Pengguna Sepeda Motor Merasa Ada Diskriminasi
A
A
A
Pelarangan motor melintas di Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat membuat para pengguna sepeda motor harus lebih gigih untuk menempuh perjalanan. Jika dulunya mereka bisa menggunakan jalan utama di Ibu Kota tersebut secara leluasa, kini mereka harus berdesakdesakan di jalur alternatif untuk mencapai tujuan.
Rahadian, 29, seorang pengendara motor, mengaku kesulitan ketika larangan motor diberlakukan. Ini karena jalan lainnya menjadi lebih padat. Hal ini tentu saja semakin menyulitkannya mencapai kantor. Dia menilai larangan sepeda motor ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap warga yang tidak memiliki mobil.
Padahal, pemilik sepeda motor juga membayar pajak yang uangnya digunakan untuk perbaikan jalan. “Saya rasa pemerintah lebih mementingkan kalangan menengah ke atas daripada kami yang hanya buruh,” katanya kemarin. Karyawan di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat ini mengatakan, jika memang mau dipisahkan maka jalan untuk pengguna sepeda motor harus bagus seperti di sepanjang Jalan Sudirman dan MH Thamrin.
Saat ini pengguna sepeda motor diharuskan melewati jalur macet seperti kawasan Tanah Abang. Apalagi, jalan-jalan alternatif juga digunakan mobil melintas. Dengan demikian, masyarakat kecil semakin susah. Untuk bisa mencapai Sarinah, Rahadian mengaku dari Harmoni harus melewati Jalan Abdul Muis. Kemudian melewati Jalan Fachrudin, Jalan Mas Mansyur, dan belok kiri di perempatan Jalan Wahid Hasyim.
Saat pagi hari, kawasan tersebut selalu macet karena ada bongkar-muat barang. “Seharusnya pemerintah bisa menertibkan parkir liar terlebih dahulu agar jalan untuk pemotor bisa lancar,” ucapnya. Sementara itu Rudi, karyawan swasta di kawasan Kebon Sirih, mengaku keberadaan bus gratis tidak banyak membantu.
Padahal, fasilitas ini adalah salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat. Namun karena kurang sosialisasi, keberadaan bus ini tidak terlalu dipedulikan. Kemarin dia naik bus gratis, namun hanya ada lima penumpang. Dia juga mempertanyakan apakah keberadaan bus gratis ini akan selamanya atau hanya 1-2 bulan ke depan.
Tidak hanya itu, lanjutnya, untuk bisa mengajak masyarakat menggunakan transportasi umum maka angkutan massal harus lebih nyaman dan infrastrukturnya benar-benar dibenahi. Menurutnya, saat ini mungkin masih nyaman naik bus gratis, namun siapa yang bisa memastikan bahwa keberadaan bus ini akan tetap nyaman. “Kita lihat bus Transjakarta yang sebelumnya dibanggakan, sekarang sudah hampir sama seperti bus lain yang ugalugalan,” ucapnya.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Restu Mulya Budiyanto mengatakan, sepeda motor dinas juga dilarang melintasi kawasan tersebut, terkecuali membawa surat tugas. Jika tidak ada sudah pasti tidak boleh melintasi kawasan tersebut. “Kalau sosialisasi ini berhasil dalam satu bulan, selanjutnya akan kita lakukan penilangan bagi pengendara yang masih membandel,” tuturnya.
Ridwansyah
Jakarta
Rahadian, 29, seorang pengendara motor, mengaku kesulitan ketika larangan motor diberlakukan. Ini karena jalan lainnya menjadi lebih padat. Hal ini tentu saja semakin menyulitkannya mencapai kantor. Dia menilai larangan sepeda motor ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap warga yang tidak memiliki mobil.
Padahal, pemilik sepeda motor juga membayar pajak yang uangnya digunakan untuk perbaikan jalan. “Saya rasa pemerintah lebih mementingkan kalangan menengah ke atas daripada kami yang hanya buruh,” katanya kemarin. Karyawan di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat ini mengatakan, jika memang mau dipisahkan maka jalan untuk pengguna sepeda motor harus bagus seperti di sepanjang Jalan Sudirman dan MH Thamrin.
Saat ini pengguna sepeda motor diharuskan melewati jalur macet seperti kawasan Tanah Abang. Apalagi, jalan-jalan alternatif juga digunakan mobil melintas. Dengan demikian, masyarakat kecil semakin susah. Untuk bisa mencapai Sarinah, Rahadian mengaku dari Harmoni harus melewati Jalan Abdul Muis. Kemudian melewati Jalan Fachrudin, Jalan Mas Mansyur, dan belok kiri di perempatan Jalan Wahid Hasyim.
Saat pagi hari, kawasan tersebut selalu macet karena ada bongkar-muat barang. “Seharusnya pemerintah bisa menertibkan parkir liar terlebih dahulu agar jalan untuk pemotor bisa lancar,” ucapnya. Sementara itu Rudi, karyawan swasta di kawasan Kebon Sirih, mengaku keberadaan bus gratis tidak banyak membantu.
Padahal, fasilitas ini adalah salah satu bentuk pelayanan kepada masyarakat. Namun karena kurang sosialisasi, keberadaan bus ini tidak terlalu dipedulikan. Kemarin dia naik bus gratis, namun hanya ada lima penumpang. Dia juga mempertanyakan apakah keberadaan bus gratis ini akan selamanya atau hanya 1-2 bulan ke depan.
Tidak hanya itu, lanjutnya, untuk bisa mengajak masyarakat menggunakan transportasi umum maka angkutan massal harus lebih nyaman dan infrastrukturnya benar-benar dibenahi. Menurutnya, saat ini mungkin masih nyaman naik bus gratis, namun siapa yang bisa memastikan bahwa keberadaan bus ini akan tetap nyaman. “Kita lihat bus Transjakarta yang sebelumnya dibanggakan, sekarang sudah hampir sama seperti bus lain yang ugalugalan,” ucapnya.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Restu Mulya Budiyanto mengatakan, sepeda motor dinas juga dilarang melintasi kawasan tersebut, terkecuali membawa surat tugas. Jika tidak ada sudah pasti tidak boleh melintasi kawasan tersebut. “Kalau sosialisasi ini berhasil dalam satu bulan, selanjutnya akan kita lakukan penilangan bagi pengendara yang masih membandel,” tuturnya.
Ridwansyah
Jakarta
(bbg)