Pollycarpus Dilepas, Mana Janji Jokowi Tegakkan HAM?
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah berjanji pada kampanye Pemilihan Presiden 2014 lalu. Dia akan mengusut tuntas pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Kini rakyat Indonesia dapat menagih keseriusan janji itu kepada Presiden Jokowi.
Pasalnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laoly telah mengeluarkan SK pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus Budihari Prijanto, terpidana pembunuh pegiat hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.
"Menkumham tidak mungkin mengeluarkan SK (pembebasan bersyarat) tersebut tanpa sepengetahuan Presiden, sebab Menkumham adalah pembantu Presiden," ujar Peneliti pada Divisi Kajian Hukum dan Politik Ketanegaraan (SIGMA) M Imam Nasef kepada Sindonews, Minggu 30 November 2014.
"Oleh karena itu, Presiden bisa ditagih oleh publik soal janji kampanyenya untuk mengoptimalkan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM," sambungnya.
Menurut Nasef, pembebasan bersyarat memang hak narapidana sebagaimana diatur dalam UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Akan tetapi pemenuhan hak itu harus juga memperhatikan keadilan bagi publik, terutama bagi para korban dan aktivis HAM.
"Bagi para korban kasus-kasus pelanggaran HAM, pembebasan bersyarat ini tentu bisa menambah pesimisme mereka akan keseriusan pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM," tuturnya.
"Sementara bagi para aktivis HAM, pembebasan bersyarat ini pasti akan membuat mereka sangat kecewa," sambungnya.
Lebih lanjut Nasef mengatakan, HAM adalah salah satu kado terbesar reformasi untuk Republik ini.
"Jadi tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk tidak serius menangani pelanggaran HAM," tandasnya.
Pasalnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laoly telah mengeluarkan SK pembebasan bersyarat bagi Pollycarpus Budihari Prijanto, terpidana pembunuh pegiat hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.
"Menkumham tidak mungkin mengeluarkan SK (pembebasan bersyarat) tersebut tanpa sepengetahuan Presiden, sebab Menkumham adalah pembantu Presiden," ujar Peneliti pada Divisi Kajian Hukum dan Politik Ketanegaraan (SIGMA) M Imam Nasef kepada Sindonews, Minggu 30 November 2014.
"Oleh karena itu, Presiden bisa ditagih oleh publik soal janji kampanyenya untuk mengoptimalkan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM," sambungnya.
Menurut Nasef, pembebasan bersyarat memang hak narapidana sebagaimana diatur dalam UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
Akan tetapi pemenuhan hak itu harus juga memperhatikan keadilan bagi publik, terutama bagi para korban dan aktivis HAM.
"Bagi para korban kasus-kasus pelanggaran HAM, pembebasan bersyarat ini tentu bisa menambah pesimisme mereka akan keseriusan pemerintah untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM," tuturnya.
"Sementara bagi para aktivis HAM, pembebasan bersyarat ini pasti akan membuat mereka sangat kecewa," sambungnya.
Lebih lanjut Nasef mengatakan, HAM adalah salah satu kado terbesar reformasi untuk Republik ini.
"Jadi tidak ada alasan bagi Pemerintah untuk tidak serius menangani pelanggaran HAM," tandasnya.
(hyk)