Optimalisasi Program Citarum Bestari
A
A
A
Program Citarum Bersih 2018 telah dicanangkan sejak Februari 2013 lalu. Di bawah kepemimpinan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Pemprov Jabar bertekad mewujudkan Citarum menjadi sungai yang bersih.
Pemprov menggandeng ratusan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dinilai peduli dengan keberadaan Citarum.
Untuk mewujud Citarum bersih, Aher, sapaan akrab Heryawan, mengaku telah menyiapkan program khusus dengan menggandeng seluruh pihak yang kerap turun tangan dalam menyelesaikan masalah di daerah aliran sungai (DAS) Citarum. “Forum ini berisi satgas, pemerintah, pakar, masyarakat umum, LSM hingga pengusaha, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun di tingkat nasional,” kata Aher dalam obrolan santai dengan KORAN SINDO, Rabu (3/12).
Melalui forum itu, lanjut Aher, akan dibuat sebuah keputusan yang berisi operational rule normalisasi Citarum. Operational rule yang disepakati bersama itu berisi kewajiban, hak, dan sanksi. “Semua stakeholderyang menikmati Citarum secara langsung ataupun tidak langsung wajib mematuhi kesepakatan tersebut,” ungkapnya.
Program Citarum Bersih 2018 yang kemudian dikenal sebagai Citarum Bersih, Sehat, Indah, dan Lestari (Bestari) itu diharapkan bisa berjalan optimal. Pemprov Jabar akan mengalokasikan anggaran untuk program Citarum Bestari sebesar Rp90 miliar pada 2015 mendatang. Alokasi anggaran tersebut meningkat sekitar 50% dari tahun sebelumnya. “Total anggaran tahun 2014 itu sekitar Rp60 miliar.
Tapi untuk 2015, rancangannya saja mencapai Rp90 miliar. Itu belum termasuk anggaran dari pusat dan CSR perusahaan,” ujarnya. Untuk diketahui, Pemprov Jabar menargetkan penanganan Citarum selama 4 tahun ke depan. 77 kilo meter aliran Citarum mulai hulu hingga waduk Saguling merupakan aliran sungai terkotor.
Secara bertahap, setiap tahunnya sepanjang 20 km aliran sungai akan direvitalisasi. Anggaran yang akan dikucurkan pemerintah pusat jumlahnya mencapai sekitar Rp20 miliar. Sehingga jika ditotalkan anggaran untuk mendukung program Citarum Bestari bisa mencapai lebih dari Rp100 miliar.
“Untuk tahun pertama kami lakukan penjajakan dulu dengan menata masalah yang ada. Tetapi secara global itu sudah terpetakan di antaranya masalah limbah rumah tangga, limbah ternak, limbah industri, sedimentasi dan lainnya,” sebutnya. Tahun ini, anggaran digunakan untuk mengubah kultur masyarakat yang menjadikan sungai Citarum sebagai tempat pembuangan sampah hingga limbah industri.
Berbagai kelompok masyarakat pun dilibatkan untuk mengubah kultur yang kadung melekat itu. Penjajakan pun sudah dilakukan untuk mengetahui berbagai persoan di sepanjang 20 kilometer pertama aliran Sungai Citarum. “Ternyata 20 km itu panjang dan ternyata juga, hulu Citarum itu tidak hanya Cisanti, ada hulu-hulu yang lain. Hulu itupun perlu dianggarkan juga,” ujarnya.
Aher menambahkan, untuk mewujud Citarum Bestari, pihaknya juga membutuhkan peran serta swasta melalui dana corporate social responsibility(CSR)-nya. Menurut Aher, dana CSR sangat dibutuhkan agar program yang bertujuan untuk membuat sungai Citarum bersih tersebut bisa berjalan optimal. Namun, Heryawan berharap, penyaluran dana CSR bisa dilakukan selektif dan melalui satu pintu.
“Kami imbau CSR dari perusahaan manapun, tapi harus satu pintu. Mereka berkoordinasi dengan BPLHD (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup) Jabar,” jelasnya. Sementara itu, Kepala BPLHD Jabar Anang Sudarna menyebutkan, tingkat pencemaran di Citarum tergolong berat karena sudah melebihi ambang batas. Pencemaran pun terjadi sejak hulu hingga hilir sungai. Tidak hanya itu, sedimentasi Citarum pun terbilang tinggi dengan kisaran 11 juta meter kubik pertahun.
Kondisi tersebut akibat alih fungsi lahan di wilayah hulu sungai yang dijadikan perkebunan atau pertanian semusim. “Padahal, seharusnya, wilayah hulu sungai ditanami pohon keras,” katanya. Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan polutan klasik lainnya, seperti BOD, COD, dan lainnya. Polutan itu berasal dari aktivitas industri dan rumah tangga.
Meski begitu, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya, BPLHD hanya memiliki kewenangan untuk memantau kualitas sungai Citarum. “Anggaran fisik berupa konservasi pun lebih tersebar di sektor lain,” ucapnya. DAS Citarum merupakan DAS utama di Jabar dengan luas mencapai 6.440 km persegi dan panjang 297 km persegi. Aliran air bermulai dari gunung Wayang di Kabupaten Bandung dan berakhir di Muaragembong Kabupaten Bekasi.
Sungai ini menghidupi jutaan penduduk Indonesia karena mengaliri lahan pertanian lebih dari 420.000 hektare. Alirannya juga menjadi penggerak turbin penghasil listrik Jawa-Bali. Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Jabar serta memiliki nilai sejarah, ekonomi maupun sosial yang penting. Namun, sejak 2007, sungai ini menjadi salah satu sungai dengan tingkat cemaran tertinggi di dunia.
