Australia Siap Memanfaatkan untuk Kurangi Gas Rumah Kaca
A
A
A
SYDNEY - Perdana Menteri (PM) Australia Tony Abbott kemarin memberikan lampu hijau terhadap penggunaan energi nuklir seperti rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Australia.
Keputusan itu dikeluarkan setelah Australia dituntut dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Saat ini Australia tidak memiliki PLTN meski menjadi penghasil uranium terbesar ketiga di dunia setelah Kazakhstan dan Kanada. Mereka mempunyai kandungan sumber daya alam (SDA) batu bara dan gas yang melimpah. Gagasan pembangunan PLTN juga terkadang bergesekan dengan sejumlah masyarakat.
Namun, Pemerintah Australia tidak menampik PLTN merupakan solusi yang baik dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Mereka perlu berperan dalam perlindungan lingkungan. Terlebih lagi Australia akan mengikuti perundingan global di Prancis tahun depan. Mereka dituntut memiliki target yang signifikan. Abbott mengaku menyadari itu dan akan berupaya menyelesaikannya.
“Seperti sudah saya katakan berulang dalam berbagai kesempatan secara prinsip saya tidak menolak penggunaan energi nuklir,” ujarnya dikutip AFP . Dia juga memperingatkan energi nuklir memiliki risiko yang lebih besar ketimbang batu bara. Namun, batu bara juga memiliki dampak yang cukup besar terhadap kondisi lingkungan.
Australia, yang bergantung pada batu bara, masuk ke dalam daftar negara dengan pencemaran udara terburuk per kapita di dunia. Sejauh ini pemerintah menargetkan pengurangan emisi gas sebesar 5% di bawah level 2.000 pada 2020. Para pemerhati lingkungan mengatakan, Australia seharusnya menargetkan pengurangan emisi gas sebesar 15%.
Amerika Serikat (AS) dan China juga mematok persentase yang lebih tinggi. Namun, Australia belum mengonfirmasi rencana peningkatan persentase pengurangan emisi gas. Mereka masih fokus pada pengalihan energi. Sebagaimana Jepang dan Prancis, kata Abbott, Australia juga bisa menggunakan energi nuklir dan mengurangi penggunaan batu bara.
Itu salah satu cara terbaik dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, Abbott mengatakan subsidi energi kemungkinan akan dicabut jika Australia jadi membangun PLTN. “Penggunaan energi nuklir tidak pernah menjadi pilihan bagi Australia sampai sekarang. Kami tidak kekurangan energi seperti negara lain. Kami memiliki SDA batu bara dan gas dalam jumlah besar.
Cadangan batu bara dan gas tersebut bahkan bisa bertahan sampai ribuan tahun mendatang,” ungkap Abbott. Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop juga mendukung penggunaan energi nuklir. Senada dengan Bishop, mantan penasihat perubahan iklim pemerintah, Ross Garnaut, mengatakan energi nuklir sepatutnya menjadi pilihan yang aman. Apalagi jika keamanannya sudah dapat dijamin dan dipastikan.
“Saya setuju dengan Bishop bahwa kita (Australia) sebaiknya tidak semena-mena melarang pilihan yang tersedia,” kata Garnaut di Adelaide, dilansir The West Australian . “Menghentikan perubahan iklim yang berbahaya akan menjadi pekerjaan yang sulit. Kita memerlukan bantuan dari setiap teknologi khusus,” imbuhnya.
Muh shamil
Keputusan itu dikeluarkan setelah Australia dituntut dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Saat ini Australia tidak memiliki PLTN meski menjadi penghasil uranium terbesar ketiga di dunia setelah Kazakhstan dan Kanada. Mereka mempunyai kandungan sumber daya alam (SDA) batu bara dan gas yang melimpah. Gagasan pembangunan PLTN juga terkadang bergesekan dengan sejumlah masyarakat.
Namun, Pemerintah Australia tidak menampik PLTN merupakan solusi yang baik dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Mereka perlu berperan dalam perlindungan lingkungan. Terlebih lagi Australia akan mengikuti perundingan global di Prancis tahun depan. Mereka dituntut memiliki target yang signifikan. Abbott mengaku menyadari itu dan akan berupaya menyelesaikannya.
“Seperti sudah saya katakan berulang dalam berbagai kesempatan secara prinsip saya tidak menolak penggunaan energi nuklir,” ujarnya dikutip AFP . Dia juga memperingatkan energi nuklir memiliki risiko yang lebih besar ketimbang batu bara. Namun, batu bara juga memiliki dampak yang cukup besar terhadap kondisi lingkungan.
Australia, yang bergantung pada batu bara, masuk ke dalam daftar negara dengan pencemaran udara terburuk per kapita di dunia. Sejauh ini pemerintah menargetkan pengurangan emisi gas sebesar 5% di bawah level 2.000 pada 2020. Para pemerhati lingkungan mengatakan, Australia seharusnya menargetkan pengurangan emisi gas sebesar 15%.
Amerika Serikat (AS) dan China juga mematok persentase yang lebih tinggi. Namun, Australia belum mengonfirmasi rencana peningkatan persentase pengurangan emisi gas. Mereka masih fokus pada pengalihan energi. Sebagaimana Jepang dan Prancis, kata Abbott, Australia juga bisa menggunakan energi nuklir dan mengurangi penggunaan batu bara.
Itu salah satu cara terbaik dalam mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, Abbott mengatakan subsidi energi kemungkinan akan dicabut jika Australia jadi membangun PLTN. “Penggunaan energi nuklir tidak pernah menjadi pilihan bagi Australia sampai sekarang. Kami tidak kekurangan energi seperti negara lain. Kami memiliki SDA batu bara dan gas dalam jumlah besar.
Cadangan batu bara dan gas tersebut bahkan bisa bertahan sampai ribuan tahun mendatang,” ungkap Abbott. Sebelumnya Menteri Luar Negeri (Menlu) Australia Julie Bishop juga mendukung penggunaan energi nuklir. Senada dengan Bishop, mantan penasihat perubahan iklim pemerintah, Ross Garnaut, mengatakan energi nuklir sepatutnya menjadi pilihan yang aman. Apalagi jika keamanannya sudah dapat dijamin dan dipastikan.
“Saya setuju dengan Bishop bahwa kita (Australia) sebaiknya tidak semena-mena melarang pilihan yang tersedia,” kata Garnaut di Adelaide, dilansir The West Australian . “Menghentikan perubahan iklim yang berbahaya akan menjadi pekerjaan yang sulit. Kita memerlukan bantuan dari setiap teknologi khusus,” imbuhnya.
Muh shamil
(ars)