Tema Kayu Menjadi Energi Sedot Perhatian
A
A
A
JAKARTA - Konferensi Perubahan Iklim UNFCCC COP20/CMP10 2014 yang tengah berlangsung di Lima, Peru, 1-12 Desember menjadi tonggak kesepakatan baru menjelang pertemuan kunci di Prancis tahun depan.
Ribuan delegasi dari sekitar 200 negara berusaha menjelaskan langkah-langkah penanggulangan perubahan iklim. Menteri Lingkungan Peru Manuel Pulgar-Vidal, yang dipilih dalam sesi pembuka sebagai Presiden COP20/CMP10, meminta para delegasi bekerja dalam langkah yang kreatif guna mencapai konsensus global dalam 12 hari pertemuan. Pulgar- Vidal menekankan bahwa proses transparan dan inklusif akan menjadi prioritas utama.
“Konferensi ini semestinya mengarah ke penyusunan struktur dan penguatan mekanisme finansial, mengenalkan proses ambisius terhadap akselerasi sebelum aksi 2020 dan menciptakan perkembangan yang mengarah terhadap kontribusi nyata,” ujar Pulgar-Vidal dalam sambutannya, dikutip Xinhua.
Menteri Lingkungan Polandia Marcin Korolec, yang menjadi Presiden COP19/CMP9, menyanjung kesepakatan kerangka 2030 Uni Eropa dan China-Amerika Serikat yang secara bersama-sama mengumumkan pengurangan emisi. Menurutnya, kerangka tersebut sebagai pencapaian terbesar tahun ini menjelang pertemuan di Lima dan menuju pertemuan di Paris 2015 mendatang.
Dalam konferensi ini, delegasi Indonesia juga mengangkat sejumlah tema variatif. Seperti yang disampaikan Kirfiani L Ginoga, Kepala Pusat Pendidikan, Pengembangan, Kebijakan dan Perubahan Iklim. Dia mengangkat tema mewujudkan kinerja reduksi emisi. Arga Paradita dari Biro Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membahas topik best practices di Berau, Malinau, dan Kapuas Hulu.
Pada acara yang dibuka langsung Presiden Peru Ollanta Humala Tasso itu, delegasi Indonesia dari perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yetti Rusli dipercaya berbagai kalangan untuk memberikan paparannya tentang keterkaitan perubahan iklim global yang akan berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi dan penghasilan bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Yetti bahkan mampu menyedot antusiasme delegasi dari Uganda, Spanyol, Jepang, Inggris, dan Jerman saat memaparkan tema kayu menjadi energi. Ketertarikan mereka bukan hanya kepada programprogram yang berlangsung di Paviliun Indonesia. Tapi, juga tertarik dengan fakta di lapangan bahwa Indonesia berkembang dan berinovasi sebagai negara agraris. Athmoghual Sicilia, delegasi sekaligus anggota parlemen di Uganda, sangat tertarik dengan berbagai program dan formula.
“Saya sangat tertarik dengan program Indonesia karena sangat fundamental, salah satunya mengenai elemen. Komitmen pemerintah terlihat begitu kuat dan memiliki modul dasar dari eksperimen. Itu menjadi acuan sangat penting,” kata Sicilia.
Sugeng wahyudi
Ribuan delegasi dari sekitar 200 negara berusaha menjelaskan langkah-langkah penanggulangan perubahan iklim. Menteri Lingkungan Peru Manuel Pulgar-Vidal, yang dipilih dalam sesi pembuka sebagai Presiden COP20/CMP10, meminta para delegasi bekerja dalam langkah yang kreatif guna mencapai konsensus global dalam 12 hari pertemuan. Pulgar- Vidal menekankan bahwa proses transparan dan inklusif akan menjadi prioritas utama.
“Konferensi ini semestinya mengarah ke penyusunan struktur dan penguatan mekanisme finansial, mengenalkan proses ambisius terhadap akselerasi sebelum aksi 2020 dan menciptakan perkembangan yang mengarah terhadap kontribusi nyata,” ujar Pulgar-Vidal dalam sambutannya, dikutip Xinhua.
Menteri Lingkungan Polandia Marcin Korolec, yang menjadi Presiden COP19/CMP9, menyanjung kesepakatan kerangka 2030 Uni Eropa dan China-Amerika Serikat yang secara bersama-sama mengumumkan pengurangan emisi. Menurutnya, kerangka tersebut sebagai pencapaian terbesar tahun ini menjelang pertemuan di Lima dan menuju pertemuan di Paris 2015 mendatang.
Dalam konferensi ini, delegasi Indonesia juga mengangkat sejumlah tema variatif. Seperti yang disampaikan Kirfiani L Ginoga, Kepala Pusat Pendidikan, Pengembangan, Kebijakan dan Perubahan Iklim. Dia mengangkat tema mewujudkan kinerja reduksi emisi. Arga Paradita dari Biro Perencanaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membahas topik best practices di Berau, Malinau, dan Kapuas Hulu.
Pada acara yang dibuka langsung Presiden Peru Ollanta Humala Tasso itu, delegasi Indonesia dari perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yetti Rusli dipercaya berbagai kalangan untuk memberikan paparannya tentang keterkaitan perubahan iklim global yang akan berdampak besar pada pertumbuhan ekonomi dan penghasilan bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Yetti bahkan mampu menyedot antusiasme delegasi dari Uganda, Spanyol, Jepang, Inggris, dan Jerman saat memaparkan tema kayu menjadi energi. Ketertarikan mereka bukan hanya kepada programprogram yang berlangsung di Paviliun Indonesia. Tapi, juga tertarik dengan fakta di lapangan bahwa Indonesia berkembang dan berinovasi sebagai negara agraris. Athmoghual Sicilia, delegasi sekaligus anggota parlemen di Uganda, sangat tertarik dengan berbagai program dan formula.
“Saya sangat tertarik dengan program Indonesia karena sangat fundamental, salah satunya mengenai elemen. Komitmen pemerintah terlihat begitu kuat dan memiliki modul dasar dari eksperimen. Itu menjadi acuan sangat penting,” kata Sicilia.
Sugeng wahyudi
(ars)