KPK Usut Kasus Obligor BLBI
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut dugaan keterlibatan mantan pemilik PT Bank Dagang Nasional Indonesia Sjamsul Nursalim dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi pemberian surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Itu diungkapkan mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi seusai dimintai keterangan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Laks-panggilan akrab Laksamana Sukardi - tiba di KPK pukul 10.15 WIB. Laks baru keluar ruang pemeriksaan sekitar pukul 18.21 WIB. Laks memastikan pemeriksaannya untuk mendalami kasus Sjamsul Nursalim, obligor dan debitur penerima SKL BLBI.
“Diminta keterangan masalah pemberian surat keterangan lunas (SKL) dan saya juga diminta melengkapi informasi- informasi. Masalah SKLnya dan obligor Sjamsul Nursalim,” ungkap dia tadi malam. Kepada penyidik, mantan politikus PDIP ini menjelaskan masalah kebijakan penerbitan dan pemberian SKL.
Menurut dia, dasar pemberian SKL adalah Tap MPR Nomor 10/2001, UU Nomor 25/2001 tentang Propenas, dan Instruksi Presiden (inpres) Nomor 8/2002. Semua ini out of court settlement atau pemberian kepastian hukum kepada obligor-obligor. Memang, ujar Laks, obligor yang telah memenuhi kewajiban pemegang saham yang membayar itu harus diberikan kepastian hukum karena obligor mau menandatangani perjanjian.
“Ada juga obligor lari yang tidak mau menandatangani apa-apa dan itu juga sampai sekarang saya kira mereka masih bebas. Mungkin ada delapan atau sembilan orang yang ternyata lari, tapi sekarang sudah kembali,” ungkapnya. Menurut Laks, semangat UU dan Tap MPR saat itu adalah memberikan intensif kepada obligor-obligor yang koperatif dan memenuhi kewajiban pemegang saham.
Namun, bagi yang tidak koperatif harus diambil tindakan tegas berupa penyitaan aset. Dia membeberkan, buronan BLBI yang lari ke luar negeri adalah obligor yang tidak memiliki SKL. Dia pun mengklaim kebijakan pemberian SKL itu kebijakan yang benar. “Presiden Megawati Soekarnoputri (saat itu) minta harus stick (tetap) memenuhi perjanjian yang ada.
Tetapi, dalam UU Propenas dijelaskan harus diberikan intensif bagi mereka yang koperatif. Bagi yang tidak koperatif harus diserahkan pada proses hukum. Tentu saja ada proses- prosesyangsedangdidalami, begitu,” paparnya. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan dan Pencegahan Zulkarnain menyatakan, kasus SKL BLBI adalah kasus lama dan sulit untuk diurai dan diungkap.
Banyak hal yang perlu didalami KPK, termasuk juga pendapat ahli. Dia menuturkan, permintaan keterangan terhadap Laksamana Sukardi kemarin punya tujuan tertentu. “Berkaitan dengan kredit-kredit danpenyelesaiannya,” katadia.
Dia menyampaikan, masih dilakukan pendalaman intensif atas kasus ini.Pendalaman alat buktinya masih membutuhkan waktu. “Itu artinya masih tahap pendalaman kasus. Barang kali kita bisa memperkuat buktinya,” ungkapnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, KPK sudah mengirimkan surat permintaan cegah dan tangkal (cekal) ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas nama Lusiana Yanti Hanafiah dari swasta berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemberian sesuatu kepada pegawai negeri dan/atau penyelenggara negara dalam pemberian perizinan lahan tanah.
Sabir laluhu
Itu diungkapkan mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi seusai dimintai keterangan di Gedung KPK, Jakarta, kemarin. Laks-panggilan akrab Laksamana Sukardi - tiba di KPK pukul 10.15 WIB. Laks baru keluar ruang pemeriksaan sekitar pukul 18.21 WIB. Laks memastikan pemeriksaannya untuk mendalami kasus Sjamsul Nursalim, obligor dan debitur penerima SKL BLBI.
“Diminta keterangan masalah pemberian surat keterangan lunas (SKL) dan saya juga diminta melengkapi informasi- informasi. Masalah SKLnya dan obligor Sjamsul Nursalim,” ungkap dia tadi malam. Kepada penyidik, mantan politikus PDIP ini menjelaskan masalah kebijakan penerbitan dan pemberian SKL.
Menurut dia, dasar pemberian SKL adalah Tap MPR Nomor 10/2001, UU Nomor 25/2001 tentang Propenas, dan Instruksi Presiden (inpres) Nomor 8/2002. Semua ini out of court settlement atau pemberian kepastian hukum kepada obligor-obligor. Memang, ujar Laks, obligor yang telah memenuhi kewajiban pemegang saham yang membayar itu harus diberikan kepastian hukum karena obligor mau menandatangani perjanjian.
“Ada juga obligor lari yang tidak mau menandatangani apa-apa dan itu juga sampai sekarang saya kira mereka masih bebas. Mungkin ada delapan atau sembilan orang yang ternyata lari, tapi sekarang sudah kembali,” ungkapnya. Menurut Laks, semangat UU dan Tap MPR saat itu adalah memberikan intensif kepada obligor-obligor yang koperatif dan memenuhi kewajiban pemegang saham.
Namun, bagi yang tidak koperatif harus diambil tindakan tegas berupa penyitaan aset. Dia membeberkan, buronan BLBI yang lari ke luar negeri adalah obligor yang tidak memiliki SKL. Dia pun mengklaim kebijakan pemberian SKL itu kebijakan yang benar. “Presiden Megawati Soekarnoputri (saat itu) minta harus stick (tetap) memenuhi perjanjian yang ada.
Tetapi, dalam UU Propenas dijelaskan harus diberikan intensif bagi mereka yang koperatif. Bagi yang tidak koperatif harus diserahkan pada proses hukum. Tentu saja ada proses- prosesyangsedangdidalami, begitu,” paparnya. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan dan Pencegahan Zulkarnain menyatakan, kasus SKL BLBI adalah kasus lama dan sulit untuk diurai dan diungkap.
Banyak hal yang perlu didalami KPK, termasuk juga pendapat ahli. Dia menuturkan, permintaan keterangan terhadap Laksamana Sukardi kemarin punya tujuan tertentu. “Berkaitan dengan kredit-kredit danpenyelesaiannya,” katadia.
Dia menyampaikan, masih dilakukan pendalaman intensif atas kasus ini.Pendalaman alat buktinya masih membutuhkan waktu. “Itu artinya masih tahap pendalaman kasus. Barang kali kita bisa memperkuat buktinya,” ungkapnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, KPK sudah mengirimkan surat permintaan cegah dan tangkal (cekal) ke Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM atas nama Lusiana Yanti Hanafiah dari swasta berkaitan dengan kasus dugaan korupsi pemberian sesuatu kepada pegawai negeri dan/atau penyelenggara negara dalam pemberian perizinan lahan tanah.
Sabir laluhu
(bbg)