Perebutan Al-Aqsa Bisa Menjadi Pemicu Intifada Ketiga
A
A
A
Konflik perebutan Al-Aqsa oleh Israel sejak beberapa bulan lalu dikhawatirkan akan membangkitkan Intifada Ketiga. Sejak awal konflik Palestina pecah, Israel selalu menempatkan Masjid Al-Aqsa sebagai target utama untuk dikuasai.
Bukan melalui invasi langsung, tetapi skenario yang dimainkan secara pelan-pelan dengan penuh kepastian. Pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem merupakan salah satu upaya untuk memperbanyak komunitas Yahudi di wilayah sekitar Masjid Al-Aqsa. Padahal, upaya itu ditentang bukan hanya oleh Palestina, tetapi seluruh komunitas internasional. Dengan semakin banyaknya warga Yahudi yang tinggal di Yerusalem, mereka akan semakin sering beribadah di sekitar Masjid Al-Aqsa.
Tak mengherankan jika banyak ekstremis Yahudi yang kerap menggelar demonstrasi menuntut akses masuk ke Masjid Al-Aqsa. Padahal, warga Yahudi tidak diperbolehkan berdoa di wilayah Masjid Al- Aqsa. Kelompok zionis berdalih, mereka berhak menggali di sekitar Al-Aqsa untuk mencari bukti arkeologis tentang Temple of Solomon atau Candi Nabi Sulaiman meski gagal menemukan bukti arkeologis.
Dalam pandangan Najih Bekirat, Manajer Masjid Al-Aqsa, peningkatan warga Yahudi yang “menyerang” masjid suci itu disebabkan oleh pendudukan Israel. Yahudi memandang Masjid Al-Aqsa sebagai akar Islam dan Arab yang memotivasi Israel ingin menghancurkan masjid itu.
“Warga Yahudi mulai berdatangan ke Yerusalem karena dianggap “tanah yang dijanjikan”. Ternyata mereka tidak menemukan candi yang mereka cari. Namun, mereka justru berlomba untuk menguasai Masjid Al-Aqsa,” tutur Najih Bekirat, dikutip Middle East Monitor .
Tak diragukan, Yerusalem merupakan kota yang diberkati dan disucikan. Tetapi, tidak dibenarkan ketika banyak warga Yahudi yang merebut tempat suci yang telah lebih dahulu dikuasai oleh Islam. Dalam sejarah dunia, sekitar abad 7 Masehi, Muslim mengenalkan Islam ke Palestina yang bukan sebagai tanah Yahudi dan tidak ada Yahudi di sana. Sinagoga, tempat ibadah Yahudi, justru dibangun pertama kali pada abad 18, di Kota Tua Yahudi, Quarter.
Di sana, terdapat beberapa kuburan seperti Nabi Zakaria, Nabi Yakub, pemakaman Absalom dan pemakaman Jehoshaphat. Menurut Sawsan Ramahi, pakar konflik Israel-Palestina, perebutan Masjid Al-Aqsa akan memicu konfrontasi antara zionis dan muslim. Apa yang terjadi di Al-Aqsa akan mentransformasikan konflik Palestina-Israel menjadi konflik agama yang akan merugikan kepentingan Israel dan aliansinya.
“Jika kelompok ekstremis zionis melanjutkan serangan dan gangguan ke Al-Aqsa dan Yerusalem, dikhawatirkan Intifada Ketiga akan menyala kembali,” prediksi Ramahi. Media-media Israel menyebut apa yang terjadi dalam perlawanan terhadap serangan Israel ke Masjid Al-Aqsa dan perlawanan Palestina terhadap pendudukan Yahudi, dianggap sebagai Intifada “halus” atau Intifada “halus” yang dimulai pada pertengahan 2014. Intifada secara harfiah bermakna “mengguncang” dan dapat diartikan juga sebagai “kebangkitan”.
Gerakan ini melibatkan seluruh rakyat Palestina, tanpa memandang usia dan strata ekonomi. Intifada juga menghapuskan sekat politik yang selama ini melemahkan Palestina, antara Hamas yang menguasai Jalur Gaza dan Fatah yang memimpin Tepi Barat. Kebangkitan Intifada Ketiga mengingatkan Intifada Palestina yang berlangsung dari Desember 1987 hingga Konferensi Madrid pada 1991.
Berlanjut pada Intifada Kedua yang dimulai pada September 2000, ketika Ariel Sharon berkunjung ke Temple Mount , yang dianggap sebagai provokasi. Konferensi Sharm el-Sheikh di Mesir pada 8 Februari 2005 menjadi akhir dari Intifada Kedua yang mengorbankan 3.000 warga Palestina, 1.000 warga Israel, dan 64 warga asing.
