Aturan Sengketa Pilkada Diperketat

Jum'at, 28 November 2014 - 10:59 WIB
Aturan Sengketa Pilkada Diperketat
Aturan Sengketa Pilkada Diperketat
A A A
JAKARTA - Pemerintah memperketat aturan mengenai syarat gugatan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada). Mengacu pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014, calon kepala daerah hanya bisa menggugat jika selisih perolehan suaranya di bawah 2%.

Salah satu alasan pemerintah memperketat syarat pengajuan sengketa ini adalah untuk memperkecil jumlah gugatan yang masuk ke pengadilan. Dengan gugatan yang terbatas, pengadilan ditargetkan mampu menyelesaikan seluruh sengketa dalam waktu kurang lebih sebulan.

”Dalam konteks ini gugatmenggugat hanya untuk pilkada yang selisihnya tipis. Kalau selisihnya jauh, gugatan tidak ada lagi. Calon yang unggul langsung memenangi pilkada dan kita bisa meng-SK-kan,” ujar Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Djohermansyah Djohan di Kantor Kemendagri, Jakarta, kemarin.

Djohermansyah mengatakan, dengan aturan tersebut, jumlah pilkada yang akan disengketakan akan sangat kecil. Itu berbanding terbalik dengan kondisi sebelumnya, yaitu hampir seluruh pilkada yang digelar berakhir di Mahkamah Konstitusi (MK). Dia memperkirakan, daerah yang selisih suaranya tipis dan berpotensi digugat hanya sekitar 10% dari seluruh pilkada yang akan digelar secara serentak pada 2015.

”Jadi, ya, hanya ada sekitar 20 daerahlah yang nanti akan mengajukansengketa,” katanya. Namun pelaksanaan aturan ini sangat tergantung dari pembahasan Perppu Pilkada di DPR yang mulai dilakukan sekitar Januari 2015. Djohermansyah berharap perppu yang diterbitkan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada akhir masa tugasnya sebagai presiden tersebut dapat disetujui sehingga tahapan pilkada serentak tidak terganggu dan pemerintahan bisa berjalan lancar.

Adapun pengaturan sengketa pilkada pada perppu terdapat pada Pasal 158 ayat 1 dan 2. Anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat Khatibul Umam Wiranu mengatakan, memang harus ada batasan pengajuan sengketa pilkada. Sebab jika tidak, dia menilai akan mudah menimbulkan konflik di daerah. ”Ada batas toleransi agar tidak semua dipersoalkan. Ini juga mengangkut soal waktu dan biaya,” kata dia kemarin.

Menurut dia, sering kali karena selisih suara yang tidak signifikan, terjadi keruwetan di daerah. Bahkan konflik horizontal antarpendukung kandidat dengan memakan korban jiwa sering terjadi. Mengenai anggapan bahwa ketentuan tersebut melanggar hak kandidat mencari keadilan, mantan Wakil Ketua Komisi II DPR tersebut berpendapat lain.

Menurutnya, tidak ada hak yang dilanggar, malah jika selisih suara tidak signifikan tapi menyebabkan kericuhan itu justru melanggar hak pemilih lain yang jumlahnya lebih banyak. ”Jangan sampai yang sedikit melanggar yang lebih banyak. Ada hak asasi kolektif. Sama seperti politik dinasti, yang mana ada batasan bagi keluarga incumbent untuk mencalonkan diri agar hak asasi manusia secara kolektif tidak dilanggar,” katanya.

Dita angga
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7030 seconds (0.1#10.140)