Sentuhan Personal di Griya Kolonial-Betawi
A
A
A
Hal yang membuat istimewa sebuah rumah, menurut Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia Robert O Blake, Jr, adalah kebersamaan dan kehangatan antarpara penghuninya. Juga, berbagai cerita yang tersimpan dari setiap benda yang tertata apik di dalam rumah tersebut.
Berbicara rumah memang bukan semata mengenai bangunan fisik yang berdiri kokoh sebagai tempat berlindung. Bukan pula sebatas konsep atau interiornya. Keluarga justru menjadi poin kehidupan dalam sebuah rumah. Dubes Robert Blake pun mengatakan bahwa keluarga merupakan hal yang utama dari suatu hunian.
“Bagi saya, rumah adalah di mana saya dan keluarga berkumpul,” kata sang dubes kepada KORAN SINDO saat dijumpai di rumah dinasnya, kawasan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, belum lama ini. Sang istri, Sofia Blake, menimpali bahwa at home bukan soal bangunan fisik sebuah rumah.
“At home adalah saat kami (keluarga) bersama-sama. Tak peduli di mana pun,” ujar perempuan kelahiran Bulgaria ini. Blake mulai menempati griya ini sejak ia resmi didapuk menjadi Dubes AS untuk Indonesia pada 21 November 2013. Rumah dinas yang kini ditempati Blake sekeluarga dibangun pada 1928. Di masa awal pembangunan, rumah ini milik Direktur Wellenstein and Co.
Pada 1949 bangunan ini menjadi milik Kedutaan AS dan mulai digunakan sebagai rumah dinas Dubes AS untuk Indonesia. Robert Blake merupakan dubes AS ke- 19 yang menempati hunian bergaya Belanda kolonial dan tropis Betawi ini. “Tak terasa, satu tahun yang menyenangkan telah kami lalui di rumah yang indah ini,” ucap ayah dari Kalena, Zara, dan Alexie itu.
Memasuki hunian yang berdiri di atas lahan seluas 9.000 meter persegi (m2) ini, terdapat jalan setapak berkanopi yang mengarah ke pintu utama. Di sisi kiri jalan setapak, terdapat sebidang lahan yang biasa digunakan untuk mengadakan berbagai event . Misalnya, perayaan Hari Kemerdekaan AS setiap tanggal 4 Juli.
Sementara, di sisi kanan jalan setapak ada taman berisi aneka pohon, kolam ikan, serta gazebo. Di taman ini juga terdapat jaring bulutangkis dan trampolin. Ada pula dua pohon mahoni besar yang usianya sudah mencapai ratusan tahun. Griya dengan polesan cat putih di bagian fasad ini tampak asri karena dikelilingi oleh pepohonan dan taman yang hijau.
Terlebih lagi, lokasi griya ini tepat berseberangan dengan Taman Suropati yang turut menghembuskan suasana sejuk. Posisi rumah yang berada agak ke dalam dari pagar membawa suasana tenteram karena jauh dari hirukpikuk jalan raya. Griya seluas 1.100 m2 ini memiliki dua lantai. Lantai satu diperuntukkan sebagai area publik sehingga mudah sekali untuk menemukan sofa di berbagai sudut rumah.
Sementara, lantai dua difungsikan sebagai area privacy. Pembagian fungsi lantai ditujukan agar Blake bisa menerima banyak tamu, tapi tidak mengganggu privasi para penghuni rumah. Sebagai dubes, tentu Blake sering kedatangan tamu. “Mungkin dua kali seminggu kami mengadakan perjamuan. Itu menyenangkan karena bisa bertemu, mengenal, dan bersahabat dengan masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan,” kata Blake.
Meskipun ini rumah dinas, Blake dan Sofia tetap mengisi hunian mereka dengan benda-benda yang memiliki cerita personal. Dengan begitu, suasana feeling at home bisa keduanya rasakan. Mereka pun dengan fasih mengisahkan cerita di balik benda-benda yang terpajang rapi dalam kediaman ini. Mereka juga tidak berniat untuk menghilangkan “rasa” dari penghuni terdahulu.
Bagi Sofia, hal yang spesial bisa mendiami sebuah hunian adalah dengan mengetahui sejarah dan perubahan-perubahan yang terjadi. “Dengan begitu, kami bisa menghargai apa yang sudah dilakukan oleh penghuni terdahulu. Sekaligus, bisa menambahkan “rasa” kami ke dalam rumah,” ucap Sofia. Ruang favorit Blake dan Sofia berada di lantai satu, yang mereka namakan sebagai Sun Room.
“Di ruangan ini semua tertutup jendela kaca yang besar, sehingga cahaya matahari bisa masuk secara maksimal. Serta, di mana pun kita duduk bisa melihat hijaunya taman. Kami suka sekali dengan tamannya,” sambung Blake, yang alumnus Harvard College. Berkunjung ke rumah sang dubes pada bulan Desember, nuansa Natal sudah terasa dari pintu utama.
Di daun pintu tertempel ornamen khas Natal seperti kaus kaki Santa Claus. Tak kalah dengan bagian depan, interior griya ini juga mulai diisi pernak-pernik Natal, termasuk pohon Natal indah di salah sudut ruang. Beberapa hiasan pohon Natal ada yang bergambar panda dan beruang kutub.
