Usulan DPD Tak Diakomodasi
A
A
A
JAKARTA - Permintaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk merevisi 13 pasal pada Undang-Undang Nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) akhirnya kandas.
DPR memutuskan hanya akan merevisi lima pasal yang berkaitan dengan penyelesaian konflik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Berdasarkan keputusan rapat pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR kemarin, 13 pasal usulan DPD tersebut ditunda revisinya dan baru akan diakomodasi pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
Salah satu alasan menunda usulan DPD adalah konflik KMP dan KIH dinilai sangat mendesak dan harus diselesaikan sebelum DPR memasuki masa reses pada 5 Desember. ”Baleg memprioritaskan revisi pasal mengenai penyelesaian masalah KMP dan KIH karena persoalan waktu. Usulan DPD masuk dan menjadi prioritas prolegnas berikutnya,” kata Wakil Ketua DPR yang juga pimpinan sidang paripurna Taufik Kurniawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Taufik menjelaskan, pimpinan DPR sifatnya hanya melaporkan masukan-masukan yang diterima Badan Legislasi (Baleg) mengenai revisi UU MD3 ini dari semua pihak. Karena itu DPR tidak dalam posisi menolak atau menerima usulan DPD. Menurut dia, DPR memiliki waktu yang sangat sempit untuk bersidang, sedangkan revisi UU MD3 tersebut harus segera dirampungkan.
”Baleg menyampaikan ada hal yang sangat mendesak dan prioritas sehingga harus mengesampingkan aspirasi dari teman-teman DPD,” ujar Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut. RUU MD3 ini rencananya mulai dibahas hari ini. DPR praktis hanya memiliki waktu dua hari untuk mengesahkan sebelum berakhirnya waktu masa sidang pertama pada 5 Desember. Sidang paripurna DPR juga memutuskan bahwa perubahan UU MD3 ini akan dimasukkan dalam Prolegnas 2014.
Dalam paripurna tersebut DPR juga menyetujui perubahan UU MD3 ini menjadi RUU inisiatif DPR. Tidak dimasukkannya usulan DPD soal perubahan 13 pasal itu mengundang protes Ketua Panitia Pembuat Undang-Undang (PPUU) DPD RI Gede Pasek Suardhika. Dia menegaskan keputusan DPR yang melakukan revisi UU MD3 tanpa melibatkan DPD adalah inkonstitusional.
Dia menyayangkan ketika DPR lebih mementingkan persoalan bagi-bagi kursi ketimbang melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 92 tanggal 27 Maret 2013 yang menyatakan DPD harus terlibat dalam perumusan dan pembahasan undangundang bersama DPR.
“Sesuai amanah konstitusi dan aturan perundangan, maka posisi hukum merevisi UU MD3 harus melibatkan DPD RI yang merupakan bagian dari tripartit, yakni pemerintah, DPR, dan DPD,” kata Gede Pasek pada diskusi “Revisi UU MD3: Tarik-menarik Tiga Kekuatan, KIH, KMP, DPD” kemarin di Gedung DPR Jakarta. Menurutnya, DPR RI menggunakan landasan hukum Pasal 23 ayat 2 UU No 12 Tahun 2011, yakni dalam keadaan darurat DPR dapat merevisi UU di luar prolegnas.
Gede Pasek menilai keadaan darurat yang dimaksudkan DPR tidak tepat dan salah kaprah. Menurut dia, keadaan darurat yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah keadaan darurat nasional yang berdampak pada situasi masyarakat menjadi tidak kondusif. “Sementara keadaan darurat yang dimaksud DPR saat ini adalah karena adanya perbedaan pendapat di antara elite partai yang terbelah menjadi dua kekuatan. Ini hal yang berbeda,” katanya.
Anggota DPR periode 2009– 2014 dari Fraksi Partai Demokrat itu menegaskan bahwa putusan MK mengabulkan gugatan DPD sehingga lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk mengusulkan dan membahas RUU bersama DPR. Dengan posisi hukum tersebut, menurut Pasek, DPR saat merevisi UU MD3 harus melibatkan DPD. “DPD RI mengajukan usulan untuk dilibatkan pada pembahasan revisi UU MD3, bukan karena DPD RI meminta-minta, tapi posisi hukumnya demikian,” katanya.
