Puluhan Kepala Daerah Minta Ikut Pilkada Serentak 2015
A
A
A
JAKARTA - Sebanyak 20 kepala daerah meminta agar daerahnya dapat ikut pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2015 mendatang. Para kepala daerah ini adalah yang masa jabatannya habis pada awal 2016.
"Saya menerima puluhan surat dari kepala daerah yang masa jabatannya habis awal 2016. Mereka mengajukan permohonan agar digabung di pilkada serentak 2015," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan di Kemendagri, Rabu 10 Desember kemarin.
Djohermansyah mengatakan seharusnya kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2016. Maka pilkada di daerah tersebut akan dilaksanakan pada 2018.
Di masa kekosongan itu, jabatan kepala daerah akan diisi oleh Penjabat (PJ).
"Pilkada 2015 ada 204 daerah. Lalu Pilkada 2018 itu 285 daerah. Baru serentak secara nasional tahun 2020," ungkapnya.
Djohermansyah menilai permintaan untuk digabung bukan karena lamanya PJ menjabat. Melainkan terkait petahana yang ingin mencalonkan lagi.
"Ini soal petahana yang baru satu kali periode dan mau maju lagi. Atau juga ada wakil yang mau naik karena petahana sudah dua kali. Kalau menunggu pilkada 2018 kan hilang kontak dengan publik sehingga dia bisa kehilangan popularitas dan pendukung," katanya.
Kepala daerah yang mengajukan usulan tersebut diantaranya Kota Bitung, Kota Batam dan Kabupaten Siak.
Pada tahun 2016 terdapat 100 daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis.
Usulan ini memiliki kendala yang harus dihadapi jika ingin pilkada digabungkan.
Dalam hal ini terkait dengan dasar hukum, dimana berdasarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2014 Pasal 201 ayat 2 mengatur kepala daerah yang habis masa jabatannya 2016 dilakukan Pilkada 2018.
"Isinya pemungatan suara serentak dalam pemilihan gubernur, bupati/wali kota yang berakhir pada tahun 2016, 2017, 2018 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2018," kata dia.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai pemerintah tidak perlu mengakomodir keinginan kepala daerah tersebut.
Menurut dia, pemerintah melaksanakan pilkada sebagaimana ketentuan di dalam Perppu.
"Sesuai dengan Perppu saja. 2015 sudah cukup tidak perlu ditambah lagi," paparnya.
Dia menilai pilkada serentak yang masif dilakukan ini merupakan eksperimen pertama. Jadi menurut dia akan lebih baik digelar sebagaimana yang diatur yakni pilkada serentak bagi 204 daerah.
"Terus terang ini masa belajar. Cukup begini saja. Jangan ditarik nanti malah tidak benar. Jelas dari segi teknis sulit. Yang 204 harus dibuat berhasil," kata dia.
"Saya menerima puluhan surat dari kepala daerah yang masa jabatannya habis awal 2016. Mereka mengajukan permohonan agar digabung di pilkada serentak 2015," ujar Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Djohermansyah Djohan di Kemendagri, Rabu 10 Desember kemarin.
Djohermansyah mengatakan seharusnya kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2016. Maka pilkada di daerah tersebut akan dilaksanakan pada 2018.
Di masa kekosongan itu, jabatan kepala daerah akan diisi oleh Penjabat (PJ).
"Pilkada 2015 ada 204 daerah. Lalu Pilkada 2018 itu 285 daerah. Baru serentak secara nasional tahun 2020," ungkapnya.
Djohermansyah menilai permintaan untuk digabung bukan karena lamanya PJ menjabat. Melainkan terkait petahana yang ingin mencalonkan lagi.
"Ini soal petahana yang baru satu kali periode dan mau maju lagi. Atau juga ada wakil yang mau naik karena petahana sudah dua kali. Kalau menunggu pilkada 2018 kan hilang kontak dengan publik sehingga dia bisa kehilangan popularitas dan pendukung," katanya.
Kepala daerah yang mengajukan usulan tersebut diantaranya Kota Bitung, Kota Batam dan Kabupaten Siak.
Pada tahun 2016 terdapat 100 daerah yang masa jabatan kepala daerahnya habis.
Usulan ini memiliki kendala yang harus dihadapi jika ingin pilkada digabungkan.
Dalam hal ini terkait dengan dasar hukum, dimana berdasarkan Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1/2014 Pasal 201 ayat 2 mengatur kepala daerah yang habis masa jabatannya 2016 dilakukan Pilkada 2018.
"Isinya pemungatan suara serentak dalam pemilihan gubernur, bupati/wali kota yang berakhir pada tahun 2016, 2017, 2018 dilaksanakan di hari dan bulan yang sama pada tahun 2018," kata dia.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng menilai pemerintah tidak perlu mengakomodir keinginan kepala daerah tersebut.
Menurut dia, pemerintah melaksanakan pilkada sebagaimana ketentuan di dalam Perppu.
"Sesuai dengan Perppu saja. 2015 sudah cukup tidak perlu ditambah lagi," paparnya.
Dia menilai pilkada serentak yang masif dilakukan ini merupakan eksperimen pertama. Jadi menurut dia akan lebih baik digelar sebagaimana yang diatur yakni pilkada serentak bagi 204 daerah.
"Terus terang ini masa belajar. Cukup begini saja. Jangan ditarik nanti malah tidak benar. Jelas dari segi teknis sulit. Yang 204 harus dibuat berhasil," kata dia.
(whb)