Ema malini
Berbicara rumah memang bukan semata mengenai bangunan fisik yang berdiri kokoh sebagai tempat berlindung. Bukan pula sebatas konsep atau interiornya. Keluarga justru menjadi poin kehidupan dalam sebuah rumah. Dubes Robert Blake pun mengatakan bahwa keluarga merupakan hal yang utama dari suatu hunian.
“Bagi saya, rumah adalah di mana saya dan keluarga berkumpul,” kata sang dubes kepada KORAN SINDO saat dijumpai di rumah dinasnya, kawasan Taman Suropati, Menteng, Jakarta Pusat, belum lama ini. Sang istri, Sofia Blake, menimpali bahwa at home bukan soal bangunan fisik sebuah rumah.
“At home adalah saat kami (keluarga) bersama-sama. Tak peduli di mana pun,” ujar perempuan kelahiran Bulgaria ini. Blake mulai menempati griya ini sejak ia resmi didapuk menjadi Dubes AS untuk Indonesia pada 21 November 2013. Rumah dinas yang kini ditempati Blake sekeluarga dibangun pada 1928. Di masa awal pembangunan, rumah ini milik Direktur Wellenstein and Co.
Pada 1949 bangunan ini menjadi milik Kedutaan AS dan mulai digunakan sebagai rumah dinas Dubes AS untuk Indonesia. Robert Blake merupakan dubes AS ke- 19 yang menempati hunian bergaya Belanda kolonial dan tropis Betawi ini. “Tak terasa, satu tahun yang menyenangkan telah kami lalui di rumah yang indah ini,” ucap ayah dari Kalena, Zara, dan Alexie itu.
Memasuki hunian yang berdiri di atas lahan seluas 9.000 meter persegi (m2) ini, terdapat jalan setapak berkanopi yang mengarah ke pintu utama. Di sisi kiri jalan setapak, terdapat sebidang lahan yang biasa digunakan untuk mengadakan berbagai event . Misalnya, perayaan Hari Kemerdekaan AS setiap tanggal 4 Juli.
Sementara, di sisi kanan jalan setapak ada taman berisi aneka pohon, kolam ikan, serta gazebo. Di taman ini juga terdapat jaring bulutangkis dan trampolin. Ada pula dua pohon mahoni besar yang usianya sudah mencapai ratusan tahun. Griya dengan polesan cat putih di bagian fasad ini tampak asri karena dikelilingi oleh pepohonan dan taman yang hijau.
Terlebih lagi, lokasi griya ini tepat berseberangan dengan Taman Suropati yang turut menghembuskan suasana sejuk. Posisi rumah yang berada agak ke dalam dari pagar membawa suasana tenteram karena jauh dari hirukpikuk jalan raya. Griya seluas 1.100 m2 ini memiliki dua lantai. Lantai satu diperuntukkan sebagai area publik sehingga mudah sekali untuk menemukan sofa di berbagai sudut rumah.
Sementara, lantai dua difungsikan sebagai area privacy. Pembagian fungsi lantai ditujukan agar Blake bisa menerima banyak tamu, tapi tidak mengganggu privasi para penghuni rumah. Sebagai dubes, tentu Blake sering kedatangan tamu. “Mungkin dua kali seminggu kami mengadakan perjamuan. Itu menyenangkan karena bisa bertemu, mengenal, dan bersahabat dengan masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan,” kata Blake.
Meskipun ini rumah dinas, Blake dan Sofia tetap mengisi hunian mereka dengan benda-benda yang memiliki cerita personal. Dengan begitu, suasana feeling at home bisa keduanya rasakan. Mereka pun dengan fasih mengisahkan cerita di balik benda-benda yang terpajang rapi dalam kediaman ini. Mereka juga tidak berniat untuk menghilangkan “rasa” dari penghuni terdahulu.
Bagi Sofia, hal yang spesial bisa mendiami sebuah hunian adalah dengan mengetahui sejarah dan perubahan-perubahan yang terjadi. “Dengan begitu, kami bisa menghargai apa yang sudah dilakukan oleh penghuni terdahulu. Sekaligus, bisa menambahkan “rasa” kami ke dalam rumah,” ucap Sofia. Ruang favorit Blake dan Sofia berada di lantai satu, yang mereka namakan sebagai Sun Room.
“Di ruangan ini semua tertutup jendela kaca yang besar, sehingga cahaya matahari bisa masuk secara maksimal. Serta, di mana pun kita duduk bisa melihat hijaunya taman. Kami suka sekali dengan tamannya,” sambung Blake, yang alumnus Harvard College. Berkunjung ke rumah sang dubes pada bulan Desember, nuansa Natal sudah terasa dari pintu utama.
Di daun pintu tertempel ornamen khas Natal seperti kaus kaki Santa Claus. Tak kalah dengan bagian depan, interior griya ini juga mulai diisi pernak-pernik Natal, termasuk pohon Natal indah di salah sudut ruang. Beberapa hiasan pohon Natal ada yang bergambar panda dan beruang kutub.
Ema malini
(bbg)