Pekerjaan Rumah Politik Luar Negeri Jokowi
A
A
A
Pertanyaan seputar politik luar negeri selalu muncul bersamaan dengan momen pergantian pemerintahan. Apa yang menjadi prioritas dan bagaimana pemerintahan yang baru menjalankan kebijakan luar negeri adalah dua hal yang paling sering ditanyakan.
Kajian tentang keterkaitan antara figur pimpinan tertinggi dan kebijakan luar negeri suatu negara bukan merupakan hal baru. Konsep level of analysis yang lazim digunakan untuk menelaah kebijakan suatu negara menjadikan individual level of analysis sebagai salah satu elemen. Dua elemen lainnya adalah analisis pada tingkatan negara (state )dan sistem internasional secara keseluruhan (system ).
Analisis pada tingkatan individu difokuskan pada kepribadian (personality ) dan persepsi (perception) pemimpin tertinggi di pemerintahan. Kepribadian memiliki kaitan dengan karakter dan nilai yang dianut, sementara persepsi berhubungan dengan bagaimana sang pemimpin menyikapi dinamika hubungan antarnegara.
Hal ini juga berlaku pada sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama menjadi wali kota dan gubernur, Jokowi menerapkan gaya kepemimpinan yang sederhana, menghindari konflik namun tegas dalam menerapkan aturan. Gaya kepemimpinan yang sama juga diterapkan di sejumlah forum internasional yang diikutinya, seperti pertemuan tingkat tinggi APEC, ASEAN, dan G-20 baru-baru ini.
Di tengah semakin pentingnya peran diplomasi publik, kesederhanaan Jokowi merupakan sebuah keuntungan. Media internasional memberitakannya secara luas, membentuk citra yang positif tentang Indonesia. Akan sangat bermanfaat jika perhatian yang besar dari media luar negeri ini juga dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran Jokowi kepada masyarakat internasional.
Namun demikian perlu dicatat bahwa menerapkan gaya kepemimpinan yang sederhana tidak sama artinya dengan menyederhanakan politik luar negeri. Dalam pidato pertamanya di depan MPR setelah pelantikan, Jokowi menyatakan bahwa Indonesia akan terus menjalankan politik luar negeri bebas aktif yang dibadikan untuk kepentingan nasional serta ikut mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Isu yang menjadi pokok bahasan juga tidak kalah kompleks. Batasan antara isu domestik dan isu internasional semakin tidak jelas. Sebagian besar permasalahan yang pada masa lalu dianggap sebagai isu lokal dewasa ini juga memiliki dimensi internasional. Keterkaitan di antara isu-isu yang harus dihadapi juga semakin kuat.
Pembahasan isu pembangunan, sebagai contoh, tidak dapat dipisahkan dari aspek pelestarian lingkungan. Mempertimbangkan kompleksitas di atas, gaya kepemimpinan yang sederhana harus tetap ditopang dengan garis kebijakan luar negeri yang tepat sasaran sekaligus mampu menjawab tantangan hubungan internasional yang kian kompleks.
Pertama, meskipun terdapat perbedaan prioritas, hakikat kebijakan luar negeri adalah kesinambungan dalam memperjuangkan kepentingan nasional (national interests). Dengan demikian apa yang harus dikerjakan pemerintah sekarang bukan sama sekali baru namun memiliki keterkaitan dengan apa yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya.
Kedua, harus dipahami bahwa tujuan kebijakan luar tidak hanya mencakup aspek yang dapat diukur - seperti meningkatnya nilai ekspor atau naiknya jumlah wisatawan mancanegara. Terdapat tujuan lain yang tidak kalah penting yang tidak kasat mata (intangible) seperti citra positif Indonesia di mata internasional.
Prioritas pada diplomasi ekonomi, sebagai contoh, bukan berarti bahwa upaya diplomasi di sektor lain tidak penting. Ketiga, belum adanya buku putih politik luar negeri Indonesia perlu mendapatkan perhatiankhusus. Adanya dokumen yang memuat panduan tentang posisi Indonesia pada isu-isu hubungan internasional akan sangat bermanfaat bagi pelaku diplomasi dalam bekerja.
Panduan tersebut juga mencegah terjadinya beda tafsir mengingat semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat langsung dalam diplomasi. Selain itu, buku putih juga dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukurpenilaiankinerjadiplomasi. Tidak dapat dimungkiri bahwa gaya kepemimpinan Jokowi memiliki pengaruh terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.
Namun demikian perubahan gaya kepemimpinan tersebut tidak mengubah hakikat kebijakan luar negeri sebagai sarana untuk mewujudkan kepentingan nasional. Lebih dari itu perubahan ini dapat menjadi momen yang tepat untuk menyusun panduan dan prioritas sebagai dasar pelaksaanaan politik luar negeri Indonesia lima tahun ke depan.
