100 per barel. Sebagai sumber alternatif minyak mentah, shale oil dan tar sand oil , telah mengakibatkan melimpahnya suplai minyak di pasar global.

Nanang wijayanto/Ichsan amin/Syarifuddin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6529 seconds (0.1#10.140)