Tokoh Agama Sikapi Beragam

Rabu, 03 Desember 2014 - 13:28 WIB
Tokoh Agama Sikapi Beragam
Tokoh Agama Sikapi Beragam
A A A
JAKARTA - Aturan batas usia perkawinan 16 tahun pada wanita yang dinilai inkonstitusional mendapat pandangan beragam dari berbagai tokoh agama.

Pernyataan beragam tersebut dilontarkan dalam sidang lanjutan pengujian Undang- Undang 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Hamdan Zoleva, Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) menyatakan, pihaknya tidak dalam posisi untuk tidak setuju atau setuju dengan ketentuan batas usia perkawinan yang ditentukan dalam undang-undang.

Dalam agama Konghucu, segala bentuk peraturan yang dikeluarkan pemerintah merupakan bentuk kebijakan yang harus dihormati layaknya seorang bapak. Berapa pun batas usia perkawinan yang ditentukan undangundang, akan tetap dipatuhi. “Undang-undang harus diikuti seperti yang kami katakan tadi, negara itu layaknya bapak kami. Kalau kami menentang, berdosa,” ungkap Xs Djaengrana Ongawijaya selaku wakil ketua Deroh Matakin dalam sidang MK di Jakarta kemarin.

Namun, memang dalam praktiknya setiap umatnya menjalankan perkawinan menyesuaikan dengan ajaran Konghucu. Jika ada diantara penganut Konghucu yang ingin menikah di usia 16 atau 17 tahun, pihaknya tetap memberikan izin untuk melangsungkan perkawinan. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amidhan Shaberah menyatakan, dalam Islam batas usia perkawinan seseorang tidak ditentukan berdasarkan umur, namun tingkat kedewasaan seseorang.

Ini dapat diukur melalui beberapa pertanda seperti haid dan mimpi basah yang memiliki rentang usia antara 9 hingga 15 tahun. Karena itu, ujarnya, penetapan batas usia wanita yang termaktub dalam Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan sudah tepat. Pengaturan ini juga agar tidak terjadi kesenjangan terlalu jauh dengan usia kedewasaan (balig).

Lagipula, penetapan batas usia minimal wanita untuk menikah diusia 16 tahun merupakan kesepakatan para ulama PPP di DPR saat pembahasan RUU Perkawinan. Namun, dengan pembatasan usia kawin tersebut, tidak menutup ruang dispensasi untuk alasan tertentu. Karena itu, MUI menyatakan penetapan batas usia 16 tahun pada wanita tidak bertentangan dengan konstitusi.

Selama ini ketentuan tersebut dapat diterima masyarakat luas dan tidak ada penolakan dari agama manapun yang meminta ketentuan tersebut dibatalkan. Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) punya pendapatberbeda.

Menurut mereka, batas usia perkawinan pada wanita harusnya diubah menjadi 18 tahun.Merujuk pada kitab Nitisastra Kakawin dan kitab CanakyaNiti III, seseorang dianggap telah mencapai usia dewasa adalah setelah berumur lebih dari 16 tahun atau dimulai antara usia 16 sampai 20 tahun. Sementara dalam kitab Manu Smerti, usia layak kawin bagi wanita adalah setelah usia 19 tahun.

“Sehubungan dengan itu, kami berpendapat frasa 16 tahun sudah selayaknya dilakukan perubahan menjadi 18 tahun. Itulah batas usia perkawinan yang layak,” ungkap Ketua Dewan Pakar PHDI Pusat I Nengah Dana.

Nurul adriyana
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3359 seconds (0.1#10.140)