DPD Usulkan 13 Poin Perubahan UU MD3
A
A
A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengusulkan penambahan 13 poin perubahan dalam 13 pasal pada revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, poinpoin tersebut mengenai penguatan posisi dalam UU MD3. Usulan ini telah disampaikan pada akhir periode lalu ketika UU MD3 dibahas, tetapi tidak mendapat tanggapan. Karena itu, DPD kemudian mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saat di pansus, ada yang sudah masuk beberapa poin, ada yang belum atau kelewat. Ada juga yang beda penafsiran. Perubahan ini sudah ada dalam amar putusan MK sehingga tinggal dimasukkan dalam,” tandas Farouk di Jakarta kemarin. Farouk pun menjamin usulan penambahan 13 poin itu tidak akan mengganggu kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Dia juga optimistis revisi UU MD3 bisa selesai sebelum 5 Desember 2014 sesuai kesepakatan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). “Jumat (5/12) harus sudah selesai. Maka rapat Bamus dulu, Selasa (hari ini) paripurna diagendakan, setuju ketuk mulai kerja (bahas MD3). Mereka (DPR) kirim surat kepada Presiden dan Presiden setuju (pemerintah ikut membahas),” ungkapnya.
Farouk mengatakan, jika pada Selasa (2/12) sudah diketuk dalam paripurna DPR agar revisi UU MD3 dibahas, pada Rabu (3/12) DPR sudah terima surat persetujuan dari pemerintah untuk membahas bersama-sama, termasuk dengan DPD. “Jadi kami bisa gunakan hari Rabu dan Kamis (4/12). Ada 5 pasal dari DPR dan 13 pasal dari kami, nanti kami seleksi lagi pasal-pasal itu,” paparnya.
Menurut Farouk, meski materi yang dibahas bertambah dengan masuknya 13 usulan DPD, sebenarnya pembahasan bisa tetap cepat karena DPD sudah pernah mengusulkannya dalam pansus akhir periode lalu. “Substansinya sebetulnya sudah terlaksana. Sampai pembahasan RUU Desa, RUU Pemda, semua sudah, terutama DPD dengan komite,” ujarnya.
Adapun Baleg DPR memastikan rapat dengan DPD tidak akan mengganti perubahan pasal-pasal dalam UU MD3 yang sudah disepakati KMP dan KIH. “Perubahan UU MD3 itu pintu masuk islah. Ini koridor yang harus dijalani,” tandas Wakil Ketua Baleg DPR Saan Mustofa di ruang rapat Baleg DPR di Jakarta kemarin. Saan pun memastikan DPR tidak akan keluar dari batasan itu.
Dalam rapat ini, Baleg DPR hanya mendengar pendapat dari pimpinan dan anggota DPD yang selanjutnya disampaikan kepada pimpinan DPR. “Hari ini (kemarin) kami hanya menampung pendapat DPD, tidak ada perdebatan. Kami akan melaporkan hasil rapat ini kepada pimpinan DPR,” ujarnya. Dia berharap, DPD tidak menambah perubahan pasal di luar yang disepakati KMP dan KIH. Sebab penambahan perubahan pasal akan memperpanjang permasalahan.
“Kalau ditambah pasal yang diubah, panjang urusannya nanti,” tandasnya. Saan juga mengatakan, Baleg DPR mengupayakan pembahasan revisi beberapa pasal dalam UU MD3 berlangsung cepat. Sebab DPR menargetkan 5 Desember harus sudah selesai. Minimal draf perubahan UU MD3 sudah disahkan DPR sebelum masuk masa reses. “Sehingga setelah reses tinggal menindaklanjutinya saja sesuai dengan ketentuan,” paparnya.
Mengenai apakah revisi ini akan masuk program legislasi nasional (prolegnas), menurut dia, revisi UU MD3 ini sifatnya mendesak. Sementara untuk membuat prolegnas juga harus menunggu kesiapan pemerintah. DPR, menurutnya, tidak bisa sepihak dalam membahas prolegnas karena ada DPD dan pemerintah. Adapun pemerintah juga perlu waktu untuk mengonsolidasikan UU mana yang harus dimasukkan ke prolegnas.
“Mereka juga menunggu masukan dari kementerian- kementerian dan itu butuh waktu,” tandasnya. Khusus untuk UU MD3, sambungnya, sebelum prolegnas dibahas, revisi ini tetap diselesaikan. Namun revisi UU MD3 menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari prolegnas. Jadi, menurutnya, revisi UU MD3 itu dimasukkan dalam prolegnas, tapi menyusul. Sebab jika harus menunggu prolegnas disusun baru revisi UU MD3, itu akan menjadi masalah.
