Jabodetabek Butuh 500.000 Biopori
A
A
A
BOGOR - Berbagai upaya dilakukan untuk menanggulangi banjir di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Dari proyek bernilai triliunan hingga jutaan rupiah.
Salah satu upaya yang digalakkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah pembuatan sumur resapan dan biopori. Untuk wilayah Jabodetabek dibutuhkan sekurangkurangnya 500.000 sumur resapan dan biopori.
”Kita sudah mencanangkan program untuk membuat sumur resapan dan lubang biopori dalam menghadapi banjir Jakarta,” kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) dan Kehutanan Siti Nurbaya saat penyerahan hadiah lomba foto satwa internasional sebagai peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua, Bogor, Sabtu (6/12).
Siti Nurbaya mengatakan, pihaknya juga telah menyurati Gubernur DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat untuk mewaspadai banjir dengan segera membuat lubang biopori atau sumur resapan sebanyak-banyaknya. ”Kita sudah pelajari dan sekitar 38.000 hektare daerah aliran sungai sudah sangat padat oleh permukiman penduduk sehingga sulit mengembangkan program tanam pohon,” jelasnya.
Menurutnya, pembuatan sumur resapan dan biopori merupakan solusi efektif menghadapi banjir dibanding menanam pohon. Dia membeberkan, sumur resapan ideal berukuran 1,2 m x 1,2 m dengan dalam 2 meter. ”Sedikitnya dibutuhkan 500.000 sumur resapan dan lubang biopori supaya air bisa tertampung dan nggak run off ke daerah Jakarta,” tuturnya.
Pengerukan selokan (drainase) juga bisa dilakukan terutama di daerah Ibu Kota. Dia meminta masyarakat membantu membuat sumur resapan. ”Menjaga lingkungan jangan sampai menyusahkan rakyat. Sebaliknya menyejahterakan rakyat juga jangan merusak lingkungan,” tandasnya.
Sementara itu, Pemkab Bogor berencana membenahi sejumlah kerusakan daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung serta membangun dam penahan air di kawasan hulu (Puncak), Cisarua, Kabupaten Bogor. Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Adang Suptandar menjelaskan, pihaknya telah banyak berperan mencegah banjir di kawasan hilir Sungai Ciliwung (DKI Jakarta). Upaya tersebut mulai membuat ratusan biopori, kolam retensi, hingga saat ini tengah penanaman pohon.
”Penanaman pohon itu dilakukan di atas lahan bekas pembongkaran ratusan vila di kawasan Puncak pada 2013-2014,” tuturnya. Saat ini pembongkaran bangunan ilegal terus dilakukan. Menurutnya, kebijakan ini juga sebagai bentuk peran serta Kabupaten Bogor mencegah atau meminimalkan banjir di Ibu Kota. ”Terkait pembuatan dam penahan air, itu dilakukan di kawasan Cisarua yang anggarannya bersumber dari DKI Jakarta juga. Selain itu, kita juga tengah menangani sampah di kawasan hulu Sungai Ciliwung. Bagaimanapun sampah- sampah itu menjadi penyebab banjir,” terangnya.
Di bagian lain, Pemkab Bekasi menyiapkan 64 posko kesehatan untuk mengantisipasi datangnya banjir. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Muharman Boestari mengatakan, dari 39 puskesmas di 23 kecamatan, 32 puskesmas mendirikan dua posko kesehatan. Tujuh puskesmas tidak mendirikan posko karena wilayahnya aman dari banjir. ”Satu posko ada di kantor puskesmas, satu lagi di lokasi banjir. Misalnya di rumah warga atau di posko banjir yang didirikan BPBD,” katanya.
Posko ini akan beroperasi selama 24 jam. Setiap posko minimal dijaga satu perawat, sedangkan dokter harus siap 24 jam di puskesmasmasing-masing. Saat ini ada 70 dokter yang tersebar di seluruh puskesmas. Bantuan itu sifatnya situasional. Apabila dibutuhkan, seluruh dokter harus siap ditempatkan di mana saja untuk membantu masyarakat yang terkena banjir.
”Seluruh dokter dan perawat kami siagakan,” tegasnya. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi mencatat awal tahun lalu sebanyak 16 kecamatan terkena banjir. Bahkan ketika puncak musim hujan, banjir meluas sampai 23 kecamatan. Titik terparah akibat banjir di Kecamatan Muaragembong (pesisir utara).
Banjir akibat meluapnya Kali Citarum sehingga mengakibatkan empat desa terendam, yakni Desa Pantai Bakti, Pantai Bahagia, Pantai Sederhana, dan Pantai Mekar.
