Bedah Robotik Makin Diminati
A
A
A
Sejak pertama kali diperkenalkan pada 1983 di Kanada, teknologi bedah robotik (robotic surgery) terus berkembang. Dengan berbagai kelebihan dibandingkan teknik bedah konvensional, pembedahan dengan menggunakan bantuan sistem robot ini semakin diminati pasien.
Salah satu keuntungan dari teknologi bedah robotik adalah bagianbagian yang sulit dijangkau tangan dokter kini dapat disentuh. Para peneliti di University of California Los Angeles (UCLA) baru-baru ini mengklaim telah berhasil menangani kasus kanker tenggorokan yang dialami pasien David Alpern dengan sistem tersebut.
Sebuah terbosan karena sebelumnya teknik tersebut sulit menyentuh bagian kepala dan leher. Direktur Bedah Robotik Kepala dan Leher di UCLA Abie Mendelsohn mengatakan, prosedur penanganan bedah itu cukup sulit. “Sebab kanker terletak jauh di dalam tenggorokan dan memerlukan pemulihan yang lama,” ujarnya. Untuk operasi itu, dia bersama rekan-rekannya di UCLA Medical Center mempelajari teknologi robot baru yang disebut trans-oral robotic surgery (TORS).
Sistem ini menggunakan prosedur invasif minimal, yaitu robot bedah dengan kamera tiga dimensi (3D) dikendalikan dokter terlatih.“Bedah pada kankertenggorokan ini akan melibatkan lengan robot yang akan masuk ke dalam mulut pasien menuju tenggorokan sehingga tidak perlu sayatan eksternal,” terangnya.
Bedah robotik merupakan bentuk pengembangan teknologi kedokteran yakni menggunakan sistem robot untuk membantu prosedur pembedahan. Meski bersifat robotik yang dilengkapi komputer, sistem ini tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Dengan kata lain dokter ahli masih berperan dalam tindakan operasinya.
Bedah robotik seperti penggabungan sistem operasi pembedahan laparatomi dan laparoskopi. Untuk diketahui pembedahan laparatomi dapat melihat jelas permasalahan pada kasus pembedahan karena sayatan yang lebar. Sementara dari bedah laparos-kopi, bekas luka dari operasi kecil dan tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk proses pemulihan.
Kedua keuntungan itu berlaku di sistem robot ini. Pada 1997 perusahaan Intuitive Surgical (Amerika Serikat) melakukan produksi massal alat bedah robotik untuk keperluan medis. Alat itu dikenal sebagai Da Vinci Surgical System yang kini telah digunakan di rumah sakit di berbagai negara
Penerapan di Indonesia
Di Indonesia, bedah robotik dipelopori RS Bunda Jakarta. Dari pertama kali digunakan pada 2012 hingga sekarang, rumah sakit ini telah menangani 110 pasien. Dari hitungan rata-rata setidaknya terdapat 50 pasien ditangani dengan sistem itu tiap tahun. Menurut Koordinator Advanced Robotic and Minimally Invasive Surgery dr Sita Ayu Arumi, SpOG, pembedahan dengan sistem robotik dapat membantu proses bedah menjadi lebih mudah.
“Bedah robotik dilengkapi dengan kamera 3 dimensi. Cukup dengan kamera sudah seperti masuk dan melihat ke dalam perut pasien. Apalagi kamera bisa di zoom out atau zoom in sehingga lebih mudah melihatnya,” papar wanita kelahiran Banyuwangi tersebut. Keuntungan lainnya dari bedah robotik, yaitu luka bekas operasi sangat kecil, sekitar 1–2 cm saja.
Hal itu berbeda dengan bedah biasa seperti bedah laparatomi yang menyisakan luka sayatan besar sekitar 10–15 cm. Efeknya, proses penyembuhan relatif tidak butuh waktu lama. ”Bahkan memungkinkan pasien untuk cepat pulang setelah satu hari operasi selesai. Pasien saya juga ada yang langsung bekerja setelah dua hari pascaoperasi,” ujarnya.
