Pengiriman TKI ke Timteng Dihentikan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) menegaskan moratorium pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) informal ke Timur Tengah (Timteng) akan terus berlanjut.
Keputusan tersebut diambil menyusul tidak adanya kepastian hukum bagi pekerja migran di negara-negara tersebut. Menaker Muh Hanif Dhakiri mengatakan, Indonesia tidak akan mengirimkan pekerja migran sektor informal untuk negara yang tidak mempunyai sanksi hukum kepada majikan yang sering menganiaya TKI.
”Jika warga negaranya saja berbuat salah tidak dihukum, bagaimana dengan nanti nasib TKI. Kita pun tidak mau ada lagi kasus TKI dianiaya, tetapi majikannya tidak diseret ke pengadilan,” katanya seusai acara Transmigration Award di Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kemarin. Hanif menjelaskan, Pemerintah Indonesia sendiri diwajibkan memperjelas hak dan tanggung jawab buruh migran.
Akan tetapi, pertimbangan lain untuk pengiriman TKI adalah negara penempatan juga harus mempunyai skema hukum yang jelas saat majikan memperlakukan TKI dengan tidak benar. Jangan sampai, menurut Hanif, calon pekerja hanya terbuai dengan gaji besar, tetapi ketika pelanggaran hak asasi manusia terjadi proses hukumnya tidak jelas.
Dia tidak takut moratorium total ini akan menjadi kebijakan yang tidak populer karena perlindungan TKI di Timteng harus dibenahi dulu. Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah berpesan, negara tidak pernah hadir dalam melayani pekerja migran. Hal ini ditandai dengan peran calo dalam proses rekrutmen calon PRT migran.
Survei yang dilakukan Migrant Care memperlihatkan lebih dari 80% calon PLRT migran yang akan berangkat ke luar negeri dilayani oleh calo karena ketidakhadiran layanan pemerintah. Pola ini yang menjadikan biaya penempatan buruh migran ke luar negeri mahal dan menyebabkan jeratan hutang.
Neneng zubaidah
Keputusan tersebut diambil menyusul tidak adanya kepastian hukum bagi pekerja migran di negara-negara tersebut. Menaker Muh Hanif Dhakiri mengatakan, Indonesia tidak akan mengirimkan pekerja migran sektor informal untuk negara yang tidak mempunyai sanksi hukum kepada majikan yang sering menganiaya TKI.
”Jika warga negaranya saja berbuat salah tidak dihukum, bagaimana dengan nanti nasib TKI. Kita pun tidak mau ada lagi kasus TKI dianiaya, tetapi majikannya tidak diseret ke pengadilan,” katanya seusai acara Transmigration Award di Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi kemarin. Hanif menjelaskan, Pemerintah Indonesia sendiri diwajibkan memperjelas hak dan tanggung jawab buruh migran.
Akan tetapi, pertimbangan lain untuk pengiriman TKI adalah negara penempatan juga harus mempunyai skema hukum yang jelas saat majikan memperlakukan TKI dengan tidak benar. Jangan sampai, menurut Hanif, calon pekerja hanya terbuai dengan gaji besar, tetapi ketika pelanggaran hak asasi manusia terjadi proses hukumnya tidak jelas.
Dia tidak takut moratorium total ini akan menjadi kebijakan yang tidak populer karena perlindungan TKI di Timteng harus dibenahi dulu. Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah berpesan, negara tidak pernah hadir dalam melayani pekerja migran. Hal ini ditandai dengan peran calo dalam proses rekrutmen calon PRT migran.
Survei yang dilakukan Migrant Care memperlihatkan lebih dari 80% calon PLRT migran yang akan berangkat ke luar negeri dilayani oleh calo karena ketidakhadiran layanan pemerintah. Pola ini yang menjadikan biaya penempatan buruh migran ke luar negeri mahal dan menyebabkan jeratan hutang.
Neneng zubaidah
(bbg)