Macet Tetap Saja Parah
A
A
A
JAKARTA - Kemacetan lalu lintas di Bundaran HI (Jalan MH Thamrin) hingga Medan Merdeka Barat, Jakarta Barat tetap saja parah meski larangan sepeda motor resmi diberlakukan kemarin.
Dari pantauan kemarin, kemacetan lalu lintas masih mendera Jalan MH Thamrin, terutama saat jam pulang kerja. Hanya di kawasan larangan sepeda motor tersebut terlihat lebih rapi. Tempat parkir juga tidak dipenuhi sepeda motor. Pengendara sepeda motor lebih memilih melalui jalan alternatif, daripada naik bus gratis yang disediakan Pemprov DKI Jakarta.
Di sejumlah titik yang dijadikan jalur alternatif, kemacetan lalu lintas relatif sama dengan sebelumnya. Baik itu di Jalan Fachrudin, Mas Mansyur, Abdul Muis, maupun Jalan Agus Salim (Sabang). Pengendara roda dua tetap berusaha mencari celah di sela-sela mobil untuk bisa melaju lebih cepat. Para pengguna sepeda motor mengaku sulit dibedakan kemacetan sebelum dan sesudah larangan melintas diberlakukan.
“Tidak tahu saya ini macet di sini (JalanMasMansyur) karenaapa. Sepertinya hampir sama dengan yang kemarin-kemarin macetnya,” kata Henny Lubis, 25, karyawati di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, kepada KORAN SINDO kemarin. Setiap hari Henny biasa melintas di Jalan Mas Mansyur dari arah Tebet, Jakarta Selatan menuju Jalan Abdul Muis, tempatnya bekerja.
Kemarin rute itu dijadikan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta sebagai jalan alternatif bagi pengendara yang biasa melintas di sepanjang Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat. Selama berlalu lintas di sana, Henny memang harus berjuang keras melawan macet untuk sampai ke kantornya.
Di pagi hari, dia membutuhkan waktu hampir 45 menit. “Itu kalau berangkat lebih pagi. Terlambat 15 menit bisa tertahan di Jalan Mas Mansyur beberapa menit. Sampai kantor memakan waktu satu jam,” sebutnya. Namun, kemarin dia membutuhkan waktu 15 lebih lama dari biasanya. Bintang Pradewo, 28, seorang karyawan swasta di bilangan Kebon Sirih, mengaku sangat terganggu atas kemacetan di Jalan Jatibaru.
Di ruas itu, kemacetan dirasakan sangat padat. Bahkan, jalan satu arah dekat Hotel Milenium dari arah Stasiun Tanah Abang menuju Jalan Kebon Sirih tidak mampu menampung kendaraan. Padahal, jalan tersebut memuat jalur cukup banyak. “Saya tidak setuju kalau larangan sepeda motor diberlakukan. Efeknya ke manamana. Buktinya sekarang,” ungkapnya.
Pengamat transportasi Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto mengatakan, sulitnya masyarakat membedakan kemacetan setelah pemberlakuan larangan motor melintas dengan sebelumnya membuktikan kemacetan di Ibu Kota sudah luar biasa. Masyarakat sulit mencari ruas jalan yang lancar dan dapat melaju tanpa hambatan.
Dia menduga banyak faktor yang menyebabkan lalu lintas jalan alternatif tidak mengalami perubahan signifikan. Pertama, masyarakat sudah berupaya lebih awal untuk mengubah pola perjalanan. Baik secara waktu maupun jalan yang dipakai. Kedua, sepanjang Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat bukan menjadi tujuan utama perjalanan masyarakat.
Ketiga, pengguna sepeda motor menggunakan akses jalan belakang. Keempat, masyarakat memanfaatkan lahan parkir lain dan menggunakan angkutan umum maupun bus tingkat gratis. “Efek kemacetan luar biasa akan lebih berasa kalau ERP (electronic road pricing) diterapkan. Kalau sepeda motor itu tidak akan memakan ruas jalan terlalu luas,” ungkapnya.
Kepala Dishub DKI Jakarta M Akbar menuturkan, pada hari pertama pihaknya baru menerjunkan lima bus tingkat dan 10 bus Transjakarta sebagai angkutan gratis tambahan di sepanjang Jalan MH Thamrin- Medan Merdeka Barat. Bus itu mengakomodasi pengguna jalan yang terpaksa harus berganti moda.
“Bus itu muncul sekali 10 menit di halte. Tidak ada yang telantar dengan kebijakan itu,” ungkapnya. Polda Metro Jaya mengklaim hari pertama larangan sepeda motor berlangsung kondusif. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, situasi terkendali terutama pada pagi hari. Menurutnya, larangan sepeda motor melintas juga berlaku pada hari libur dan akhir pekan.
