Ajang Mengembangkan Budaya Peranakan di Tanah Air
A
A
A
JAKARTA - Warga Tionghoa di Tanah Air yang tergabung dalam Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia (Aspertina) sedang punya event besar. Mulai 28 November hingga 30 November mereka menggelar acara bertajuk Baba Nyonya Convention yang ke-27 dan Kondangan Peranakan Tionghoa 2014 di Hotel Grand Sahid Jaya, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Konvensi ini bertujuan mengembangkan budaya Tionghoa di Indonesia. Selain melibatkan warga Tionghoa di Indonesia, acara ini juga membuka partisipasi dari sejumlah negara tetangga, yakni Malaysia, Thailand, Singapura Australia, dan tentu Indonesia sebagai tuan rumah.
Selain seminar, pada kegiatan ini juga ada bazar, mulai dari pakaian khas Tionghoa hingga wayang potehi dan penampilan sejumlah artis. Ketua Aspertina Andrew Susanto mengaku bangga bisa dipercaya menjadi tuan rumah perhelatan besar seperti ini. Sebab selama 27 tahun event tersebut digelar, baru tahun ini Aspertina menjadi tuan rumah. Sebelumnya acara serupa digelar di empat negara lain.
Kegiatan ini sendiri sudah dilaksanakan pada 1988 di Penang, Malaysia. Dia menuturkan, dalam kegiatan ini perwakilan lima negara berbagi mengenai perkembangan budaya Tionghoa yang sudah berasimilasi dengan kebudayaan lokal. Adapun tema dari Baba Nyonya Convention kali ini adalah ”Many Destinies United as One” yang bermakna keberagaman budaya Tionghoa berinteraksi menjadi satu kesatuan.
Dia berharap kegiatan ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi seluruh peranakan Tionghoa. ”Kegiatan ini kita harapkan dapat memajukan kebudayaan Tionghoa yang sudah berasimilasi dengan kebudayaan lokal di negara masing-masing,” tuturnya. Andrew mengatakan, budaya peranakan Tionghoa bisa dikatakan unik karena selalu memadukan budaya Tionghoa dengan budaya lokal.
Misalnya tari topeng betawi yang merupakan perpaduan kebudayaan Jakarta dengan kebudayaan Tionghoa. Tidak hanya mengadaptasi budaya lokal, peranakan Tionghoa juga mampu beradaptasi dengan kebudayaan Eropa. Joseph ”Aji” Chen, anggota Dewan Pembina Aspertina, mengatakan acara Baba Nyonya Convention dan Kondangan PeranakanTionghoa2014dilaksanakan selama tiga hari.
Pada hari pertama diadakan welcome party bagi seluruh peserta yang baru datang. Kemudian di hari kedua diadakan seminar The 27th International Baba Nyonya Convention 2014 serta gala dinner dan fashion show , pertunjukan wayang tavip, serta acara hiburan lainnya. Di hari ketiga peserta akan mengikuti upacara perpisahan dan makan siang di Galangan VOC, Jakarta Utara.
Joseph mengatakan, selain budaya Betawi yang dipengaruhi budaya Tionghoa, bidang bahasa juga demikian. Misalnya keberadaan beberapa kata dari bahasa Tionghoa yang kerap dipakai warga Jakarta untuk menyebutkan nilai rupiah. ”Seperti goceng, ceban, itu merupakan bahasa Tionghoa, tetapi saat ini sudah memasyarakat, khususnya di kawasan DKI Jakarta,” ujarnya.
Ridwansyah
Konvensi ini bertujuan mengembangkan budaya Tionghoa di Indonesia. Selain melibatkan warga Tionghoa di Indonesia, acara ini juga membuka partisipasi dari sejumlah negara tetangga, yakni Malaysia, Thailand, Singapura Australia, dan tentu Indonesia sebagai tuan rumah.
Selain seminar, pada kegiatan ini juga ada bazar, mulai dari pakaian khas Tionghoa hingga wayang potehi dan penampilan sejumlah artis. Ketua Aspertina Andrew Susanto mengaku bangga bisa dipercaya menjadi tuan rumah perhelatan besar seperti ini. Sebab selama 27 tahun event tersebut digelar, baru tahun ini Aspertina menjadi tuan rumah. Sebelumnya acara serupa digelar di empat negara lain.
Kegiatan ini sendiri sudah dilaksanakan pada 1988 di Penang, Malaysia. Dia menuturkan, dalam kegiatan ini perwakilan lima negara berbagi mengenai perkembangan budaya Tionghoa yang sudah berasimilasi dengan kebudayaan lokal. Adapun tema dari Baba Nyonya Convention kali ini adalah ”Many Destinies United as One” yang bermakna keberagaman budaya Tionghoa berinteraksi menjadi satu kesatuan.
Dia berharap kegiatan ini bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi seluruh peranakan Tionghoa. ”Kegiatan ini kita harapkan dapat memajukan kebudayaan Tionghoa yang sudah berasimilasi dengan kebudayaan lokal di negara masing-masing,” tuturnya. Andrew mengatakan, budaya peranakan Tionghoa bisa dikatakan unik karena selalu memadukan budaya Tionghoa dengan budaya lokal.
Misalnya tari topeng betawi yang merupakan perpaduan kebudayaan Jakarta dengan kebudayaan Tionghoa. Tidak hanya mengadaptasi budaya lokal, peranakan Tionghoa juga mampu beradaptasi dengan kebudayaan Eropa. Joseph ”Aji” Chen, anggota Dewan Pembina Aspertina, mengatakan acara Baba Nyonya Convention dan Kondangan PeranakanTionghoa2014dilaksanakan selama tiga hari.
Pada hari pertama diadakan welcome party bagi seluruh peserta yang baru datang. Kemudian di hari kedua diadakan seminar The 27th International Baba Nyonya Convention 2014 serta gala dinner dan fashion show , pertunjukan wayang tavip, serta acara hiburan lainnya. Di hari ketiga peserta akan mengikuti upacara perpisahan dan makan siang di Galangan VOC, Jakarta Utara.
Joseph mengatakan, selain budaya Betawi yang dipengaruhi budaya Tionghoa, bidang bahasa juga demikian. Misalnya keberadaan beberapa kata dari bahasa Tionghoa yang kerap dipakai warga Jakarta untuk menyebutkan nilai rupiah. ”Seperti goceng, ceban, itu merupakan bahasa Tionghoa, tetapi saat ini sudah memasyarakat, khususnya di kawasan DKI Jakarta,” ujarnya.
Ridwansyah
(bbg)