Keterbukaan Rumah Buku
A
A
A
Bagi Siti Zuhro dan suaminya, Abdussomad Abdullah, hal terpenting dari sebuah rumah adalah sirkulasi udara yang baik. Itu pula yang membuat pasangan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini memilih konsep terbuka bagi hunian mereka.
“Kami senang dengan keterbukaan, jadi konsep rumah pun terbuka. Udaranya selalu segar. Keterbukaan juga mencerminkan kepribadian kami,” ungkap Wiwik, sapaan Siti, kepada KORAN SINDO saat dijumpai di kediamannya di kawasan Jati Padang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
“Kalau terbuka dan demokratis, ada napas demokrasinya. Suasana akan selalu enak dan nyaman. Pikiran pun plong,” timpal Abdussomad, yang menikahi Wiwik pada 1986. Rumah ini dibeli pada 2007 dan mulai ditempati tahun 2008. Jeda waktu setahun itu digunakan untuk merenovasi karena bangunan rumah lebih rendah dari jalanan dan gelap.
Saat renovasi, rumah ini dinaikkan sekitar 90 cm. “Dua tahun waktu yang dibutuhkan untuk menemukan rumah ini,” ucap perempuan alumnus Curtin University, Perth, Australia, ini. Menurut peneliti yang kini populer sebagai pengamat politik ini, griyanya didesain oleh sang suami dan keponakan yang seorang arsitek.
Konsepnya disesuaikan dengan bentuk bidang yang miring. Pekerjaan pembangunan diserahkan kepada adik iparnya yang bergelut di bidang kontraktor. Bagi Wiwik, rumah merupakan tempat paling nyaman untuk berkumpul dan bercengkerama bersama suami dan anak semata wayang mereka, Galan Azra Wirawan.
Tak hanya itu, rumah juga menjadi tempat yang nyaman untuk berpikir dan meneruskan pekerjaan sesuai profesinya sebagai peneliti. Keterbukaan griya seluas 160 meter persegi (m2) yang berdiri di atas lahan 150 m2 ini sudah tampak dari bagian depan bangunan. Pagar berteralis besi warna hitam dibiarkan polos tanpa dilapisi fiberglass.
Dari luar, pintu utama terlihat dari celah antarteralis pagar. Saking terbuka, keluarga ini tidak keberatan jalanan depan rumah mereka sering dijadikan tempat kenduri, rapat RT, hingga lokasi pemotongan hewan kurban. “Sebagian masyarakat di sekitar sini kantidak memiliki halaman, jadi ya biarkan saja. Kalau jalanan ditutup karena ada acara, kendaraan saya parkir di town house,sekitar 50 meter dari rumah,” kata Wiwik.
Memasuki pagar bangunan berlantai dua ini, terdapat garasi terbuka berlantai keramik dengan kanopi gelap. Awalnya anggota tim perumus Rancangan Undang- Undang Pemilukada ini tidak mau memakai kanopi. Namun, keramik yang memuai bila terkena panas matahari langsung sering membuat ban kendaraan mudah pecah.
Sisi pekarangan depan ditumbuhi aneka tanaman seperti belimbing wuluh yang menjulang. Berbagai pot tanaman tertata apik di samping kiri dan kanan pintu utama. Pintu utama dari kayu berada tidak persis di depan pagar, melainkan agak ke kanan. Fasad didominasi perpaduan warna putih dan abu-abu.
Selain pintu utama, terdapat pintu lain di bagian depan bangunan. Pintu tersebut merupakan akses dari luar untuk langsung ke dapur. Pintu dapur di depan merupakan gaya yang diadaptasi Abdussomad dari gaya perumahan di Australia. Wiwik dan Abdussomad sempat tinggal di Australia selama delapan tahun, yaitu 1989–1993 dan 2000–2004.
Begitu melangkahkan kaki melewati pintu utama, terdapat ruang tamu dengan satu set sofa cokelat dan bangku kayu serta sebuah televisi. Sebagaimana pasangan peneliti, hampir di setiap sudut ada tumpukan buku yang tertata rapi. Beberapa lemari buku menutupi dinding ruang tamu yang didominasi warna putih. Buku juga ditata rapi di rak TV, meja, dan sudut lain.
Di antara buku-buku itu dipajang rapi berbagai penghargaan dan piagam. Di ruang tamu ini ada pula beberapa ornamen kayu sebagai hiasan serta lukisan yang tertata rapi dan apik. Wiwik menata semua aksesori, pajangan, perabotan, dan pernak-pernik lain dengan detail, termasuk lukisan.
“Kami menyukai yang simpel. Yang terpenting ada tempat untuk buku. Kami sekeluarga hobi berbelanja dan membaca buku. Tidak ada tawar-menawar untuk buku karena peneliti harus banyak membaca,” ungkap Wiwik. Selain ruang tamu, di lantai satu juga terdapat kamar utama, kamar anak, ruang makan, dan dapur.
Di lantai atas terdapat dua kamar tamu, satu kamar penjaga rumah, dan ruang tengah tempat berkumpul jika ada keluarga yang menginap. Lantai satu dan dua memiliki kesinambungan antara pemilihan warna cat tembok, furnitur, dan gorden. Bila pintu ruang tengah yang menghadap keluar dibuka, kita dihadapkan pada balkon dengan dua kursi dan meja model minimalis untuk bersantai.
Di balkon ini terdapat sejumlah pot berisi tanaman seperti kunyit, jeruk limo, dan cabai rawit. Lantas, di mana spot favorit Wiwik? Dia dan Abdussomad ternyata sama- sama menyebut kamar sebagai spot favorit. Di kamar mereka, bersisian dengan jendela, tampak sebuah meja kerja yang penuh tumpukan buku. “Karena itu, kamar saya fungsikan juga sebagai tempat bekerja,” pungkas- nya.