Ilham safutra/Helmi syarif
Dari pantauan kemarin, kemacetan lalu lintas masih mendera Jalan MH Thamrin, terutama saat jam pulang kerja. Hanya di kawasan larangan sepeda motor tersebut terlihat lebih rapi. Tempat parkir juga tidak dipenuhi sepeda motor. Pengendara sepeda motor lebih memilih melalui jalan alternatif, daripada naik bus gratis yang disediakan Pemprov DKI Jakarta.
Di sejumlah titik yang dijadikan jalur alternatif, kemacetan lalu lintas relatif sama dengan sebelumnya. Baik itu di Jalan Fachrudin, Mas Mansyur, Abdul Muis, maupun Jalan Agus Salim (Sabang). Pengendara roda dua tetap berusaha mencari celah di sela-sela mobil untuk bisa melaju lebih cepat. Para pengguna sepeda motor mengaku sulit dibedakan kemacetan sebelum dan sesudah larangan melintas diberlakukan.
“Tidak tahu saya ini macet di sini (JalanMasMansyur) karenaapa. Sepertinya hampir sama dengan yang kemarin-kemarin macetnya,” kata Henny Lubis, 25, karyawati di Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, kepada KORAN SINDO kemarin. Setiap hari Henny biasa melintas di Jalan Mas Mansyur dari arah Tebet, Jakarta Selatan menuju Jalan Abdul Muis, tempatnya bekerja.
Kemarin rute itu dijadikan Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta sebagai jalan alternatif bagi pengendara yang biasa melintas di sepanjang Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat. Selama berlalu lintas di sana, Henny memang harus berjuang keras melawan macet untuk sampai ke kantornya.
Di pagi hari, dia membutuhkan waktu hampir 45 menit. “Itu kalau berangkat lebih pagi. Terlambat 15 menit bisa tertahan di Jalan Mas Mansyur beberapa menit. Sampai kantor memakan waktu satu jam,” sebutnya. Namun, kemarin dia membutuhkan waktu 15 lebih lama dari biasanya. Bintang Pradewo, 28, seorang karyawan swasta di bilangan Kebon Sirih, mengaku sangat terganggu atas kemacetan di Jalan Jatibaru.
Di ruas itu, kemacetan dirasakan sangat padat. Bahkan, jalan satu arah dekat Hotel Milenium dari arah Stasiun Tanah Abang menuju Jalan Kebon Sirih tidak mampu menampung kendaraan. Padahal, jalan tersebut memuat jalur cukup banyak. “Saya tidak setuju kalau larangan sepeda motor diberlakukan. Efeknya ke manamana. Buktinya sekarang,” ungkapnya.
Pengamat transportasi Universitas Tarumanegara Leksmono Suryo Putranto mengatakan, sulitnya masyarakat membedakan kemacetan setelah pemberlakuan larangan motor melintas dengan sebelumnya membuktikan kemacetan di Ibu Kota sudah luar biasa. Masyarakat sulit mencari ruas jalan yang lancar dan dapat melaju tanpa hambatan.
Dia menduga banyak faktor yang menyebabkan lalu lintas jalan alternatif tidak mengalami perubahan signifikan. Pertama, masyarakat sudah berupaya lebih awal untuk mengubah pola perjalanan. Baik secara waktu maupun jalan yang dipakai. Kedua, sepanjang Jalan MH Thamrin-Medan Merdeka Barat bukan menjadi tujuan utama perjalanan masyarakat.
Ketiga, pengguna sepeda motor menggunakan akses jalan belakang. Keempat, masyarakat memanfaatkan lahan parkir lain dan menggunakan angkutan umum maupun bus tingkat gratis. “Efek kemacetan luar biasa akan lebih berasa kalau ERP (electronic road pricing) diterapkan. Kalau sepeda motor itu tidak akan memakan ruas jalan terlalu luas,” ungkapnya.
Kepala Dishub DKI Jakarta M Akbar menuturkan, pada hari pertama pihaknya baru menerjunkan lima bus tingkat dan 10 bus Transjakarta sebagai angkutan gratis tambahan di sepanjang Jalan MH Thamrin- Medan Merdeka Barat. Bus itu mengakomodasi pengguna jalan yang terpaksa harus berganti moda.
“Bus itu muncul sekali 10 menit di halte. Tidak ada yang telantar dengan kebijakan itu,” ungkapnya. Polda Metro Jaya mengklaim hari pertama larangan sepeda motor berlangsung kondusif. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Rikwanto mengatakan, situasi terkendali terutama pada pagi hari. Menurutnya, larangan sepeda motor melintas juga berlaku pada hari libur dan akhir pekan.
Ilham safutra/Helmi syarif
(bbg)