Pasek menegaskan, jika DPR RI merevisi UU MD3 tanpa melibatkan DPD, UU hasil revisi tersebut cacat hukum atau inkonstitusional. Wakil Ketua PPUU DPD Muhammad Afnan Hadikusumo menilai, semestinya DPR tidak serta-merta mengesampingkan keputusan MK demi kepentingan politik semata, yakni demi kepentingan bagi-bagi kursi antara KMP dan KIH di DPR.
“Putusan MK sudah ada, maka sekarang saja dimasukkan (13 pasal usulan DPD). Tidak perlu menunggu-nunggu pembahasan revisi selanjutnya atau hanya mengakomodasi poin-poin KMP-KIH. Itu batal demi hukum,” ujarnya. Di sisi lain, Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate mengatakan, masuknya RUU MD3 ini ke dalam Prolegnas 2014 didasarkan pada ketentuan Pasal 23 ayat 2 UU Nomor 12/2011 tentang Peraturan Perundang-undangan.
Pasal itu menyebutkan, dalam keadaan tertentu, DPR dapat mengajukan RUU di luar prolegnas untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam. Selain itu karena alasan berupa keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional. Johnny mengatakan, dengan segera dibahasnya revisi UU MD3 ini, konflik KMP dan KIH bisa segera diakhiri.
“Akan lebih rugi jika situasi di DPR dibiarkan berkonflik,” kata dia kemarin. Menurut Johnny, DPD dalam revisi ini sudah dilibatkan secara aktif. Hanya mengenai 13 pasal yang diusulkan diubah, dia setuju hal itu tidak dilakukan sekarang karena DPR harus memprioritaskan hal-hal yang substansial terlebih dulu.
Menurutnya, DPD telah dilibatkan dalam Baleg sehingga sudah memenuhi aturan perundang- undangan.
Kiswondari/ant
DPR memutuskan hanya akan merevisi lima pasal yang berkaitan dengan penyelesaian konflik antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Berdasarkan keputusan rapat pengganti Badan Musyawarah (Bamus) DPR kemarin, 13 pasal usulan DPD tersebut ditunda revisinya dan baru akan diakomodasi pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
Salah satu alasan menunda usulan DPD adalah konflik KMP dan KIH dinilai sangat mendesak dan harus diselesaikan sebelum DPR memasuki masa reses pada 5 Desember. ”Baleg memprioritaskan revisi pasal mengenai penyelesaian masalah KMP dan KIH karena persoalan waktu. Usulan DPD masuk dan menjadi prioritas prolegnas berikutnya,” kata Wakil Ketua DPR yang juga pimpinan sidang paripurna Taufik Kurniawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Taufik menjelaskan, pimpinan DPR sifatnya hanya melaporkan masukan-masukan yang diterima Badan Legislasi (Baleg) mengenai revisi UU MD3 ini dari semua pihak. Karena itu DPR tidak dalam posisi menolak atau menerima usulan DPD. Menurut dia, DPR memiliki waktu yang sangat sempit untuk bersidang, sedangkan revisi UU MD3 tersebut harus segera dirampungkan.
”Baleg menyampaikan ada hal yang sangat mendesak dan prioritas sehingga harus mengesampingkan aspirasi dari teman-teman DPD,” ujar Sekjen DPP Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut. RUU MD3 ini rencananya mulai dibahas hari ini. DPR praktis hanya memiliki waktu dua hari untuk mengesahkan sebelum berakhirnya waktu masa sidang pertama pada 5 Desember. Sidang paripurna DPR juga memutuskan bahwa perubahan UU MD3 ini akan dimasukkan dalam Prolegnas 2014.