Kajian tentang keterkaitan antara figur pimpinan tertinggi dan kebijakan luar negeri suatu negara bukan merupakan hal baru. Konsep level of analysis yang lazim digunakan untuk menelaah kebijakan suatu negara menjadikan individual level of analysis sebagai salah satu elemen. Dua elemen lainnya adalah analisis pada tingkatan negara (state )dan sistem internasional secara keseluruhan (system ).
Analisis pada tingkatan individu difokuskan pada kepribadian (personality ) dan persepsi (perception) pemimpin tertinggi di pemerintahan. Kepribadian memiliki kaitan dengan karakter dan nilai yang dianut, sementara persepsi berhubungan dengan bagaimana sang pemimpin menyikapi dinamika hubungan antarnegara.
Hal ini juga berlaku pada sosok Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama menjadi wali kota dan gubernur, Jokowi menerapkan gaya kepemimpinan yang sederhana, menghindari konflik namun tegas dalam menerapkan aturan. Gaya kepemimpinan yang sama juga diterapkan di sejumlah forum internasional yang diikutinya, seperti pertemuan tingkat tinggi APEC, ASEAN, dan G-20 baru-baru ini.
Di tengah semakin pentingnya peran diplomasi publik, kesederhanaan Jokowi merupakan sebuah keuntungan. Media internasional memberitakannya secara luas, membentuk citra yang positif tentang Indonesia. Akan sangat bermanfaat jika perhatian yang besar dari media luar negeri ini juga dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran Jokowi kepada masyarakat internasional.
Namun demikian perlu dicatat bahwa menerapkan gaya kepemimpinan yang sederhana tidak sama artinya dengan menyederhanakan politik luar negeri. Dalam pidato pertamanya di depan MPR setelah pelantikan, Jokowi menyatakan bahwa Indonesia akan terus menjalankan politik luar negeri bebas aktif yang dibadikan untuk kepentingan nasional serta ikut mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Isu yang menjadi pokok bahasan juga tidak kalah kompleks. Batasan antara isu domestik dan isu internasional semakin tidak jelas. Sebagian besar permasalahan yang pada masa lalu dianggap sebagai isu lokal dewasa ini juga memiliki dimensi internasional. Keterkaitan di antara isu-isu yang harus dihadapi juga semakin kuat.
Pembahasan isu pembangunan, sebagai contoh, tidak dapat dipisahkan dari aspek pelestarian lingkungan. Mempertimbangkan kompleksitas di atas, gaya kepemimpinan yang sederhana harus tetap ditopang dengan garis kebijakan luar negeri yang tepat sasaran sekaligus mampu menjawab tantangan hubungan internasional yang kian kompleks.
Pertama, meskipun terdapat perbedaan prioritas, hakikat kebijakan luar negeri adalah kesinambungan dalam memperjuangkan kepentingan nasional (national interests). Dengan demikian apa yang harus dikerjakan pemerintah sekarang bukan sama sekali baru namun memiliki keterkaitan dengan apa yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya.
Kedua, harus dipahami bahwa tujuan kebijakan luar tidak hanya mencakup aspek yang dapat diukur - seperti meningkatnya nilai ekspor atau naiknya jumlah wisatawan mancanegara. Terdapat tujuan lain yang tidak kalah penting yang tidak kasat mata (intangible) seperti citra positif Indonesia di mata internasional.
Prioritas pada diplomasi ekonomi, sebagai contoh, bukan berarti bahwa upaya diplomasi di sektor lain tidak penting. Ketiga, belum adanya buku putih politik luar negeri Indonesia perlu mendapatkan perhatiankhusus. Adanya dokumen yang memuat panduan tentang posisi Indonesia pada isu-isu hubungan internasional akan sangat bermanfaat bagi pelaku diplomasi dalam bekerja.
Panduan tersebut juga mencegah terjadinya beda tafsir mengingat semakin banyak pemangku kepentingan yang terlibat langsung dalam diplomasi. Selain itu, buku putih juga dapat dijadikan sebagai salah satu tolok ukurpenilaiankinerjadiplomasi. Tidak dapat dimungkiri bahwa gaya kepemimpinan Jokowi memiliki pengaruh terhadap kebijakan luar negeri Indonesia.
Namun demikian perubahan gaya kepemimpinan tersebut tidak mengubah hakikat kebijakan luar negeri sebagai sarana untuk mewujudkan kepentingan nasional. Lebih dari itu perubahan ini dapat menjadi momen yang tepat untuk menyusun panduan dan prioritas sebagai dasar pelaksaanaan politik luar negeri Indonesia lima tahun ke depan.
(bbg)