Gipah Terima Pinangan Suwarno karena Cinta dan Pengabdian

Rabu, 03 Desember 2014 - 11:02 WIB
Gipah Terima Pinangan...
Gipah Terima Pinangan Suwarno karena Cinta dan Pengabdian
A A A
Kemarin siang adalah hari bahagia Suwarno, 62, dan Gipah, 75, karena kisah kasih mereka berlanjut ke pelaminan.

Apalagi, pernikahan penghuni Panti Jompo Werdha Mojopahit, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, itu dirayakan cukup meriah. Meski sudah tiga bulan hidup bersama di panti, raut muka malu-malu masih terlihat di wajah pasangan jompo ini. Terlebih saat keduanya disandingkan di depan penghulu. Berkali- kali Suwarno dan Gipah menundukkan wajah untuk menutupi rasa malu di hadapan pengunjung yang memenuhi salah satu ruang panti. Maklum, pernikahan yang mereka lakukan ini bukan perkawinan biasa. Ini pernikahan di usia senja.

Dengan mengenakan jas dan celana hitam, Suwarno terlihat gagah di usianya yang tak lagi muda. Begitu juga Gipah berdandan ala pengantin usia muda. Keduanya tampak siap dinobatkan sebagai pasangan suami-istri. Tak perlu mengulangi kalimat nikah, penghulu langsung mengesahkan pernikahan mereka dengan mas kawin Rp100.000 yang dibungkus amplop.

Setelah prosesi nikah selesai, Suwarno tak malu-malu menunjukkan kemesraannya di hadapan ratusan undangan yang hadir. Tanpa ragu kakek tiga cucu itu mengecup kening istrinya. Meski menyandang tunanetra, Suwarno tak kesulitan menemukan kening sang istri. Ciuman itu disambut Gipah de-ngan mencium tangan Suwarno. Bagi Suwarno, ini pernikahan kedua setelah ditinggal wafat sang istri. Begitu juga Gipah, sejak paruh umur berstatus janda setelah bercerai dengan sang suami.

”Karena cinta, saya mau saat diajak menikah. Saya ingin ada yang menemani,” ungkap Gipah yang mengaku mengenal Suwarno tiga bulan silam saat pertama Suwarno menjadi penghuni panti. Benih cinta sudah tumbuh kali pertama mereka bertemu. Rasa cinta Gipah semakin mendalam saat Suwarno berhasil menyembuhkan penyakit encok yang dideritanya sejak puluhan tahun silam.

Suwarno memang rutin memberikan pijatan kepada Gipah untuk penyembuhan itu. Dia tunanetra yang memiliki keahlian memijat. ”Sebagai ucapan terima kasih pula, saya ingin mengabdi kepadanya,” ujar Gipah. Selain alasan cinta dan pengabdian, Gipah juga ingin di pengujung usianya memiliki seseorang yang berarti.

Maklum, nenek yang sudah enam tahun menghuni panti ini tak lagi memiliki sanak maupun saudara. Dari pernikahan pertamanya, dia juga tak dikaruniai seorang anak pun. ”Kalau mati nanti, biar ada yang mengirim doa,” ungkap nenek asal Kecamatan Dlanggu, Kabupaten Mojokerto ini. Suwarno tak ragu mengungkapkan cintanya kepada Gipah yang 13 tahun lebih tua.

Dia juga beralasan ingin memiliki pendamping hingga akhir hayatnya. Pernikahan ini pun atas restu semua anak dan cucunya. ”Anak dan cucu saya setuju. Karena itu, saya langsung menikahi Gipah,” kata Suwarno dengan tanpa ragu. Dia sudah membayangkan bakal tidur satu kamar dengan sang istri. Selama ini mereka berdua tinggal di asrama berbeda dan hanya bertemu saat memijat atau makan bersama.

”Setelah ini saya tidak tidur sendiri lagi. Saya tidak akan kesulitan menjalani aktivitas meski tak bisa melihat,” ujarnya. Pernikahan pasangan manusia usia lanjut (manula) ini tak lepas dari perhatian pengelola panti. Meski hanya satu pasangan yang menikah, pihak panti mengemasnya dengan meriah. Hiburan organ tunggal tunanetra menyemarakkan pesta pernikahan ini.

”Mereka punya niat baik (menikah). Karena itu, kami meluluskan permintaan mereka,” ucap Kepala Panti Werdha Mojopahit Sugiono. Dia justru menyambut baik jika ada penghuni panti yang menikah dengan sesama penghuni. Selain meminimalisasi perbuatan zina, juga agar tercipta keakraban.

”Kalau sudah menjadi pasangan suamiistri, akan lebih mendapatkan perhatian. Pesta pernikahan seperti ini juga menjadi hiburan bagi penghuni panti lain,” ungkapnya.

Tritus Julan
Mojokerto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0804 seconds (0.1#10.140)