JPU Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi Florence

Kamis, 27 November 2014 - 11:50 WIB
JPU Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi Florence
JPU Minta Majelis Hakim Tolak Eksepsi Florence
A A A
YOGYAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta menolak seluruh eksepsi terdakwa kasus penghinaan dan pencemaran nama baik warga Yogyakarta, Florence Sihombing.

Jaksa menilai keberatan terdakwa pada sidang sebelumnya tidak menyinggung permasalahan formal surat dakwaan. Menurut JPU Rahayu Nur Raharsi, pembelaan Florence tidak tepat dan sudah masuk dalam konteks perkara. Karena itu, JPU tidak mau menanggapi eksepsi itu.

“Jadi, kami memohon kepada majelis hakim untuk menolak keseluruhan eksepsi terdakwa, memutuskan dakwaan sah secara hukum, dan melanjutkan persidangan,” kata Rahayu dalam sidang di Pengadilan Negeri Yogyakarta kemarin. Florence dijerat dengan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang ITE karena telah menulis status pada media sosial Pathmiliknya, “Jogja miskin, tolol, dan tak berbudaya. Teman-teman Jakarta, Bandung jangan mau ke Jogja.” Pernyataan tersebut dinilai menghina warga Yogyakarta.

Dalam eksepsi pada sidang sebelumnya Florence menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukannya tidak masuk kategori pencemaran nama baik, sehingga tidak dapat dijerat dengan Pasal 27 Ayat 3 UU ITE. Apalagi, dalam status itu tidak ada orang yang spesifik dituju. Florence berkilah, suatukasus dapat disebut penghinaan atau pencemaran nama baik ketika ditujukan kepada seorang pribadi.

Sebab, kehormatan atau nama baik hanya dimiliki orang secara pribadi. Adapun delik penghinaan, kata dia, adalah delik yang bersifat subjektif, sehingga di dalamnya melekat orang yang dihina secara langsung. Karena itu, kata-katanya di dalam Path dianggap tidak menyebutkan nama seseorang secara spesifik, sehingga perbuatan itu tidak dapat dikaitkan dengan delik penghinaan.

Namun, menurut Jaksa, isi nota keberatan (eksepsi) tersebut tidak fokus terhadap materi eksepsi yang sesungguhnya dan justru sudah masuk dalam pokok perkara yang seharusnya cukup dibuktikan dalam persidangan. “Surat dakwaan bukan bersifat memeriksa pokok perkara, karena itu tidak perlu kami tanggapi lebih lanjut,” kata jaksa.

Sementara keberatan Florence menyangkut proses penangkapan dan penahanan oleh penyidik, seharusnya tidak disampaikan dalam materi eksepsi. “Masalah itu lebih tepat disampaikan dalam gugatan praperadilan,” tangkis Rahayu. Jaksa juga mengklaim bahwa surat dakwaan yang diajukan telah memenuhi syarat, jelas, dan cermat sesuai Pasal 143 ayat 2 KUHP mengenai syarat formal surat dakwaan.

Yang menarik, dalam persidangan ketiga ini mahasiswi S-2 UniversitanGadjahMada (UGM) itu didampingi empat penasihat hukum dari kampusnya. Mereka adalah Doni Hendro Cahyono, Zahru Arqom, Widhi Nugraha, dan Putra Maulana. Menanggapi keinginan JPU agar majelis hakim menolak semua eksepsi kliennya, Doni akan menunggu keputusan hakim dalam sidang berikutnya.

“Secara normatif replik pasti akan menolak dan menyatakan dakwaan sudah benar, lengkap, sudah cermat, dan jelas. Tapi, kita tunggu saja putusan sela nanti ,” tutur Doni. Florence juga sebelumnya sudah menemui Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk meminta maaf. Yang jelas, persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Bambang Sunanta itu akan dilanjutkan dengan agenda putusan sela pada Rabu (3/12).

Sodik
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0054 seconds (0.1#10.140)