KPI Tak Ingin Gegabah Sikapi TPI

Kamis, 11 Desember 2014 - 11:38 WIB
KPI Tak Ingin Gegabah Sikapi TPI
KPI Tak Ingin Gegabah Sikapi TPI
A A A
JAKARTA - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tidak ingin gegabah dalam menyikapi sengketa kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Meski Mahkamah Agung (MA) menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan salah satu kubu, KPI memilih menunggu hasil akhir kasus ini hingga didapat putusan berkekuatan hukum tetap.

“Kami hanya menunggu keputusan hukum yang inkracht mana,” kata Wakil Ketua KPI Idy Muzayyad di Kantor KPI, Ja karta, kemarin. Dia mengatakan, KPI tidak ingin mencampuri semua proses penyelesaian yang tengah berjalan, baik di pengadilan maupun di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

“Ya eng gak tahu, apakah BANI itu pro ses lain atau sama di luar peradilan umum. Tapi, kami tidak bisa intervensi untuk urusan dan kedudukan hu kum,” ungkapnya. Sebelumnya MA menolak PK yang diajukan PT Berkah Karya Bersama (BKB) terkait kepemilikan TPI.

Belakangan berembus kabar putusan muncul karena ada permainan uang yang diduga dilakukan hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Apalagi, dua kubu sebelumnya bersepakat mem bawa sengketa kepemilikan TPI ini ke BANI. Ketika proses di BANI ini pengadilan umum tidak boleh mengeluarkan putusan apa pun.

“Pokoknya, hukum sudah bilang begitu, kita tidak boleh mencampuri itu. Yang penting proses hukum sudah ber jalan. Kami tidak bisa menanggapi proses hukum itu,” tambah Idy. Sebelumnya kubu Tutut men datangi KPI untuk meminta lembaga independen tersebut melakukan eksekusi terhadap frekuensi TPI.

“Kami mengadu ke KPI membicarakan soal frekuensi TPI yang masih di gunakan pihak yang menggunakan,” ungkap kuasa hukum Tutut, Hary Ponto. Namun, permintaan tersebut tampaknya tidak ditanggapi KPI yang memilih menunggu hasil akhir dari sengketa serta tidak mencampuri urusan apa pun sebelum ada ketetapan hukum.

“Secara terbuka kami me minta agar sesuai kewenang annya, apakah mungkin KPI melakukan semacam eksekusi frekuensi, namun sekali lagi ini belum bisa dijawab oleh KPI,” ungkap Corporate Secretary kubu Tutut, Melki Maka Lena. Sementara itu, tim investigasi Komisi Yudisial (KY) menyatakan tidak ingin terburuburu mengambil kesimpulan da lam penelusuran dugaan pelanggaran kode etik tiga hakim MA dalam sengketa kepemilikan saham TPI.

Komisioner KY Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Eman Suparman mengatakan, cara kerja tim investigasi sangat rahasia sehingga tidak gampang diakses oleh pihak mana pun. Sejauh ini Eman belum mendapat laporan dari tim investigasi. “Laporan investigasi itu harus disampaikan dalam pleno ke kami dan hasil pleno itulah yang boleh diinformasikan,” sebut dia.

Menyangkut kapan waktu terakhir bagi tim investigasi menyampaikan laporan, Eman me nyatakan, itu diserahkan sepenuhnya kepada tim investigasi. KY tidak ingin menarget da lam menelusuri dugaan penyimpangan yang dilakukan para hakim tersebut. “Artinya, kami ini kerja tidak pakai target kalau itu menyangkut investigasi karena susah investigasi pakai target,” ungkapnya.

Eman mengaku, ada dua langkah yang dilakukan KY untuk menelusuri dugaan pelanggaran kodeetik hakim dalam perkara sengketa TPI. Pertama, me makai langkah anotasi (memeriksa putusan). Kedua, melakukan investigasi yang dikerjakan tim investigasi untuk mencari bukti-bukti akurat di lapangan.

Sebelumnya, pengamat hukum bisnis Frans Hendra Winarta mengatakan, langkah penyelesaian sengketa TPI melalui BANI sudah sangat tepat. Para arbitrer yang akan memproses sengketa bisnis adalah para pihak yang expert (ahli) dan berpengalaman di bidang yang disengketakan.

“Mereka yang menjadi arbitrer adalah ahli di bidang yang disengketakan dan diyakini mam pu bisa membantu menyelesaikan sengketa. Jadi kemampuan mereka menyelesaikan masalah tak usah diragukan lagi,” kata dia. Jika bersengketa bisnis jalan tol, ujarnya, dipilih para arbitrer yang punya pengalaman dibidang jalan tol.

Bila sengketa saham, diselesaikan oleh para arbitrer yang ahli masalah saham, begitu juga bidang minyak dan sebagainya. Bisnis tak lepas dari kemungkinan terjadi sengketa. “Sengketa tidak terelakkan dan sering terjadi,” ungkapnya. Sengketa itu bisa karena pembagian keuntungan, soal saham, atau soal kebijakan.

Namun, lanjut Frans, jika dua pihak bersengketa sudah bersepakat menunjuk arbitrer yang dikenal oleh dua pihak dan tidak terikat oleh apa pun atau bisa disebut pihak swasta untuk membantu menyelesaikan seng keta, seharusnya tidak direcoki oleh pengadilan.

Dian ramdhani
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8104 seconds (0.1#10.140)