Dia melanjutkan, keuntungan lainnya adalah bedah robotik dapat mengurangi risiko kehilangan darah. Teknologi bedah robotik juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Pasalnya, jika pada operasi biasa sering terjadi tremor atau tangan dokter yang bergetar dan memengaruhi hasil operasi, dengan bedah robotik kejadian seperti itu tidak mempengaruhi.
“Apabila dokter bergerak dan mundur dari alat itu beberapa jarak, robot akan langsung berada pada posisi stand by,” terang Sita. Operasi dengan bedah robotik juga memungkinkan terjadinya tindakan operasi jarak jauh, yakni dokter tidak perlu berada di samping pasien, bahkan bisa beda ruangan dan negara.
“Contohnya operasi di Indonesia, tetapi dokternya berada di Amerika, hal itu bisa dilakukan. Tapi itu membutuhkan koneksi yang bagus melalui jaringan internet,” ujarnya.Proses bedah robotik juga membutuhkan tim dokter yang sama dengan operasi biasa, tidak ada yang berbeda. Persiapan operasi untuk docking (pemasangan alat-alat operasi) hanya perlu waktu lima menit saja. Lebih lanjut Sita memerinci, alat bedah robotik terdiri atas tiga bagian.
Pertama surgeon console. Alat ini berfungsi sebagai panel kendali yang digunakan dokter ketika operasi berlangsung. Dari alat ini, dokter mengendalikan semua fungsi robot. Kedua vision cart. Alat-alat ini terdiri atas audio, layar beresolusi tinggi untuk melihat kondisi pasien, termasuk juga cahaya. Terakhir adalah patient cart, terdiri atas lengan-lengan robot yang bergerak dan menjadi pengganti dari tangan dokter.
Salah satu lengan robotnya adalah kamera yang memantau keadaan di dalam tubuh pasien. Lengan yang dapat berputar fleksibel hingga 360 derajat ini berfungsi mengendalikan gunting, pinset, dan alat bedah lainnya. Bedah robotik juga bisa menangani berbagai macam tindakan pembedahan.
Namun saat ini di Rumah Sakit Bunda Jakarta, tindakan bedah yang dilakukan seperti histerektomi (angkat rahim), mioma uteri (pengangkatan mioma), kista overium, prostatektomi radikal (operasi kanker prostat), dan operasi kanker usus. Kesulitan yang dialami saat ini adalah bagaimana memberikan edukasi kepada masyarakat tentang hadirnya teknologi baru ini.
“Masih banyak masyarakat belum tahu bahwa teknologi bedah menggunakan sistem robot sudah ada, bahkan Indonesia sudah memilikinya. Mereka banyak pergi ke luar negeri seperti Singapura untuk melakukan operasi itu. Padahal biaya operasi jauh lebih murah di Indonesia daripada di Singapura,” ungkap Sita.
Ia menambahkan, hampir setengah dari jumlah pasien bedah robotik di Singapura dari Indonesia. Biaya yang perlu dikeluarkan untuk melakukan operasi bedah robotik sekitar Rp58 juta, jauh lebih murah dibandingkan dengan Singapura yang mematok harga sekitar Rp250 juta dan Malaysia sekitar Rp200 juta. Maka dari itu, pasien yang datang untuk melakukan operasi bedah robotik di Rumah Sakit Bunda bukan hanya berasal dari masyarakat dalam negeri, tapi juga ada dari Singapura dan India.
Selebihnya datang dari Jakarta, Sumatera, Kalimantan, dan daerah lainnya. Walaupun satu unit perlengkapan bedah robotik tidaklah murah, tetapi Sita yakin alat ini akan sangat bermanfaat di kemudian hari. Selain soal alat, tidak semua dokter dapat menangani bedah robotik. “Dokterharusmelewatitigatahappenelitian. Mulai dari online training, overseas training, dan praktik bedah robotik dengan pendampingan dari dokter luar negeri yang kompeten,” jelasnya.