Haryudi/ Abdullah m surjaya
Salah satu upaya yang digalakkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah pembuatan sumur resapan dan biopori. Untuk wilayah Jabodetabek dibutuhkan sekurangkurangnya 500.000 sumur resapan dan biopori.
”Kita sudah mencanangkan program untuk membuat sumur resapan dan lubang biopori dalam menghadapi banjir Jakarta,” kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) dan Kehutanan Siti Nurbaya saat penyerahan hadiah lomba foto satwa internasional sebagai peringatan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional di Taman Safari Indonesia (TSI), Cisarua, Bogor, Sabtu (6/12).
Siti Nurbaya mengatakan, pihaknya juga telah menyurati Gubernur DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat untuk mewaspadai banjir dengan segera membuat lubang biopori atau sumur resapan sebanyak-banyaknya. ”Kita sudah pelajari dan sekitar 38.000 hektare daerah aliran sungai sudah sangat padat oleh permukiman penduduk sehingga sulit mengembangkan program tanam pohon,” jelasnya.
Menurutnya, pembuatan sumur resapan dan biopori merupakan solusi efektif menghadapi banjir dibanding menanam pohon. Dia membeberkan, sumur resapan ideal berukuran 1,2 m x 1,2 m dengan dalam 2 meter. ”Sedikitnya dibutuhkan 500.000 sumur resapan dan lubang biopori supaya air bisa tertampung dan nggak run off ke daerah Jakarta,” tuturnya.
Pengerukan selokan (drainase) juga bisa dilakukan terutama di daerah Ibu Kota. Dia meminta masyarakat membantu membuat sumur resapan. ”Menjaga lingkungan jangan sampai menyusahkan rakyat. Sebaliknya menyejahterakan rakyat juga jangan merusak lingkungan,” tandasnya.
Sementara itu, Pemkab Bogor berencana membenahi sejumlah kerusakan daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung serta membangun dam penahan air di kawasan hulu (Puncak), Cisarua, Kabupaten Bogor. Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor Adang Suptandar menjelaskan, pihaknya telah banyak berperan mencegah banjir di kawasan hilir Sungai Ciliwung (DKI Jakarta). Upaya tersebut mulai membuat ratusan biopori, kolam retensi, hingga saat ini tengah penanaman pohon.
”Penanaman pohon itu dilakukan di atas lahan bekas pembongkaran ratusan vila di kawasan Puncak pada 2013-2014,” tuturnya. Saat ini pembongkaran bangunan ilegal terus dilakukan. Menurutnya, kebijakan ini juga sebagai bentuk peran serta Kabupaten Bogor mencegah atau meminimalkan banjir di Ibu Kota. ”Terkait pembuatan dam penahan air, itu dilakukan di kawasan Cisarua yang anggarannya bersumber dari DKI Jakarta juga. Selain itu, kita juga tengah menangani sampah di kawasan hulu Sungai Ciliwung. Bagaimanapun sampah- sampah itu menjadi penyebab banjir,” terangnya.
Di bagian lain, Pemkab Bekasi menyiapkan 64 posko kesehatan untuk mengantisipasi datangnya banjir. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bekasi Muharman Boestari mengatakan, dari 39 puskesmas di 23 kecamatan, 32 puskesmas mendirikan dua posko kesehatan. Tujuh puskesmas tidak mendirikan posko karena wilayahnya aman dari banjir. ”Satu posko ada di kantor puskesmas, satu lagi di lokasi banjir. Misalnya di rumah warga atau di posko banjir yang didirikan BPBD,” katanya.
Posko ini akan beroperasi selama 24 jam. Setiap posko minimal dijaga satu perawat, sedangkan dokter harus siap 24 jam di puskesmasmasing-masing. Saat ini ada 70 dokter yang tersebar di seluruh puskesmas. Bantuan itu sifatnya situasional. Apabila dibutuhkan, seluruh dokter harus siap ditempatkan di mana saja untuk membantu masyarakat yang terkena banjir.
”Seluruh dokter dan perawat kami siagakan,” tegasnya. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi mencatat awal tahun lalu sebanyak 16 kecamatan terkena banjir. Bahkan ketika puncak musim hujan, banjir meluas sampai 23 kecamatan. Titik terparah akibat banjir di Kecamatan Muaragembong (pesisir utara).
Banjir akibat meluapnya Kali Citarum sehingga mengakibatkan empat desa terendam, yakni Desa Pantai Bakti, Pantai Bahagia, Pantai Sederhana, dan Pantai Mekar.
Haryudi/ Abdullah m surjaya
(ars)