Agung bakti sarasa
Pemprov menggandeng ratusan lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang dinilai peduli dengan keberadaan Citarum.
Untuk mewujud Citarum bersih, Aher, sapaan akrab Heryawan, mengaku telah menyiapkan program khusus dengan menggandeng seluruh pihak yang kerap turun tangan dalam menyelesaikan masalah di daerah aliran sungai (DAS) Citarum. “Forum ini berisi satgas, pemerintah, pakar, masyarakat umum, LSM hingga pengusaha, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi maupun di tingkat nasional,” kata Aher dalam obrolan santai dengan KORAN SINDO, Rabu (3/12).
Melalui forum itu, lanjut Aher, akan dibuat sebuah keputusan yang berisi operational rule normalisasi Citarum. Operational rule yang disepakati bersama itu berisi kewajiban, hak, dan sanksi. “Semua stakeholderyang menikmati Citarum secara langsung ataupun tidak langsung wajib mematuhi kesepakatan tersebut,” ungkapnya.
Program Citarum Bersih 2018 yang kemudian dikenal sebagai Citarum Bersih, Sehat, Indah, dan Lestari (Bestari) itu diharapkan bisa berjalan optimal. Pemprov Jabar akan mengalokasikan anggaran untuk program Citarum Bestari sebesar Rp90 miliar pada 2015 mendatang. Alokasi anggaran tersebut meningkat sekitar 50% dari tahun sebelumnya. “Total anggaran tahun 2014 itu sekitar Rp60 miliar.
Tapi untuk 2015, rancangannya saja mencapai Rp90 miliar. Itu belum termasuk anggaran dari pusat dan CSR perusahaan,” ujarnya. Untuk diketahui, Pemprov Jabar menargetkan penanganan Citarum selama 4 tahun ke depan. 77 kilo meter aliran Citarum mulai hulu hingga waduk Saguling merupakan aliran sungai terkotor.
Secara bertahap, setiap tahunnya sepanjang 20 km aliran sungai akan direvitalisasi. Anggaran yang akan dikucurkan pemerintah pusat jumlahnya mencapai sekitar Rp20 miliar. Sehingga jika ditotalkan anggaran untuk mendukung program Citarum Bestari bisa mencapai lebih dari Rp100 miliar.
“Untuk tahun pertama kami lakukan penjajakan dulu dengan menata masalah yang ada. Tetapi secara global itu sudah terpetakan di antaranya masalah limbah rumah tangga, limbah ternak, limbah industri, sedimentasi dan lainnya,” sebutnya. Tahun ini, anggaran digunakan untuk mengubah kultur masyarakat yang menjadikan sungai Citarum sebagai tempat pembuangan sampah hingga limbah industri.
Berbagai kelompok masyarakat pun dilibatkan untuk mengubah kultur yang kadung melekat itu. Penjajakan pun sudah dilakukan untuk mengetahui berbagai persoan di sepanjang 20 kilometer pertama aliran Sungai Citarum. “Ternyata 20 km itu panjang dan ternyata juga, hulu Citarum itu tidak hanya Cisanti, ada hulu-hulu yang lain. Hulu itupun perlu dianggarkan juga,” ujarnya.
Aher menambahkan, untuk mewujud Citarum Bestari, pihaknya juga membutuhkan peran serta swasta melalui dana corporate social responsibility(CSR)-nya. Menurut Aher, dana CSR sangat dibutuhkan agar program yang bertujuan untuk membuat sungai Citarum bersih tersebut bisa berjalan optimal. Namun, Heryawan berharap, penyaluran dana CSR bisa dilakukan selektif dan melalui satu pintu.
“Kami imbau CSR dari perusahaan manapun, tapi harus satu pintu. Mereka berkoordinasi dengan BPLHD (Badan Pengendalian Lingkungan Hidup) Jabar,” jelasnya. Sementara itu, Kepala BPLHD Jabar Anang Sudarna menyebutkan, tingkat pencemaran di Citarum tergolong berat karena sudah melebihi ambang batas. Pencemaran pun terjadi sejak hulu hingga hilir sungai. Tidak hanya itu, sedimentasi Citarum pun terbilang tinggi dengan kisaran 11 juta meter kubik pertahun.
Kondisi tersebut akibat alih fungsi lahan di wilayah hulu sungai yang dijadikan perkebunan atau pertanian semusim. “Padahal, seharusnya, wilayah hulu sungai ditanami pohon keras,” katanya. Kecenderungan yang sama juga ditunjukkan polutan klasik lainnya, seperti BOD, COD, dan lainnya. Polutan itu berasal dari aktivitas industri dan rumah tangga.
Meski begitu, pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak. Pasalnya, BPLHD hanya memiliki kewenangan untuk memantau kualitas sungai Citarum. “Anggaran fisik berupa konservasi pun lebih tersebar di sektor lain,” ucapnya. DAS Citarum merupakan DAS utama di Jabar dengan luas mencapai 6.440 km persegi dan panjang 297 km persegi. Aliran air bermulai dari gunung Wayang di Kabupaten Bandung dan berakhir di Muaragembong Kabupaten Bekasi.
Sungai ini menghidupi jutaan penduduk Indonesia karena mengaliri lahan pertanian lebih dari 420.000 hektare. Alirannya juga menjadi penggerak turbin penghasil listrik Jawa-Bali. Citarum adalah sungai terpanjang dan terbesar di Jabar serta memiliki nilai sejarah, ekonomi maupun sosial yang penting. Namun, sejak 2007, sungai ini menjadi salah satu sungai dengan tingkat cemaran tertinggi di dunia.
Agung bakti sarasa
(ars)