Pemerintah Wajib Buka Tabir Misteri Kematian Munir

Rabu, 03 Desember 2014 - 06:38 WIB
Pemerintah Wajib Buka Tabir Misteri Kematian Munir
Pemerintah Wajib Buka Tabir Misteri Kematian Munir
A A A
JAKARTA - Pemerintah dinilai tidak memiliki kehendak politik yang besar untuk membongkar kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.

Putusan pengadilan terhadap Pollycarpus Budihari Prijanto dinilai belum menguak fakta-fakta di balik kematian Munir.

Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Indriaswati D Saptaningrum menilai sebenarnya banyak fakta yang ditemukan Tim Pencari Fakta (TPF) terkait kasus kematian Munir.

Namun, lanjut dia, fakta fakta hasil penelusuran TPF tidak ditindaklanjuti pemerintah. Begitu juga dengan pengadilan. Misalnya, adanya banyak komunikasi antara Pollycarpus dan petinggi lembaga intelijen.

"Seharusnya data TPF itu ditindaklanjuti dengan membentuk pengadilan HAM, bukan pengadilan biasa," kata Indriaswati kepada Sindonews, Selasa 2 Desember 2014 malam.

Menurut dia, pemerintah memiliki tanggung jawab mengungkap kasus kematian Munir secara tuntas.

Sampai sekarang, lanjut dia, publik masih diliputi berbagai pertanyaan terkait latar belakang di balik kematian Munir. "Keluarga korban berhak untuk mengetahui yang sebenarnya. Misalnya pertanyaan, benar enggak sih kasus kematian Munir ada kaitannya dengan institusi pemerintah?" katanya.

Indriaswati pun mengkritik sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang pernah menyebut Pollycarpus seharusnya sudah mendapatkan pembebasan bersyarat dua tahun lalu.

Dia menilai Menkum HAM hanya melihat sisi prosedural formal dalam menyikapi proses hukum Pollycarpus.

"Esensinya bukan itu, tapi kehendak politik pemerintah (mengungkap tuntas kasus ini). Banyak fakta TPF belum dibuka dan ditindaklanjuti," tuturnya.

Kasus kematian Munir kembali mencuat ke publik pasca bebasnya Pollycarpus dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Sukamiskin, Kota Bandung, Sabtu 29 November 2014.

Pollycarpus bebas lebih cepat dari vonis hakim terhadapnya, yakni 14 tahun penjara. Mantan pilot Garuda Indonesia mendapatkan 19 kali remisi dan bebas karena memeroleh pembebasan bersyarat dari pemerintah.

Pembebasan bersyarat Pollycarpus pun mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan, termasuk aktivis HAM.

Tidak sedikit yang menilai pembebasan bersyarat Pollycarpus menunjukkan pemerintah tidak memiliki komitmen dalam menegakkan HAM.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5861 seconds (0.1#10.140)