“Tapi kalau ini dibahas dulu dan kita masukkan di Prolegnas 2015, itu tidak ada masalah. Ini kan ada kebutuhan penting bahwa kita ingin DPR secepatnya solid dan bekerja dalam suasana kompak,” paparnya. Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD Gede Pasek Suardika mengatakan, DPD ingin memastikan revisi UU MD3 dilakukan secara konstitusional dan didasarkan atas aturan yang masih berlaku, yakni sesuai dengan putusan MK. Jadi, revisi harus dimaknai sesuai dengan putusan MK.
Mengubah UU, menurutnya, ada aturannya, yaitu ditegaskan bahwa untuk mengubah harus ada mekanisme formal yang harus dilewati. “Pertama lewat prolegnas. Kalau tidak, bisa sesuai dengan Pasal 23 tentang pembuatan UU, yaitu keadaan luar biasa atau urgensi nasional,” tandasnya. Menurut Pasek, mengubah pasal sesuai dengan keinginan DPD atau tidaknya itu bagian dari proses pembahasan.
Sementara sekarang ini belum masuk proses pembahasan. Ini baru pertemuan awal untuk menyamakan persepsi untuk mengubah UU MD3. “Dalam pasal yang kita ajukan, pada dasarnya itu terkait dengan putusan MK dan sinkronisasi kelembagaan, yang antara praktik DPD di UU itu ada yang tidak sinkron,” urainya. Mantan politikus Partai Demokrat itu mengatakan, DPD tidak akan menghambat dan akan menyesuaikan diri dengan target.
Sebenarnya kalau dari awal DPD dilibatkan, waktu tidak mepet lagi. DPD pun sudah mengingatkan sejak awal. Kalau sekarang menggunakan alasan waktu yang mepet, menurutnya, hal itu menjadi aneh.
“Proses ini lama kalau belum ada kesepakatan. Tapi kalau sudah ada kesepakatan kan bisa cepat. Kuncinya kesepakatan dulu. Kalau sudah sepakat, formalitas tahapan itu menjadi lebih mudah,” ujarnya. Pasek juga menjelaskan, 13 poin perubahan yang diajukan DPD adalah Pasal 71, Pasal 72, Pasal 164, Pasal 165, Pasal 166, Pasal 170, Pasal 171, Pasal 249, Pasal 250, Pasal 259, Pasal 276, Pasal 281, dan Pasal 284. Perubahan pasal itu tidak banyak karena hanya menambah kata “DPD”, menghapus beberapa kalimat, dan merevisi sejumlah kalimat.
“Dan perubahan itu telah kami persiapan drafnya, hanya tinggal memasukkan saja,” tandasnya.
Kiswondari
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan, poinpoin tersebut mengenai penguatan posisi dalam UU MD3. Usulan ini telah disampaikan pada akhir periode lalu ketika UU MD3 dibahas, tetapi tidak mendapat tanggapan. Karena itu, DPD kemudian mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saat di pansus, ada yang sudah masuk beberapa poin, ada yang belum atau kelewat. Ada juga yang beda penafsiran. Perubahan ini sudah ada dalam amar putusan MK sehingga tinggal dimasukkan dalam,” tandas Farouk di Jakarta kemarin. Farouk pun menjamin usulan penambahan 13 poin itu tidak akan mengganggu kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Dia juga optimistis revisi UU MD3 bisa selesai sebelum 5 Desember 2014 sesuai kesepakatan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). “Jumat (5/12) harus sudah selesai. Maka rapat Bamus dulu, Selasa (hari ini) paripurna diagendakan, setuju ketuk mulai kerja (bahas MD3). Mereka (DPR) kirim surat kepada Presiden dan Presiden setuju (pemerintah ikut membahas),” ungkapnya.
Farouk mengatakan, jika pada Selasa (2/12) sudah diketuk dalam paripurna DPR agar revisi UU MD3 dibahas, pada Rabu (3/12) DPR sudah terima surat persetujuan dari pemerintah untuk membahas bersama-sama, termasuk dengan DPD. “Jadi kami bisa gunakan hari Rabu dan Kamis (4/12). Ada 5 pasal dari DPR dan 13 pasal dari kami, nanti kami seleksi lagi pasal-pasal itu,” paparnya.
Menurut Farouk, meski materi yang dibahas bertambah dengan masuknya 13 usulan DPD, sebenarnya pembahasan bisa tetap cepat karena DPD sudah pernah mengusulkannya dalam pansus akhir periode lalu. “Substansinya sebetulnya sudah terlaksana. Sampai pembahasan RUU Desa, RUU Pemda, semua sudah, terutama DPD dengan komite,” ujarnya.
Adapun Baleg DPR memastikan rapat dengan DPD tidak akan mengganti perubahan pasal-pasal dalam UU MD3 yang sudah disepakati KMP dan KIH. “Perubahan UU MD3 itu pintu masuk islah. Ini koridor yang harus dijalani,” tandas Wakil Ketua Baleg DPR Saan Mustofa di ruang rapat Baleg DPR di Jakarta kemarin. Saan pun memastikan DPR tidak akan keluar dari batasan itu.
