Kejaksaan Agung Mesir Resmi Banding
A
A
A
KAIRO - Kejaksaan Agung Mesir resmi mengajukan banding atas putusan bebas mantan Presiden Hosni Mubarak. Alasannya, kajian terhadap vonis hakim dinilai cacat hukum.
“Kejaksaan Agung memutuskan untuk banding,” ujar Jaksa Agung Mesir Hesham Barakat, Selasa (2/12) waktu setempat, dikutip Al Ahram. Keputusan itu setelah Pengadilan Kairo pada Sabtu (29/11) lalu membebaskan Mubarak dan koleganya atas dakwaan pembunuhan terhadappara demonstranpada 2011.
Hesham Barakat juga mengungkapkan, keputusan banding itu juga tidak dipengaruhi ketegangan politik di antara kelompok oposisi dan pemerintah Mesir. Nantinya, pengadilan akan memutuskan apakah menerima banding tersebut dan memerintahkan pengadilan ulang atau menolaknya. Sesuai dengan hukum Mesir, dokumen banding harus diserahkan ke pengadilan kasasi dalam waktu 60 hari setelah vonis.
Selain banding dalam kasus Mubarak, Kejaksaan Agung juga akan mengajukan banding atas kasus mantan menteri dalam negeri Habib El-Adly, dan enam pejabat keamanan lainnya dalam skandal pembunuhan demonstran. Mubarak, 86, awalnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2012 atas kasus konspirasi pembunuhan ratusan demonstran selama 18 hari revolusi yang mengakhir 30 tahun kekuasaannya.
Namun, pengadilan banding memerintahkan pengadilan ulang. Hingga pada Sabtu lalu, Mubarak beserta tujuh pejabatnya dinyatakan tak bersalah dan bebas dari dakwaan pembunuhan. Selain bebas dalam skandal pembunuhan, Mubarak dan dua putranya, Gamal dan Aala, juga dinyatakan bebas dalam skandal suap berupa vila dari pengusaha Hussein Salem. Atas imbalan suap itu, Mubarak mengizinkan ekspor gas ke Israel dengan harga di bawah standar.
Pengacara Mubarak mengklaim, kliennya akan segera bebas dari rumah sakit penjara yang menjadi lokasi penahannya. Pasalnya, Mubarak telah menjalani dua pertiga masa penahanan dalam kasus korupsi sejak 2011 silam dalam skandal penggelapan dana publik. Vonis bebas Mubarak disambut dengan aksi demonstrasi massal di Lapangan Tahrir yang menjadi simbol perjuangan demokrasi Mesir sejak Sabtu (29/11) hingga kemarin. Sebanyak dua demonstran tewas dalam aksi itu.
Demonstrasi masih marak di berbagai kampus dan kota besar di Mesir sebagai bentuk kekecewaan rakyat Mesir karena vonis bebas Mubarak itu. Sementara, hanya beberapa hari setelah vonis bebas Mubarak, pengadilan Mesir menjatuhkan vonis mati bagi 185 anggota kelompok Ikhwanul Muslimin pada Selasa lalu.
Para terdakwa dinyatakan bersalah karena menyerang sebuah kantor polisi di pinggiran Kairo pada tahun lalu. Namun, vonis itu masih bersifat sementara karena proses banding masih cukup lama. Serangan terhadap kantor polisi Kerdasa, wilayah pinggiran Kairo, berlangsung pada Agustus 2013.
Saat itu pasukan keamanan sedang fokus membubarkan dua kamp demonstran di Kairo, itu menjadi babak paling berdarah dalam episode Mesir modern. Sementara dari Jenewa, Swiss, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) menyerukan Mesir harus menghentikan pasukan keamanan agar tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Kantor HAM PBB memberikan perhatian serius terhadap kurangnya akuntabilitas atas pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan keamanan dalam mengamankan aksi demonstrasi di Mesir beberapa hari terakhir.
“Sedikitnya lima orang, termasuk dua pasukan keamanan, yang tewas selama demonstrasi akhir pekan ini,” kata juru bicara Kantor HAM PBB, Rupert Colville, dikutip Reuters. PBB meminta Pemerintah Mesir tidak menggunakan kekuatan bersenjata dalam menghadapi demonstran. Colville juga meminta para demonstran menggelar aksinya dengan damai di tengah polarisasi masyarakat Mesir yang sangat membahayakan.
“Penyelidikan yang jujur dan independen harus dilaksanakan terhadap seluruh pelanggaran HAM,” tuturnya. Sebelumnya Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi yang merupakan pendukung Hosni Mubarak mengajak rakyat Mesir untuk melupakan skandal hukum mantan atasannya itu. Sisi meminta rakyat Mesir melihat masa depan dan tidak larut dalam cerita masa lalu.
