Dorodjatun Kuncoro Jakti Diperiksa Kasus BLBI
A
A
A
JAKARTA - Komisi PemberantasanKorupsi( KPK) kembalimelanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pemberian Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (SKL BLBI).
Kemarin penyelidik memeriksa Menteri Koordinator Perekonomian 2001 - 2004 era Presiden Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Dorodjatun keluar dari Gedung KPK pukul 12.15 WIB. Pemeriksaan ini pemeriksaan kedua. Doktor ilmu politik Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat ini tidak mau berkomentar banyak terkait pemeriksaannya.
Dia memilih memasuki mobil yang sudah menjemputnya. “Rahasia,” ungkap Dorodjatun terkait pemeriksaannya. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan Dorodjatun Kuncoro Jakti dimintai keterangan oleh penyelidik sebagai terperiksa kasus SKL BLBI. Namun, Priharsa mengaku tidak memperoleh informasi apa kepentingan Dorodjatun diperiksa dalam kasus ini.
Disinggung apakah yang bersangkutan diperiksa untuk mendalami proses SKL BLBI, Priharsa belum mau berspekulasi. Meski demikian, ujarnya, kemungkinan itu bisa saja. “Saya tidak boleh ngomong kalau itu karena penyelidikan SKL BLBI soalnya. Tapi, kemungkinan itu bisa saja,” kata Priharsa kepada KORAN SINDO kemarin. Pakarhukumpidanapencucian uang dan perbankan Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menilai, sudah lama sekali penyelidikankasusSKLBLBItidakberjalan.
Dia berharap mudah-mudahan saja saksi dan bukti-buktinya masih ada. Dia tidak mau berspekulasi bagaimana peran Dorodjatun saat BLBI dikucurkan dan pemberian SKL BLBI kepada pengusaha/debitur. Yenti mengaku agak lupa peran-peran orang-orang yang ada di sekitar kasus itu.
“Hanya yang jelas, BLBI adalah utang perkara yang tertunda sekian lama. Kerugiannya pada waktu itu sekitar Rp600 triliun. Jadi ya memang harus dituntaskan,” kata dia. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pencucian Uang dan Perampasan Aset Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini mempertanyakan kenapa KPK baru menyelidiki SKL BLBI lagi. Kenapa tidak diintensifkan saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kevakuman hampir lima bulan penyelidikan menunjukkan KPK memang sepertinya setengah hati. Sebelumnya penyelidik meminta keterangan sejumlah pihak terperiksa. Mereka di antaranya mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, mantan Menteri BUMN Rini M Soemarno (kini menteri BUMN di Kabinet Kerja Jokowi), Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001- 2004 Kwik Kian Gie.
Dalam perkembangannya, penyelidik sedang berupaya menyusun jadwal pemanggilan permintaan keterangan sebagian debitur penerima SKL. Penerima SKL BLBI beberapa di antaranya pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BNDI) Sjamsul Nursalim, pengusaha The Nin King, pengusaha Bob Hasan, Salim Group (utang Salim Group ketika dibuatkan SKL mencapai lebih dari Rp55 triliun.
Dua tahun setelah SKL terbit, aset Salim Group yang diserahkan ternyata hanya bernilai Rp30 triliun), James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (PT Bank Namura Internusa dengan kewajiban sebesar Rp303 miliar), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian, Rp424,65 miliar), Lidia Muchtar (Bank Tamara, Rp189,039 miliar), Marimutu Sinivasan (PT Bank Putera Multi Karsa, Rp790,557 miliar), Omar Putihrai (Bank Tamara, Rp159,1 miliar), Atang Latief (Bank Bira, kewajiban membayar Rp155,72 miliar), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat, Rp577,812 miliar).
SKL BLBI pertama dikeluarkan saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri sesuai Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Sebelumnya dalam kasus yang sama Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitur.