Dalam rapat ini, Baleg DPR hanya mendengar pendapat dari pimpinan dan anggota DPD yang selanjutnya disampaikan kepada pimpinan DPR. “Hari ini (kemarin) kami hanya menampung pendapat DPD, tidak ada perdebatan. Kami akan melaporkan hasil rapat ini kepada pimpinan DPR,” ujarnya. Dia berharap, DPD tidak menambah perubahan pasal di luar yang disepakati KMP dan KIH. Sebab penambahan perubahan pasal akan memperpanjang permasalahan.
“Kalau ditambah pasal yang diubah, panjang urusannya nanti,” tandasnya. Saan juga mengatakan, Baleg DPR mengupayakan pembahasan revisi beberapa pasal dalam UU MD3 berlangsung cepat. Sebab DPR menargetkan 5 Desember harus sudah selesai. Minimal draf perubahan UU MD3 sudah disahkan DPR sebelum masuk masa reses. “Sehingga setelah reses tinggal menindaklanjutinya saja sesuai dengan ketentuan,” paparnya.
Mengenai apakah revisi ini akan masuk program legislasi nasional (prolegnas), menurut dia, revisi UU MD3 ini sifatnya mendesak. Sementara untuk membuat prolegnas juga harus menunggu kesiapan pemerintah. DPR, menurutnya, tidak bisa sepihak dalam membahas prolegnas karena ada DPD dan pemerintah. Adapun pemerintah juga perlu waktu untuk mengonsolidasikan UU mana yang harus dimasukkan ke prolegnas.
“Mereka juga menunggu masukan dari kementerian- kementerian dan itu butuh waktu,” tandasnya. Khusus untuk UU MD3, sambungnya, sebelum prolegnas dibahas, revisi ini tetap diselesaikan. Namun revisi UU MD3 menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari prolegnas. Jadi, menurutnya, revisi UU MD3 itu dimasukkan dalam prolegnas, tapi menyusul. Sebab jika harus menunggu prolegnas disusun baru revisi UU MD3, itu akan menjadi masalah.
“Tapi kalau ini dibahas dulu dan kita masukkan di Prolegnas 2015, itu tidak ada masalah. Ini kan ada kebutuhan penting bahwa kita ingin DPR secepatnya solid dan bekerja dalam suasana kompak,” paparnya. Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD Gede Pasek Suardika mengatakan, DPD ingin memastikan revisi UU MD3 dilakukan secara konstitusional dan didasarkan atas aturan yang masih berlaku, yakni sesuai dengan putusan MK. Jadi, revisi harus dimaknai sesuai dengan putusan MK.
Mengubah UU, menurutnya, ada aturannya, yaitu ditegaskan bahwa untuk mengubah harus ada mekanisme formal yang harus dilewati. “Pertama lewat prolegnas. Kalau tidak, bisa sesuai dengan Pasal 23 tentang pembuatan UU, yaitu keadaan luar biasa atau urgensi nasional,” tandasnya. Menurut Pasek, mengubah pasal sesuai dengan keinginan DPD atau tidaknya itu bagian dari proses pembahasan.
Sementara sekarang ini belum masuk proses pembahasan. Ini baru pertemuan awal untuk menyamakan persepsi untuk mengubah UU MD3. “Dalam pasal yang kita ajukan, pada dasarnya itu terkait dengan putusan MK dan sinkronisasi kelembagaan, yang antara praktik DPD di UU itu ada yang tidak sinkron,” urainya. Mantan politikus Partai Demokrat itu mengatakan, DPD tidak akan menghambat dan akan menyesuaikan diri dengan target.
Sebenarnya kalau dari awal DPD dilibatkan, waktu tidak mepet lagi. DPD pun sudah mengingatkan sejak awal. Kalau sekarang menggunakan alasan waktu yang mepet, menurutnya, hal itu menjadi aneh.
“Proses ini lama kalau belum ada kesepakatan. Tapi kalau sudah ada kesepakatan kan bisa cepat. Kuncinya kesepakatan dulu. Kalau sudah sepakat, formalitas tahapan itu menjadi lebih mudah,” ujarnya. Pasek juga menjelaskan, 13 poin perubahan yang diajukan DPD adalah Pasal 71, Pasal 72, Pasal 164, Pasal 165, Pasal 166, Pasal 170, Pasal 171, Pasal 249, Pasal 250, Pasal 259, Pasal 276, Pasal 281, dan Pasal 284. Perubahan pasal itu tidak banyak karena hanya menambah kata “DPD”, menghapus beberapa kalimat, dan merevisi sejumlah kalimat.
“Dan perubahan itu telah kami persiapan drafnya, hanya tinggal memasukkan saja,” tandasnya.
Kiswondari
(ars)