Dina angelina
Salah satu keuntungan dari teknologi bedah robotik adalah bagianbagian yang sulit dijangkau tangan dokter kini dapat disentuh. Para peneliti di University of California Los Angeles (UCLA) baru-baru ini mengklaim telah berhasil menangani kasus kanker tenggorokan yang dialami pasien David Alpern dengan sistem tersebut.
Sebuah terbosan karena sebelumnya teknik tersebut sulit menyentuh bagian kepala dan leher. Direktur Bedah Robotik Kepala dan Leher di UCLA Abie Mendelsohn mengatakan, prosedur penanganan bedah itu cukup sulit. “Sebab kanker terletak jauh di dalam tenggorokan dan memerlukan pemulihan yang lama,” ujarnya. Untuk operasi itu, dia bersama rekan-rekannya di UCLA Medical Center mempelajari teknologi robot baru yang disebut trans-oral robotic surgery (TORS).
Sistem ini menggunakan prosedur invasif minimal, yaitu robot bedah dengan kamera tiga dimensi (3D) dikendalikan dokter terlatih.“Bedah pada kankertenggorokan ini akan melibatkan lengan robot yang akan masuk ke dalam mulut pasien menuju tenggorokan sehingga tidak perlu sayatan eksternal,” terangnya.
Bedah robotik merupakan bentuk pengembangan teknologi kedokteran yakni menggunakan sistem robot untuk membantu prosedur pembedahan. Meski bersifat robotik yang dilengkapi komputer, sistem ini tidak dapat mengambil keputusan sendiri. Dengan kata lain dokter ahli masih berperan dalam tindakan operasinya.
Bedah robotik seperti penggabungan sistem operasi pembedahan laparatomi dan laparoskopi. Untuk diketahui pembedahan laparatomi dapat melihat jelas permasalahan pada kasus pembedahan karena sayatan yang lebar. Sementara dari bedah laparos-kopi, bekas luka dari operasi kecil dan tidak perlu membutuhkan waktu yang lama untuk proses pemulihan.
Kedua keuntungan itu berlaku di sistem robot ini. Pada 1997 perusahaan Intuitive Surgical (Amerika Serikat) melakukan produksi massal alat bedah robotik untuk keperluan medis. Alat itu dikenal sebagai Da Vinci Surgical System yang kini telah digunakan di rumah sakit di berbagai negara
Penerapan di Indonesia
Di Indonesia, bedah robotik dipelopori RS Bunda Jakarta. Dari pertama kali digunakan pada 2012 hingga sekarang, rumah sakit ini telah menangani 110 pasien. Dari hitungan rata-rata setidaknya terdapat 50 pasien ditangani dengan sistem itu tiap tahun. Menurut Koordinator Advanced Robotic and Minimally Invasive Surgery dr Sita Ayu Arumi, SpOG, pembedahan dengan sistem robotik dapat membantu proses bedah menjadi lebih mudah.
“Bedah robotik dilengkapi dengan kamera 3 dimensi. Cukup dengan kamera sudah seperti masuk dan melihat ke dalam perut pasien. Apalagi kamera bisa di zoom out atau zoom in sehingga lebih mudah melihatnya,” papar wanita kelahiran Banyuwangi tersebut. Keuntungan lainnya dari bedah robotik, yaitu luka bekas operasi sangat kecil, sekitar 1–2 cm saja.
Hal itu berbeda dengan bedah biasa seperti bedah laparatomi yang menyisakan luka sayatan besar sekitar 10–15 cm. Efeknya, proses penyembuhan relatif tidak butuh waktu lama. ”Bahkan memungkinkan pasien untuk cepat pulang setelah satu hari operasi selesai. Pasien saya juga ada yang langsung bekerja setelah dua hari pascaoperasi,” ujarnya.
