KMP Jamin Kompak Sikapi Perppu Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Koalisi Merah Putih (KMP) segera melakukan pertemuan untuk menyikapi polemik mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada. Pertemuan tersebut sekaligus untuk menepis anggapan bahwa KMP saat ini terpecah.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, sikap Partai Golkar yang menyatakan akan menolak perppu tidak otomatis akan menjadi sikap bulat dari KMP, mengingat setiap partai akan mendiskusikannya sebelum dibahas bersama dalam rapat di KMP.
”Partai-partai itu belum ada yang sampaikan sikap akhirnya. Sikap-sikap itu akan tecermin di fraksi yang akan disampaikan saat masa sidang mulai pada 12 Januari. Itu baru sikap akhir resmi,” kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Menurut Wakil Ketua DPR ini, berita yang beredar mengenai penolakan Partai Golkar terhadap Perppu Pilkada pun masih berupa wacana.
Karena itu, tidak tepat juga jika saat ini dibenturkan seolah ada perpecahan di internal KMP. Terlebih dengan opini yang menyebutkan seolah KMP tidak memenuhi komitmen bersama yang ditandatangani dengan Partai Demokrat. ”Nanti kita bahas dalam waktu dekat karena sebenarnya baik pilkada langsung maupun pilkada melalui DPRD, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Dua-duanya sistem demokratis. Kita lihat saja nanti,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah. Menurut Fahri, meski dalam wacana yang berkembang terjadi perbedaan sikap anggota KMP terhadap perppu, yakni menolak dan menerima, tetapi setelah pembahasan nanti tidak tertutup kemungkinan KMP secara bulat menerima Perppu Pilkada. ”Kami akan bertemu. Insya Allah KMP bulat satu suara dan tidak ada perbedaan,” katanya.
SBY-Jokowi Sejalan soal Perppu
Di lain pihak, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin. Pertemuan ini antara lain membicarakan Perppu Pilkada. ”Sehingga nanti Insya Allah (Perppu Pilkada Langsung) bisa diterima oleh DPR dan itu bagi Pak Jokowi dan bagi saya sendiri, sudah sesuai dengan aspirasi rakyat, baik bagi keberlanjutan demokrasi kita, terutama dalam pemilihan kepala daerah,” ujar SBY di Istana Merdeka.
Pertemuan antara Presiden Jokowi dan SBY ini merupakan pertemuan pertama bagi keduanya setelah Jokowi dilantik sebagai presiden ketujuh RI dan SBY meninggalkan Istana Merdeka pada 20 Oktober lalu. Pertemuan perdana ini sekaligus menjadi pertemuan penting bagi SBY selaku ketua umum Partai Demokrat untuk membicarakan langsung mengenai posisi partainya ke depan.
Seperti diketahui, pada Kamis (2/10) lalu SBY menerbitkan dua perppu terkait pemilihan kepala daerah. Kedua Perppu yang ditandatangani oleh SBY saat menjabat sebagai presiden adalah Perppu Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, dan Perppu Nomor 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perppu yang ditandatangani SBY ini pada intinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah, seperti yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR awal Oktober lalu. Saat paripurna DPR berlangsung, Partai Demokrat yang dipimpinnya melakukan aksi walk-out sehingga keputusan pilkada tak langsung dimenangkan oleh KMP.
SBY bersama Jokowi memiliki kesamaan pikiran sehingga pembahasan mengenai Perppu Pilkada Langsung dapat berjalan dalam suasana yang baik. ”Intinya itulah (Perppu Pilkada Langsung) yang tadi dibicarakan Pak Presiden dengan saya. 100% kami (memiliki pandangan) sama, semoga ke depan begitu,” ungkapnya.
Presiden Jokowi menegaskan, perppu ini menjadi titik awal kerja sama antara pemerintah dan Partai Demokrat. Saat ditanya apakah SBY secara tegas menyampaikan sikap politiknya yang akan bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), koalisi yang mendukung pemerintahan selama ini, Presiden menjawab bahwa hal itu baru akan dilihat pada Januari mendatang.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga tidak menampik adanya komitmen antara dia dan SBY tentang kerja sama Partai Demokrat dengan KIH. ”Dalam hal ini perppunya dulu, dan (bila ke depan) diteruskan kan bisa saja, kenapa tidak. Paling tidak, (perppu) menjadi pintu gerbang, pintu masuk,” tambahnya.
Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) menegaskan belum berubah pikiran untuk mendukung Perppu Pilkada. ”Pada prinsipnya sekarang tetap mendukung pilkada melalui DPRD,” ujar Wakil Sekjen PAN, Muslim Ayub, kemarin. Anggota Komisi III DPR ini juga menegaskan, posisi PAN masih tetap bersama KMP.