Andika hendra m
“Kejaksaan Agung memutuskan untuk banding,” ujar Jaksa Agung Mesir Hesham Barakat, Selasa (2/12) waktu setempat, dikutip Al Ahram. Keputusan itu setelah Pengadilan Kairo pada Sabtu (29/11) lalu membebaskan Mubarak dan koleganya atas dakwaan pembunuhan terhadappara demonstranpada 2011.
Hesham Barakat juga mengungkapkan, keputusan banding itu juga tidak dipengaruhi ketegangan politik di antara kelompok oposisi dan pemerintah Mesir. Nantinya, pengadilan akan memutuskan apakah menerima banding tersebut dan memerintahkan pengadilan ulang atau menolaknya. Sesuai dengan hukum Mesir, dokumen banding harus diserahkan ke pengadilan kasasi dalam waktu 60 hari setelah vonis.
Selain banding dalam kasus Mubarak, Kejaksaan Agung juga akan mengajukan banding atas kasus mantan menteri dalam negeri Habib El-Adly, dan enam pejabat keamanan lainnya dalam skandal pembunuhan demonstran. Mubarak, 86, awalnya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada 2012 atas kasus konspirasi pembunuhan ratusan demonstran selama 18 hari revolusi yang mengakhir 30 tahun kekuasaannya.
Namun, pengadilan banding memerintahkan pengadilan ulang. Hingga pada Sabtu lalu, Mubarak beserta tujuh pejabatnya dinyatakan tak bersalah dan bebas dari dakwaan pembunuhan. Selain bebas dalam skandal pembunuhan, Mubarak dan dua putranya, Gamal dan Aala, juga dinyatakan bebas dalam skandal suap berupa vila dari pengusaha Hussein Salem. Atas imbalan suap itu, Mubarak mengizinkan ekspor gas ke Israel dengan harga di bawah standar.
Pengacara Mubarak mengklaim, kliennya akan segera bebas dari rumah sakit penjara yang menjadi lokasi penahannya. Pasalnya, Mubarak telah menjalani dua pertiga masa penahanan dalam kasus korupsi sejak 2011 silam dalam skandal penggelapan dana publik. Vonis bebas Mubarak disambut dengan aksi demonstrasi massal di Lapangan Tahrir yang menjadi simbol perjuangan demokrasi Mesir sejak Sabtu (29/11) hingga kemarin. Sebanyak dua demonstran tewas dalam aksi itu.
Demonstrasi masih marak di berbagai kampus dan kota besar di Mesir sebagai bentuk kekecewaan rakyat Mesir karena vonis bebas Mubarak itu. Sementara, hanya beberapa hari setelah vonis bebas Mubarak, pengadilan Mesir menjatuhkan vonis mati bagi 185 anggota kelompok Ikhwanul Muslimin pada Selasa lalu.
Para terdakwa dinyatakan bersalah karena menyerang sebuah kantor polisi di pinggiran Kairo pada tahun lalu. Namun, vonis itu masih bersifat sementara karena proses banding masih cukup lama. Serangan terhadap kantor polisi Kerdasa, wilayah pinggiran Kairo, berlangsung pada Agustus 2013.
Saat itu pasukan keamanan sedang fokus membubarkan dua kamp demonstran di Kairo, itu menjadi babak paling berdarah dalam episode Mesir modern. Sementara dari Jenewa, Swiss, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) menyerukan Mesir harus menghentikan pasukan keamanan agar tidak melanggar hak asasi manusia (HAM). Kantor HAM PBB memberikan perhatian serius terhadap kurangnya akuntabilitas atas pelanggaran HAM yang dilakukan pasukan keamanan dalam mengamankan aksi demonstrasi di Mesir beberapa hari terakhir.
“Sedikitnya lima orang, termasuk dua pasukan keamanan, yang tewas selama demonstrasi akhir pekan ini,” kata juru bicara Kantor HAM PBB, Rupert Colville, dikutip Reuters. PBB meminta Pemerintah Mesir tidak menggunakan kekuatan bersenjata dalam menghadapi demonstran. Colville juga meminta para demonstran menggelar aksinya dengan damai di tengah polarisasi masyarakat Mesir yang sangat membahayakan.
“Penyelidikan yang jujur dan independen harus dilaksanakan terhadap seluruh pelanggaran HAM,” tuturnya. Sebelumnya Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi yang merupakan pendukung Hosni Mubarak mengajak rakyat Mesir untuk melupakan skandal hukum mantan atasannya itu. Sisi meminta rakyat Mesir melihat masa depan dan tidak larut dalam cerita masa lalu.
Andika hendra m
(ars)