Pengawasan di Perbatasan Diperketat
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah memperketat pengawasan penjagaan lalu lintas perairan Indonesia, menyusul penangkapan 544 nelayan asing ilegal yang diduga dari Malaysia dan Filipina di Kalimantan Timur.
Juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Michael Tene mengatakan, pemerintah Indonesia akan bertindak tegas terhadap pelaku penangkapan ikan ilegal yang banyak merugikan negara. Kemlu akan bekerja sama dengan kementerian terkait mengenai upaya penanganan 544 nelayan itu.
Mereka yang ditangkap masih menjalani proses verifikasi, dan hasilnya akan diketahui hari ini. Tim dari Kemlu juga ikut membantu proses verifikasi terhadap nelayan yang tidak memiliki kartu kewarganegaraan. Sejauh ini, para nelayan itu diduga kuat sebagian besar berasal dari Pulau Samporna, Malaysia, dan sisanya dari Filipina.
Selain tidak memiliki kartu pengenal atau identitas resmi, para nelayan yang menangkap ikan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kalimantan itu bergerak berdasarkan keinginan pribadi, bukan pemerintah atau perusahaan besar.
“Mereka merupakan nelayan tradisional.Pada umumnya, mereka hidup di laut dan bergerak dari satulokasikelokasiyanglain sehingga mereka tidak memiliki bukti-bukti tanda kependudukan, apalagi bukti kewarganegaraan. Jadi, kami mengetahui kependudukan mereka dari proses wawancara,” ujar Michael Tenedi Jakarta kemarin.
Pencurian ikan di perairan ZEE Indonesia sudah sering terjadi. Imbasnya, pendapatan pemerintah dan nelayan wilayah lokal menurun. Bahkan, tidak sedikit nelayan asing yang menggunakan bahan berbahaya macam peledak dan racun hingga merusak dan mengancam kepunahan ekosistem.
Kerja sama dengan kementerian terkait akan dilakukan setelah tim verifikasi pulang ke Jakarta. Menurut Michael Tene, sekitar 89 kapal pengawas ditempatkan di beberapa titik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahkan mengancam akan menenggelamkan kapal asing yang masuk secara ilegal ke perairan Indonesia.
Namun, Indonesia dan Malaysia memiliki nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) dalam mengatasi nelayan yang nakal. “Bapak Presiden tidak menyatakan semuanya akan dibakar atau ditenggelamkan. Itu hanya bentuk ketegasan pemerintah Indonesia,” tutur Michael. Lebih lanjut Michael mengatakan, penenggelaman kapal ilegal akan disesuaikan dengan situasi.
Tidak semua kapal akan ditenggelamkan atau dibakar. Pemerintah hanya ingin memberikan efek jera sehingga nelayan asing tidak berani masuk ke perairan Indonesia, khususnya mereka yang ingin mencuri ikan. Menurutnya, pemerintah tidak akan memberikan toleransi terhadap nelayan asing yang menangkap ikan secara ilegal.
“Kalau berbicara mengenai pencurian ikan, permasalahan utama itu justru yang dilakukan nelayan yang memiliki modal kuat dan kapal serta tonase besar. Mereka biasanya mencuri secara masif,” pungkasnya. Sosialiasi penenggelaman kapal asing sudah disampaikan pemerintah RI kepada kantor perwakilan asing di Indonesia.
Kini tinggal pihak perwakilan yang harus melaporkan hal-hal penting ke pemerintah pusat. “Kalau ada hal-hal yang mereka anggap tidak perlu dilaporkan, itu adalah kebijakan mereka sendiri,” ucap Michael. Sejauh ini, Indonesia belum pernah menenggelamkan kapal asing.
Tindakan yang dilakukan hanyasebataspenangkapan. Berdasarkan data statistik Kementerian Perikanan dan Kelautan, Indonesia telah menangkap 93 kapal asing sejak 2007-2013. Sementara itu, Dewan Negara Malaysia meyakini ratusan nelayan yang ditangkap pemerintah Indonesia karena melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah perbatasan bukan warga negara Malaysia.