Andika hendra m
Bukan melalui invasi langsung, tetapi skenario yang dimainkan secara pelan-pelan dengan penuh kepastian. Pembangunan pemukiman Yahudi di Yerusalem merupakan salah satu upaya untuk memperbanyak komunitas Yahudi di wilayah sekitar Masjid Al-Aqsa. Padahal, upaya itu ditentang bukan hanya oleh Palestina, tetapi seluruh komunitas internasional. Dengan semakin banyaknya warga Yahudi yang tinggal di Yerusalem, mereka akan semakin sering beribadah di sekitar Masjid Al-Aqsa.
Tak mengherankan jika banyak ekstremis Yahudi yang kerap menggelar demonstrasi menuntut akses masuk ke Masjid Al-Aqsa. Padahal, warga Yahudi tidak diperbolehkan berdoa di wilayah Masjid Al- Aqsa. Kelompok zionis berdalih, mereka berhak menggali di sekitar Al-Aqsa untuk mencari bukti arkeologis tentang Temple of Solomon atau Candi Nabi Sulaiman meski gagal menemukan bukti arkeologis.
Dalam pandangan Najih Bekirat, Manajer Masjid Al-Aqsa, peningkatan warga Yahudi yang “menyerang” masjid suci itu disebabkan oleh pendudukan Israel. Yahudi memandang Masjid Al-Aqsa sebagai akar Islam dan Arab yang memotivasi Israel ingin menghancurkan masjid itu.
“Warga Yahudi mulai berdatangan ke Yerusalem karena dianggap “tanah yang dijanjikan”. Ternyata mereka tidak menemukan candi yang mereka cari. Namun, mereka justru berlomba untuk menguasai Masjid Al-Aqsa,” tutur Najih Bekirat, dikutip Middle East Monitor .
Tak diragukan, Yerusalem merupakan kota yang diberkati dan disucikan. Tetapi, tidak dibenarkan ketika banyak warga Yahudi yang merebut tempat suci yang telah lebih dahulu dikuasai oleh Islam. Dalam sejarah dunia, sekitar abad 7 Masehi, Muslim mengenalkan Islam ke Palestina yang bukan sebagai tanah Yahudi dan tidak ada Yahudi di sana. Sinagoga, tempat ibadah Yahudi, justru dibangun pertama kali pada abad 18, di Kota Tua Yahudi, Quarter.
Di sana, terdapat beberapa kuburan seperti Nabi Zakaria, Nabi Yakub, pemakaman Absalom dan pemakaman Jehoshaphat. Menurut Sawsan Ramahi, pakar konflik Israel-Palestina, perebutan Masjid Al-Aqsa akan memicu konfrontasi antara zionis dan muslim. Apa yang terjadi di Al-Aqsa akan mentransformasikan konflik Palestina-Israel menjadi konflik agama yang akan merugikan kepentingan Israel dan aliansinya.
“Jika kelompok ekstremis zionis melanjutkan serangan dan gangguan ke Al-Aqsa dan Yerusalem, dikhawatirkan Intifada Ketiga akan menyala kembali,” prediksi Ramahi. Media-media Israel menyebut apa yang terjadi dalam perlawanan terhadap serangan Israel ke Masjid Al-Aqsa dan perlawanan Palestina terhadap pendudukan Yahudi, dianggap sebagai Intifada “halus” atau Intifada “halus” yang dimulai pada pertengahan 2014. Intifada secara harfiah bermakna “mengguncang” dan dapat diartikan juga sebagai “kebangkitan”.
Gerakan ini melibatkan seluruh rakyat Palestina, tanpa memandang usia dan strata ekonomi. Intifada juga menghapuskan sekat politik yang selama ini melemahkan Palestina, antara Hamas yang menguasai Jalur Gaza dan Fatah yang memimpin Tepi Barat. Kebangkitan Intifada Ketiga mengingatkan Intifada Palestina yang berlangsung dari Desember 1987 hingga Konferensi Madrid pada 1991.
Berlanjut pada Intifada Kedua yang dimulai pada September 2000, ketika Ariel Sharon berkunjung ke Temple Mount , yang dianggap sebagai provokasi. Konferensi Sharm el-Sheikh di Mesir pada 8 Februari 2005 menjadi akhir dari Intifada Kedua yang mengorbankan 3.000 warga Palestina, 1.000 warga Israel, dan 64 warga asing.
Andika hendra m
(ars)