Dia melanjutkan, keuntungan lainnya adalah bedah robotik dapat mengurangi risiko kehilangan darah. Teknologi bedah robotik juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi. Pasalnya, jika pada operasi biasa sering terjadi tremor atau tangan dokter yang bergetar dan memengaruhi hasil operasi, dengan bedah robotik kejadian seperti itu tidak mempengaruhi.
“Apabila dokter bergerak dan mundur dari alat itu beberapa jarak, robot akan langsung berada pada posisi stand by,” terang Sita. Operasi dengan bedah robotik juga memungkinkan terjadinya tindakan operasi jarak jauh, yakni dokter tidak perlu berada di samping pasien, bahkan bisa beda ruangan dan negara.
“Contohnya operasi di Indonesia, tetapi dokternya berada di Amerika, hal itu bisa dilakukan. Tapi itu membutuhkan koneksi yang bagus melalui jaringan internet,” ujarnya.Proses bedah robotik juga membutuhkan tim dokter yang sama dengan operasi biasa, tidak ada yang berbeda. Persiapan operasi untuk docking (pemasangan alat-alat operasi) hanya perlu waktu lima menit saja. Lebih lanjut Sita memerinci, alat bedah robotik terdiri atas tiga bagian.
Pertama surgeon console. Alat ini berfungsi sebagai panel kendali yang digunakan dokter ketika operasi berlangsung. Dari alat ini, dokter mengendalikan semua fungsi robot. Kedua vision cart. Alat-alat ini terdiri atas audio, layar beresolusi tinggi untuk melihat kondisi pasien, termasuk juga cahaya. Terakhir adalah patient cart, terdiri atas lengan-lengan robot yang bergerak dan menjadi pengganti dari tangan dokter.
Salah satu lengan robotnya adalah kamera yang memantau keadaan di dalam tubuh pasien. Lengan yang dapat berputar fleksibel hingga 360 derajat ini berfungsi mengendalikan gunting, pinset, dan alat bedah lainnya. Bedah robotik juga bisa menangani berbagai macam tindakan pembedahan.
Namun saat ini di Rumah Sakit Bunda Jakarta, tindakan bedah yang dilakukan seperti histerektomi (angkat rahim), mioma uteri (pengangkatan mioma), kista overium, prostatektomi radikal (operasi kanker prostat), dan operasi kanker usus. Kesulitan yang dialami saat ini adalah bagaimana memberikan edukasi kepada masyarakat tentang hadirnya teknologi baru ini.
“Masih banyak masyarakat belum tahu bahwa teknologi bedah menggunakan sistem robot sudah ada, bahkan Indonesia sudah memilikinya. Mereka banyak pergi ke luar negeri seperti Singapura untuk melakukan operasi itu. Padahal biaya operasi jauh lebih murah di Indonesia daripada di Singapura,” ungkap Sita.
Ia menambahkan, hampir setengah dari jumlah pasien bedah robotik di Singapura dari Indonesia. Biaya yang perlu dikeluarkan untuk melakukan operasi bedah robotik sekitar Rp58 juta, jauh lebih murah dibandingkan dengan Singapura yang mematok harga sekitar Rp250 juta dan Malaysia sekitar Rp200 juta. Maka dari itu, pasien yang datang untuk melakukan operasi bedah robotik di Rumah Sakit Bunda bukan hanya berasal dari masyarakat dalam negeri, tapi juga ada dari Singapura dan India.
Selebihnya datang dari Jakarta, Sumatera, Kalimantan, dan daerah lainnya. Walaupun satu unit perlengkapan bedah robotik tidaklah murah, tetapi Sita yakin alat ini akan sangat bermanfaat di kemudian hari. Selain soal alat, tidak semua dokter dapat menangani bedah robotik. “Dokterharusmelewatitigatahappenelitian. Mulai dari online training, overseas training, dan praktik bedah robotik dengan pendampingan dari dokter luar negeri yang kompeten,” jelasnya.
Dina angelina
(bbg)