Jokowi Diminta Tuntaskan Kasus Penyiksaan Oleh Aparat
A
A
A
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) diminta untuk segera mengambil tindakan tegas terhadap segala bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) khususnya terhadap praktik-praktik penyiksaan.
Selama empat tahun terakhir, KontraS telah mendokumentasikan peristiwa praktik-praktik penyiksaan di Indonesia yang dilakukan oleh aparat negara seperti anggota Polri, TNI, maupun petugas Lapas.
Wakil Koordinator KontraS Yati Andriyani mengatakan, minimnya kemampuan aparat penyidik dalam mengejar fakta atau pengakuan dari pihak ketiga serta kultur arogansi aparat, menjadi alasan utama mengapa penyiksaan masih menjadi metode ampuh untuk diterapkan.
"Dalam empat tahun terakhir, pantauan KontraS menunjukkan angka penyiksaan oleh Polri, TNI dan petugas Lapas terus meningkat. Dalam kurun 2013-2014 saja ada 108 peristiwa," kata Yati dalam konferensi pers di Kantor KontraS, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2014).
Menurut Yati, ada beberapa motif utama yang digunakan aparat keamanan dalam melakukan penyiksaan. Pertama, untuk meminta pengakuan dari para saksi yang tersangkut sebuah tindak pidana tertentu.
"Biasanya disertai pemerasan dan tindakan-tindakan di luar batas yang tak seharusnya terjadi," kata dia.
Kedua, terhadap orang yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok separatis, pro merdeka dan tersangka kriminal. "Dengan embel-embel di atas, aparat hukum biasanya menyiksa para korbannya," kata Yati.
Dalam momentum jelang Hari HAM Internasional pada 10 Desember mendatang, Yati bersama sembilan orang korban penyiksaan yang diantaranya berasal dari Padang Sumatera Barat, Kudus Jawa Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, NTT, dan Papua mendesak Jokowi untuk menindak tegas para oknum pelaku penyiksaan.
"Semoga pemerintah tak hanya menjadikan Hari HAM Internasional sebagai peringatan seremonial saja," tandas Yati.
Selama empat tahun terakhir, KontraS telah mendokumentasikan peristiwa praktik-praktik penyiksaan di Indonesia yang dilakukan oleh aparat negara seperti anggota Polri, TNI, maupun petugas Lapas.
Wakil Koordinator KontraS Yati Andriyani mengatakan, minimnya kemampuan aparat penyidik dalam mengejar fakta atau pengakuan dari pihak ketiga serta kultur arogansi aparat, menjadi alasan utama mengapa penyiksaan masih menjadi metode ampuh untuk diterapkan.
"Dalam empat tahun terakhir, pantauan KontraS menunjukkan angka penyiksaan oleh Polri, TNI dan petugas Lapas terus meningkat. Dalam kurun 2013-2014 saja ada 108 peristiwa," kata Yati dalam konferensi pers di Kantor KontraS, Jalan Borobudur, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2014).
Menurut Yati, ada beberapa motif utama yang digunakan aparat keamanan dalam melakukan penyiksaan. Pertama, untuk meminta pengakuan dari para saksi yang tersangkut sebuah tindak pidana tertentu.
"Biasanya disertai pemerasan dan tindakan-tindakan di luar batas yang tak seharusnya terjadi," kata dia.
Kedua, terhadap orang yang diduga memiliki hubungan dengan kelompok separatis, pro merdeka dan tersangka kriminal. "Dengan embel-embel di atas, aparat hukum biasanya menyiksa para korbannya," kata Yati.
Dalam momentum jelang Hari HAM Internasional pada 10 Desember mendatang, Yati bersama sembilan orang korban penyiksaan yang diantaranya berasal dari Padang Sumatera Barat, Kudus Jawa Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, NTT, dan Papua mendesak Jokowi untuk menindak tegas para oknum pelaku penyiksaan.
"Semoga pemerintah tak hanya menjadikan Hari HAM Internasional sebagai peringatan seremonial saja," tandas Yati.
(kri)