Menurutnya, kesepahaman yang terbangun antara PAN dengan partai di KMP lainnya tetap sama, yakni mendukung pilkada melalui DPRD. Pernyataan PAN ini untuk membantah klaim Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bahwa PAN sudah sepakat dengan Demokrat mendukung Perppu Pilkada Langsung.
”Kami belum tahu perubahan yang akan datang, tapi hingga saat ini dalam pelaksanaan pemilu masih mendukung melalui DPRD, kesepakatan itu masih bersama KMP. Ini sikap yang sama dengan temanteman di PKS dan Golkar, serta partai KMP lainnya,” ujarnya. Di sisi lain, Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarulzaman memperkirakan nasib Perppu Pilkada di DPR nanti bisa berakhir dengan kompromi.
”Jika sebagian besar fraksi di DPR menolak Perppu, maka DPR akan membuat RUU Pencabutan atas Perppu Pilkada,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Menurut Rambe, pada RUU Pencabutan atas Perppu Pilkada itu kemungkinan akan terjadi kompromi soal pilkada langsung, apakah akan diselenggarakan pada pilkada gubernur atau pada pilkada bupati dan wali kota.
Kompromi tersebut sangat mungkin terjadi di antara fraksi-fraksi di DPR, serta antara DPR dan pemerintah. Opsinya adalah apakah pilkada secara langsung atau melalui DPRD atau salah satu tingkatan secara langsung dan satu tingkatan lainnya secara tidak langsung melalui DPRD.
”Kompromi seperti itu mungkin dilakukan di DPR, dengan tetap mengakomodasi 10 usulan Partai Demokrat yang dituangkan Presiden SBY dalam Perppu Pilkada. Ini bisa jadi alternatif,” katanya. Ketua DPP Partai Golkar ini menambahkan, sebaliknya jika DPR menerima Perppu Pilkada kemudian diubah oleh DPR menjadi undang-undang.
”Kalau Perppu Pilkada diterima ya sudah selesai, tidak ada lagi yang dibahas dan dikompromikan,” katanya. Rambe menjelaskan, berdasarkan amanat UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (PPP), jika sebuah perppu ditolak maka undangundang yang lama tidak otomatis berlaku. Menurut Rambe, sikap Partai Golkar yang menyatakan menolak Perppu Pilkada pada Munas IX di Bali merupakan usulan para kader yang menjadi peserta munas kepada pimpinan partai.
Rahmat sahid/Rarasati syarief/Kiswondari/Ant/Okezone
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, sikap Partai Golkar yang menyatakan akan menolak perppu tidak otomatis akan menjadi sikap bulat dari KMP, mengingat setiap partai akan mendiskusikannya sebelum dibahas bersama dalam rapat di KMP.
”Partai-partai itu belum ada yang sampaikan sikap akhirnya. Sikap-sikap itu akan tecermin di fraksi yang akan disampaikan saat masa sidang mulai pada 12 Januari. Itu baru sikap akhir resmi,” kata Fadli di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Menurut Wakil Ketua DPR ini, berita yang beredar mengenai penolakan Partai Golkar terhadap Perppu Pilkada pun masih berupa wacana.
Karena itu, tidak tepat juga jika saat ini dibenturkan seolah ada perpecahan di internal KMP. Terlebih dengan opini yang menyebutkan seolah KMP tidak memenuhi komitmen bersama yang ditandatangani dengan Partai Demokrat. ”Nanti kita bahas dalam waktu dekat karena sebenarnya baik pilkada langsung maupun pilkada melalui DPRD, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Dua-duanya sistem demokratis. Kita lihat saja nanti,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Wakil Sekjen DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahri Hamzah. Menurut Fahri, meski dalam wacana yang berkembang terjadi perbedaan sikap anggota KMP terhadap perppu, yakni menolak dan menerima, tetapi setelah pembahasan nanti tidak tertutup kemungkinan KMP secara bulat menerima Perppu Pilkada. ”Kami akan bertemu. Insya Allah KMP bulat satu suara dan tidak ada perbedaan,” katanya.
SBY-Jokowi Sejalan soal Perppu
Di lain pihak, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bertemu mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin. Pertemuan ini antara lain membicarakan Perppu Pilkada. ”Sehingga nanti Insya Allah (Perppu Pilkada Langsung) bisa diterima oleh DPR dan itu bagi Pak Jokowi dan bagi saya sendiri, sudah sesuai dengan aspirasi rakyat, baik bagi keberlanjutan demokrasi kita, terutama dalam pemilihan kepala daerah,” ujar SBY di Istana Merdeka.
Pertemuan antara Presiden Jokowi dan SBY ini merupakan pertemuan pertama bagi keduanya setelah Jokowi dilantik sebagai presiden ketujuh RI dan SBY meninggalkan Istana Merdeka pada 20 Oktober lalu. Pertemuan perdana ini sekaligus menjadi pertemuan penting bagi SBY selaku ketua umum Partai Demokrat untuk membicarakan langsung mengenai posisi partainya ke depan.