Ema malini
“Kami senang dengan keterbukaan, jadi konsep rumah pun terbuka. Udaranya selalu segar. Keterbukaan juga mencerminkan kepribadian kami,” ungkap Wiwik, sapaan Siti, kepada KORAN SINDO saat dijumpai di kediamannya di kawasan Jati Padang, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.
“Kalau terbuka dan demokratis, ada napas demokrasinya. Suasana akan selalu enak dan nyaman. Pikiran pun plong,” timpal Abdussomad, yang menikahi Wiwik pada 1986. Rumah ini dibeli pada 2007 dan mulai ditempati tahun 2008. Jeda waktu setahun itu digunakan untuk merenovasi karena bangunan rumah lebih rendah dari jalanan dan gelap.
Saat renovasi, rumah ini dinaikkan sekitar 90 cm. “Dua tahun waktu yang dibutuhkan untuk menemukan rumah ini,” ucap perempuan alumnus Curtin University, Perth, Australia, ini. Menurut peneliti yang kini populer sebagai pengamat politik ini, griyanya didesain oleh sang suami dan keponakan yang seorang arsitek.
Konsepnya disesuaikan dengan bentuk bidang yang miring. Pekerjaan pembangunan diserahkan kepada adik iparnya yang bergelut di bidang kontraktor. Bagi Wiwik, rumah merupakan tempat paling nyaman untuk berkumpul dan bercengkerama bersama suami dan anak semata wayang mereka, Galan Azra Wirawan.
Tak hanya itu, rumah juga menjadi tempat yang nyaman untuk berpikir dan meneruskan pekerjaan sesuai profesinya sebagai peneliti. Keterbukaan griya seluas 160 meter persegi (m2) yang berdiri di atas lahan 150 m2 ini sudah tampak dari bagian depan bangunan. Pagar berteralis besi warna hitam dibiarkan polos tanpa dilapisi fiberglass.
Dari luar, pintu utama terlihat dari celah antarteralis pagar. Saking terbuka, keluarga ini tidak keberatan jalanan depan rumah mereka sering dijadikan tempat kenduri, rapat RT, hingga lokasi pemotongan hewan kurban. “Sebagian masyarakat di sekitar sini kantidak memiliki halaman, jadi ya biarkan saja. Kalau jalanan ditutup karena ada acara, kendaraan saya parkir di town house,sekitar 50 meter dari rumah,” kata Wiwik.
Memasuki pagar bangunan berlantai dua ini, terdapat garasi terbuka berlantai keramik dengan kanopi gelap. Awalnya anggota tim perumus Rancangan Undang- Undang Pemilukada ini tidak mau memakai kanopi. Namun, keramik yang memuai bila terkena panas matahari langsung sering membuat ban kendaraan mudah pecah.
Sisi pekarangan depan ditumbuhi aneka tanaman seperti belimbing wuluh yang menjulang. Berbagai pot tanaman tertata apik di samping kiri dan kanan pintu utama. Pintu utama dari kayu berada tidak persis di depan pagar, melainkan agak ke kanan. Fasad didominasi perpaduan warna putih dan abu-abu.
Selain pintu utama, terdapat pintu lain di bagian depan bangunan. Pintu tersebut merupakan akses dari luar untuk langsung ke dapur. Pintu dapur di depan merupakan gaya yang diadaptasi Abdussomad dari gaya perumahan di Australia. Wiwik dan Abdussomad sempat tinggal di Australia selama delapan tahun, yaitu 1989–1993 dan 2000–2004.
Begitu melangkahkan kaki melewati pintu utama, terdapat ruang tamu dengan satu set sofa cokelat dan bangku kayu serta sebuah televisi. Sebagaimana pasangan peneliti, hampir di setiap sudut ada tumpukan buku yang tertata rapi. Beberapa lemari buku menutupi dinding ruang tamu yang didominasi warna putih. Buku juga ditata rapi di rak TV, meja, dan sudut lain.
Di antara buku-buku itu dipajang rapi berbagai penghargaan dan piagam. Di ruang tamu ini ada pula beberapa ornamen kayu sebagai hiasan serta lukisan yang tertata rapi dan apik. Wiwik menata semua aksesori, pajangan, perabotan, dan pernak-pernik lain dengan detail, termasuk lukisan.
“Kami menyukai yang simpel. Yang terpenting ada tempat untuk buku. Kami sekeluarga hobi berbelanja dan membaca buku. Tidak ada tawar-menawar untuk buku karena peneliti harus banyak membaca,” ungkap Wiwik. Selain ruang tamu, di lantai satu juga terdapat kamar utama, kamar anak, ruang makan, dan dapur.
Di lantai atas terdapat dua kamar tamu, satu kamar penjaga rumah, dan ruang tengah tempat berkumpul jika ada keluarga yang menginap. Lantai satu dan dua memiliki kesinambungan antara pemilihan warna cat tembok, furnitur, dan gorden. Bila pintu ruang tengah yang menghadap keluar dibuka, kita dihadapkan pada balkon dengan dua kursi dan meja model minimalis untuk bersantai.
Di balkon ini terdapat sejumlah pot berisi tanaman seperti kunyit, jeruk limo, dan cabai rawit. Lantas, di mana spot favorit Wiwik? Dia dan Abdussomad ternyata sama- sama menyebut kamar sebagai spot favorit. Di kamar mereka, bersisian dengan jendela, tampak sebuah meja kerja yang penuh tumpukan buku. “Karena itu, kamar saya fungsikan juga sebagai tempat bekerja,” pungkas- nya.
Ema malini
(bbg)