Mereka yang tertangkap merupakan Sea Gipsy (orang kapal) yang tidak memiliki kewarganegaraan. “Mereka itu orang laut. Penangkapan kapal kemarin itu bukan orang Malaysia, karena orang Malaysia pasti bertutur Malaysia. Dia juga tidak memiliki ID card dan tidak memahami budaya Malaysia. Mereka pergi ke kawasan Malaysia untuk menukar barang untuk hidup,” ujar Tan Sri Abu Zahar, pimpinan Dewan Negara Malaysia, saat berkunjung ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta kemarin.
Tan Sri Abu Zahar meminta agar warga Malaysia di perbatasan mematuhi peraturan yang ada antarnegara. “Kita sudah bicara dengan Kemlu Malaysia untuk memberi tahu jangan mencerobohi wilayah Indonesia karena Indonesia memiliki undang-undang maritim yang cukup ketat,” ucapnya.
Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato Seri Zahrain juga menegaskan bahwa ratusan nelayan yang tertangkap bukan warga Malaysia. Hal ini sudah dikonfirmasi lewat kepolisian Malaysia. “Indonesia punya aturan. Malaysia pun sama. Kami menghargai peraturan Indonesia. Ada peraturan dua negara,” ucapnya.
Seri Zahrain menjelaskan jika ada kapal penangkap kurang dari lima ton diwilayah Malaysia, aparat akan menghalau dan memerintah balik pulang. “Dengan pemerintahan baru, Indonesia memberlakukan undang-undang tegas terhadap maritim. Kita hormati. Hanya kita perlu ingat juga, kita pernah jaga hubungan yang baik antara Malaysia dan Indonesia,” tandasnya.
Ketua DPD RI Irman Gusman mengatakan, ada banyak potensi kerja sama yang sudah dilakukan sejak bertahun-tahun antarkeduanegara, seperti dibidang pendidikan, ekonomi, pariwisata, pertanian dan perkebunan, serta perdagangan. “Indonesia dan Malaysia yang tergabung dalam komunitas ASEAN akan sama-sama menyambut era baru, MEA. Artinya, kedua negara bisa saling menguatkan dan meningkatkan kerja sama dengan adanya persaingan bebas melalui MEA,” kata Irman.
Muh shamil/Mula akmal
Juru bicara (jubir) Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Michael Tene mengatakan, pemerintah Indonesia akan bertindak tegas terhadap pelaku penangkapan ikan ilegal yang banyak merugikan negara. Kemlu akan bekerja sama dengan kementerian terkait mengenai upaya penanganan 544 nelayan itu.
Mereka yang ditangkap masih menjalani proses verifikasi, dan hasilnya akan diketahui hari ini. Tim dari Kemlu juga ikut membantu proses verifikasi terhadap nelayan yang tidak memiliki kartu kewarganegaraan. Sejauh ini, para nelayan itu diduga kuat sebagian besar berasal dari Pulau Samporna, Malaysia, dan sisanya dari Filipina.
Selain tidak memiliki kartu pengenal atau identitas resmi, para nelayan yang menangkap ikan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Kalimantan itu bergerak berdasarkan keinginan pribadi, bukan pemerintah atau perusahaan besar.
“Mereka merupakan nelayan tradisional.Pada umumnya, mereka hidup di laut dan bergerak dari satulokasikelokasiyanglain sehingga mereka tidak memiliki bukti-bukti tanda kependudukan, apalagi bukti kewarganegaraan. Jadi, kami mengetahui kependudukan mereka dari proses wawancara,” ujar Michael Tenedi Jakarta kemarin.
Pencurian ikan di perairan ZEE Indonesia sudah sering terjadi. Imbasnya, pendapatan pemerintah dan nelayan wilayah lokal menurun. Bahkan, tidak sedikit nelayan asing yang menggunakan bahan berbahaya macam peledak dan racun hingga merusak dan mengancam kepunahan ekosistem.
Kerja sama dengan kementerian terkait akan dilakukan setelah tim verifikasi pulang ke Jakarta. Menurut Michael Tene, sekitar 89 kapal pengawas ditempatkan di beberapa titik. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti bahkan mengancam akan menenggelamkan kapal asing yang masuk secara ilegal ke perairan Indonesia.