Dalam paripurna tersebut DPR juga menyetujui perubahan UU MD3 ini menjadi RUU inisiatif DPR. Tidak dimasukkannya usulan DPD soal perubahan 13 pasal itu mengundang protes Ketua Panitia Pembuat Undang-Undang (PPUU) DPD RI Gede Pasek Suardhika. Dia menegaskan keputusan DPR yang melakukan revisi UU MD3 tanpa melibatkan DPD adalah inkonstitusional.
Dia menyayangkan ketika DPR lebih mementingkan persoalan bagi-bagi kursi ketimbang melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 92 tanggal 27 Maret 2013 yang menyatakan DPD harus terlibat dalam perumusan dan pembahasan undangundang bersama DPR.
“Sesuai amanah konstitusi dan aturan perundangan, maka posisi hukum merevisi UU MD3 harus melibatkan DPD RI yang merupakan bagian dari tripartit, yakni pemerintah, DPR, dan DPD,” kata Gede Pasek pada diskusi “Revisi UU MD3: Tarik-menarik Tiga Kekuatan, KIH, KMP, DPD” kemarin di Gedung DPR Jakarta. Menurutnya, DPR RI menggunakan landasan hukum Pasal 23 ayat 2 UU No 12 Tahun 2011, yakni dalam keadaan darurat DPR dapat merevisi UU di luar prolegnas.
Gede Pasek menilai keadaan darurat yang dimaksudkan DPR tidak tepat dan salah kaprah. Menurut dia, keadaan darurat yang dimaksud dalam pasal tersebut adalah keadaan darurat nasional yang berdampak pada situasi masyarakat menjadi tidak kondusif. “Sementara keadaan darurat yang dimaksud DPR saat ini adalah karena adanya perbedaan pendapat di antara elite partai yang terbelah menjadi dua kekuatan. Ini hal yang berbeda,” katanya.
Anggota DPR periode 2009– 2014 dari Fraksi Partai Demokrat itu menegaskan bahwa putusan MK mengabulkan gugatan DPD sehingga lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk mengusulkan dan membahas RUU bersama DPR. Dengan posisi hukum tersebut, menurut Pasek, DPR saat merevisi UU MD3 harus melibatkan DPD. “DPD RI mengajukan usulan untuk dilibatkan pada pembahasan revisi UU MD3, bukan karena DPD RI meminta-minta, tapi posisi hukumnya demikian,” katanya.
Pasek menegaskan, jika DPR RI merevisi UU MD3 tanpa melibatkan DPD, UU hasil revisi tersebut cacat hukum atau inkonstitusional. Wakil Ketua PPUU DPD Muhammad Afnan Hadikusumo menilai, semestinya DPR tidak serta-merta mengesampingkan keputusan MK demi kepentingan politik semata, yakni demi kepentingan bagi-bagi kursi antara KMP dan KIH di DPR.
“Putusan MK sudah ada, maka sekarang saja dimasukkan (13 pasal usulan DPD). Tidak perlu menunggu-nunggu pembahasan revisi selanjutnya atau hanya mengakomodasi poin-poin KMP-KIH. Itu batal demi hukum,” ujarnya. Di sisi lain, Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate mengatakan, masuknya RUU MD3 ini ke dalam Prolegnas 2014 didasarkan pada ketentuan Pasal 23 ayat 2 UU Nomor 12/2011 tentang Peraturan Perundang-undangan.
Pasal itu menyebutkan, dalam keadaan tertentu, DPR dapat mengajukan RUU di luar prolegnas untuk mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik, atau bencana alam. Selain itu karena alasan berupa keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi nasional. Johnny mengatakan, dengan segera dibahasnya revisi UU MD3 ini, konflik KMP dan KIH bisa segera diakhiri.
“Akan lebih rugi jika situasi di DPR dibiarkan berkonflik,” kata dia kemarin. Menurut Johnny, DPD dalam revisi ini sudah dilibatkan secara aktif. Hanya mengenai 13 pasal yang diusulkan diubah, dia setuju hal itu tidak dilakukan sekarang karena DPR harus memprioritaskan hal-hal yang substansial terlebih dulu.
Menurutnya, DPD telah dilibatkan dalam Baleg sehingga sudah memenuhi aturan perundang- undangan.
Kiswondari/ant
(ars)