Seperti diketahui, pada Kamis (2/10) lalu SBY menerbitkan dua perppu terkait pemilihan kepala daerah. Kedua Perppu yang ditandatangani oleh SBY saat menjabat sebagai presiden adalah Perppu Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, dan Perppu Nomor 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perppu yang ditandatangani SBY ini pada intinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah, seperti yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR awal Oktober lalu. Saat paripurna DPR berlangsung, Partai Demokrat yang dipimpinnya melakukan aksi walk-out sehingga keputusan pilkada tak langsung dimenangkan oleh KMP.
SBY bersama Jokowi memiliki kesamaan pikiran sehingga pembahasan mengenai Perppu Pilkada Langsung dapat berjalan dalam suasana yang baik. ”Intinya itulah (Perppu Pilkada Langsung) yang tadi dibicarakan Pak Presiden dengan saya. 100% kami (memiliki pandangan) sama, semoga ke depan begitu,” ungkapnya.
Presiden Jokowi menegaskan, perppu ini menjadi titik awal kerja sama antara pemerintah dan Partai Demokrat. Saat ditanya apakah SBY secara tegas menyampaikan sikap politiknya yang akan bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), koalisi yang mendukung pemerintahan selama ini, Presiden menjawab bahwa hal itu baru akan dilihat pada Januari mendatang.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini juga tidak menampik adanya komitmen antara dia dan SBY tentang kerja sama Partai Demokrat dengan KIH. ”Dalam hal ini perppunya dulu, dan (bila ke depan) diteruskan kan bisa saja, kenapa tidak. Paling tidak, (perppu) menjadi pintu gerbang, pintu masuk,” tambahnya.
Sementara itu, Partai Amanat Nasional (PAN) menegaskan belum berubah pikiran untuk mendukung Perppu Pilkada. ”Pada prinsipnya sekarang tetap mendukung pilkada melalui DPRD,” ujar Wakil Sekjen PAN, Muslim Ayub, kemarin. Anggota Komisi III DPR ini juga menegaskan, posisi PAN masih tetap bersama KMP.
Menurutnya, kesepahaman yang terbangun antara PAN dengan partai di KMP lainnya tetap sama, yakni mendukung pilkada melalui DPRD. Pernyataan PAN ini untuk membantah klaim Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) bahwa PAN sudah sepakat dengan Demokrat mendukung Perppu Pilkada Langsung.
”Kami belum tahu perubahan yang akan datang, tapi hingga saat ini dalam pelaksanaan pemilu masih mendukung melalui DPRD, kesepakatan itu masih bersama KMP. Ini sikap yang sama dengan temanteman di PKS dan Golkar, serta partai KMP lainnya,” ujarnya. Di sisi lain, Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarulzaman memperkirakan nasib Perppu Pilkada di DPR nanti bisa berakhir dengan kompromi.
”Jika sebagian besar fraksi di DPR menolak Perppu, maka DPR akan membuat RUU Pencabutan atas Perppu Pilkada,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Menurut Rambe, pada RUU Pencabutan atas Perppu Pilkada itu kemungkinan akan terjadi kompromi soal pilkada langsung, apakah akan diselenggarakan pada pilkada gubernur atau pada pilkada bupati dan wali kota.
Kompromi tersebut sangat mungkin terjadi di antara fraksi-fraksi di DPR, serta antara DPR dan pemerintah. Opsinya adalah apakah pilkada secara langsung atau melalui DPRD atau salah satu tingkatan secara langsung dan satu tingkatan lainnya secara tidak langsung melalui DPRD.
”Kompromi seperti itu mungkin dilakukan di DPR, dengan tetap mengakomodasi 10 usulan Partai Demokrat yang dituangkan Presiden SBY dalam Perppu Pilkada. Ini bisa jadi alternatif,” katanya. Ketua DPP Partai Golkar ini menambahkan, sebaliknya jika DPR menerima Perppu Pilkada kemudian diubah oleh DPR menjadi undang-undang.
”Kalau Perppu Pilkada diterima ya sudah selesai, tidak ada lagi yang dibahas dan dikompromikan,” katanya. Rambe menjelaskan, berdasarkan amanat UU Nomor 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (PPP), jika sebuah perppu ditolak maka undangundang yang lama tidak otomatis berlaku. Menurut Rambe, sikap Partai Golkar yang menyatakan menolak Perppu Pilkada pada Munas IX di Bali merupakan usulan para kader yang menjadi peserta munas kepada pimpinan partai.
Rahmat sahid/Rarasati syarief/Kiswondari/Ant/Okezone
(bbg)