Namun, Indonesia dan Malaysia memiliki nota kesepahaman (memorandum of understanding/ MoU) dalam mengatasi nelayan yang nakal. “Bapak Presiden tidak menyatakan semuanya akan dibakar atau ditenggelamkan. Itu hanya bentuk ketegasan pemerintah Indonesia,” tutur Michael. Lebih lanjut Michael mengatakan, penenggelaman kapal ilegal akan disesuaikan dengan situasi.
Tidak semua kapal akan ditenggelamkan atau dibakar. Pemerintah hanya ingin memberikan efek jera sehingga nelayan asing tidak berani masuk ke perairan Indonesia, khususnya mereka yang ingin mencuri ikan. Menurutnya, pemerintah tidak akan memberikan toleransi terhadap nelayan asing yang menangkap ikan secara ilegal.
“Kalau berbicara mengenai pencurian ikan, permasalahan utama itu justru yang dilakukan nelayan yang memiliki modal kuat dan kapal serta tonase besar. Mereka biasanya mencuri secara masif,” pungkasnya. Sosialiasi penenggelaman kapal asing sudah disampaikan pemerintah RI kepada kantor perwakilan asing di Indonesia.
Kini tinggal pihak perwakilan yang harus melaporkan hal-hal penting ke pemerintah pusat. “Kalau ada hal-hal yang mereka anggap tidak perlu dilaporkan, itu adalah kebijakan mereka sendiri,” ucap Michael. Sejauh ini, Indonesia belum pernah menenggelamkan kapal asing.
Tindakan yang dilakukan hanyasebataspenangkapan. Berdasarkan data statistik Kementerian Perikanan dan Kelautan, Indonesia telah menangkap 93 kapal asing sejak 2007-2013. Sementara itu, Dewan Negara Malaysia meyakini ratusan nelayan yang ditangkap pemerintah Indonesia karena melakukan penangkapan ikan ilegal di wilayah perbatasan bukan warga negara Malaysia.
Mereka yang tertangkap merupakan Sea Gipsy (orang kapal) yang tidak memiliki kewarganegaraan. “Mereka itu orang laut. Penangkapan kapal kemarin itu bukan orang Malaysia, karena orang Malaysia pasti bertutur Malaysia. Dia juga tidak memiliki ID card dan tidak memahami budaya Malaysia. Mereka pergi ke kawasan Malaysia untuk menukar barang untuk hidup,” ujar Tan Sri Abu Zahar, pimpinan Dewan Negara Malaysia, saat berkunjung ke Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta kemarin.
Tan Sri Abu Zahar meminta agar warga Malaysia di perbatasan mematuhi peraturan yang ada antarnegara. “Kita sudah bicara dengan Kemlu Malaysia untuk memberi tahu jangan mencerobohi wilayah Indonesia karena Indonesia memiliki undang-undang maritim yang cukup ketat,” ucapnya.
Duta Besar Malaysia untuk Indonesia Dato Seri Zahrain juga menegaskan bahwa ratusan nelayan yang tertangkap bukan warga Malaysia. Hal ini sudah dikonfirmasi lewat kepolisian Malaysia. “Indonesia punya aturan. Malaysia pun sama. Kami menghargai peraturan Indonesia. Ada peraturan dua negara,” ucapnya.
Seri Zahrain menjelaskan jika ada kapal penangkap kurang dari lima ton diwilayah Malaysia, aparat akan menghalau dan memerintah balik pulang. “Dengan pemerintahan baru, Indonesia memberlakukan undang-undang tegas terhadap maritim. Kita hormati. Hanya kita perlu ingat juga, kita pernah jaga hubungan yang baik antara Malaysia dan Indonesia,” tandasnya.
Ketua DPD RI Irman Gusman mengatakan, ada banyak potensi kerja sama yang sudah dilakukan sejak bertahun-tahun antarkeduanegara, seperti dibidang pendidikan, ekonomi, pariwisata, pertanian dan perkebunan, serta perdagangan. “Indonesia dan Malaysia yang tergabung dalam komunitas ASEAN akan sama-sama menyambut era baru, MEA. Artinya, kedua negara bisa saling menguatkan dan meningkatkan kerja sama dengan adanya persaingan bebas melalui MEA,” kata Irman.
Muh shamil/Mula akmal
(bbg)