Sabir laluhu
Kemarin penyelidik memeriksa Menteri Koordinator Perekonomian 2001 - 2004 era Presiden Megawati Soekarnoputri, Dorodjatun Kuntjoro Jakti. Dorodjatun keluar dari Gedung KPK pukul 12.15 WIB. Pemeriksaan ini pemeriksaan kedua. Doktor ilmu politik Universitas California, Berkeley, Amerika Serikat ini tidak mau berkomentar banyak terkait pemeriksaannya.
Dia memilih memasuki mobil yang sudah menjemputnya. “Rahasia,” ungkap Dorodjatun terkait pemeriksaannya. Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha membenarkan Dorodjatun Kuncoro Jakti dimintai keterangan oleh penyelidik sebagai terperiksa kasus SKL BLBI. Namun, Priharsa mengaku tidak memperoleh informasi apa kepentingan Dorodjatun diperiksa dalam kasus ini.
Disinggung apakah yang bersangkutan diperiksa untuk mendalami proses SKL BLBI, Priharsa belum mau berspekulasi. Meski demikian, ujarnya, kemungkinan itu bisa saja. “Saya tidak boleh ngomong kalau itu karena penyelidikan SKL BLBI soalnya. Tapi, kemungkinan itu bisa saja,” kata Priharsa kepada KORAN SINDO kemarin. Pakarhukumpidanapencucian uang dan perbankan Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menilai, sudah lama sekali penyelidikankasusSKLBLBItidakberjalan.
Dia berharap mudah-mudahan saja saksi dan bukti-buktinya masih ada. Dia tidak mau berspekulasi bagaimana peran Dorodjatun saat BLBI dikucurkan dan pemberian SKL BLBI kepada pengusaha/debitur. Yenti mengaku agak lupa peran-peran orang-orang yang ada di sekitar kasus itu.
“Hanya yang jelas, BLBI adalah utang perkara yang tertunda sekian lama. Kerugiannya pada waktu itu sekitar Rp600 triliun. Jadi ya memang harus dituntaskan,” kata dia. Direktur Eksekutif Pusat Kajian Pencucian Uang dan Perampasan Aset Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ini mempertanyakan kenapa KPK baru menyelidiki SKL BLBI lagi. Kenapa tidak diintensifkan saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Kevakuman hampir lima bulan penyelidikan menunjukkan KPK memang sepertinya setengah hati. Sebelumnya penyelidik meminta keterangan sejumlah pihak terperiksa. Mereka di antaranya mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi, mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) I Putu Gede Ary Suta, mantan Menteri Keuangan dan Koordinator Perekonomian periode 2000-2001 Rizal Ramli, mantan Menteri Keuangan 1998-1999 Bambang Subiyanto, mantan Menteri BUMN Rini M Soemarno (kini menteri BUMN di Kabinet Kerja Jokowi), Menko Perekonomian 1999-2000 dan mantan Kepala Bappenas 2001- 2004 Kwik Kian Gie.
Dalam perkembangannya, penyelidik sedang berupaya menyusun jadwal pemanggilan permintaan keterangan sebagian debitur penerima SKL. Penerima SKL BLBI beberapa di antaranya pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BNDI) Sjamsul Nursalim, pengusaha The Nin King, pengusaha Bob Hasan, Salim Group (utang Salim Group ketika dibuatkan SKL mencapai lebih dari Rp55 triliun.
Dua tahun setelah SKL terbit, aset Salim Group yang diserahkan ternyata hanya bernilai Rp30 triliun), James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (PT Bank Namura Internusa dengan kewajiban sebesar Rp303 miliar), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian, Rp424,65 miliar), Lidia Muchtar (Bank Tamara, Rp189,039 miliar), Marimutu Sinivasan (PT Bank Putera Multi Karsa, Rp790,557 miliar), Omar Putihrai (Bank Tamara, Rp159,1 miliar), Atang Latief (Bank Bira, kewajiban membayar Rp155,72 miliar), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat, Rp577,812 miliar).
SKL BLBI pertama dikeluarkan saat pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri sesuai Inpres Nomor 8/2002 dan Tap MPR Nomor 6 dan 10. Sebelumnya dalam kasus yang sama Kejaksaan Agung sudah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap sejumlah debitur.
Sabir laluhu
(bbg)