PHRI Tidak Bisa Memaksa Pengelola Gedung Sediakan Parkir
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tidak bisa memaksa pengelola gedung hotel maupun restoran menyediakan lahan parkir tambahan untuk menampung pengendara sepeda motor.
Area parkir di gedung sangat diperlukan bagi pengendara karena pada pertengahan Desember 2014 akan diberlakukan pelarangan sepeda motor di Jalan MH Thamrin (Bundaran HI) hingga Medan Merdeka Barat. Koordinator Wilayah PHRI DKI Jakarta dan Banten Krishnadi mengatakan penyediaan lahan parkir untuk sepeda motor dikembalikan ke pemilik dan gedung masing-masing, terutama gedung yang masuk keanggotaan PHRI.
“Selagi ada tempat dan ruang bisa saja rekan-rekan PHRI mendukung kebijakan tersebut,” ujarnya kemarin. Menurut dia, pelarangan motor tidak membawa pengaruh terhadap industri perhotelan dan restoran. Khususnya untuk perhotelan karena selama ini pengunjungnya banyak dari kalangan yang menggunakan mobil atau menumpang taksi.
Di setiap gedung hotel memang disediakan lahan parkir sepeda motor untuk tamu dan karyawan walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Terdapat dua hotel yang telah bersedia menampung sepeda motor di area parkirnya, yakni Hotel Pulman dan Wisma Nusantara. Manajemendikedua properti itu sangat mendukung kebijakan Pemprov DKI Jakarta karena demi menjaga kelancaran lalu lintas di Ibu Kota.
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta telah mendapat kesediaan pengelola 11 gedung yang menampung sepeda motor di lahan parkirnya. Ke-11 gedung tersebut, yaitu Gedung Jaya, BDN, Jakarta Theatre, Sarinah, BII, Gedung Oil, Plaza Permata, Gedung Kosgoro, Hotel Pulman, Wisma Nusantara, Grand Indonesia, serta The City Tower. Semua gedung itu memiliki kapasitas parkir mencapai 9.318 mobil dan 5.218 sepeda motor.
Meski didukung oleh pihak lain, kebijakan pelarangan motor masih belum didukung kalangan anggota DPRD DKI Jakarta. Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta Maman Firmansyah mengaku tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Apalagi kebijakan ini mulai diberlakukan pada 17 Desember mendatang.
Menurut dia, pengendara sepeda motor memberikan kontribusi besar bagi pendapatan Pemprov DKI lewat pajak. Kebanyakan warga Jakarta belum mempunyai mobil untuk beraktivitas. Selama ini yang berkontribusi terhadap kemacetan yakni pemilik kendaraan roda empat. Tidak sedikit orang melintas di jalan protokol menggunakan mobil mewah. Isi di dalamnya hanya satu atau dua orang yang sudah termasuk dengan pengemudinya.
“Penataan transportasi memang diperlukan untuk Jakarta, tapi penerapan larangan sepeda motor perlu dikaji dan solusi yang lebih tepat,” ujar Maman. Kasubdit Gakum Lantas Polda Metro Jaya AKBP Hindarsono menambahkan, selama masa uji coba larangan sepeda motor, tidak ada tindakan hukum bagi masyarakat yang melanggar. Mereka hanya diberikan peringatan untuk tidak melintas di Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat. “Tidak ada penilangan selama uji coba,” ucapnya.
Iham safutra
Area parkir di gedung sangat diperlukan bagi pengendara karena pada pertengahan Desember 2014 akan diberlakukan pelarangan sepeda motor di Jalan MH Thamrin (Bundaran HI) hingga Medan Merdeka Barat. Koordinator Wilayah PHRI DKI Jakarta dan Banten Krishnadi mengatakan penyediaan lahan parkir untuk sepeda motor dikembalikan ke pemilik dan gedung masing-masing, terutama gedung yang masuk keanggotaan PHRI.
“Selagi ada tempat dan ruang bisa saja rekan-rekan PHRI mendukung kebijakan tersebut,” ujarnya kemarin. Menurut dia, pelarangan motor tidak membawa pengaruh terhadap industri perhotelan dan restoran. Khususnya untuk perhotelan karena selama ini pengunjungnya banyak dari kalangan yang menggunakan mobil atau menumpang taksi.
Di setiap gedung hotel memang disediakan lahan parkir sepeda motor untuk tamu dan karyawan walaupun jumlahnya tidak terlalu banyak. Terdapat dua hotel yang telah bersedia menampung sepeda motor di area parkirnya, yakni Hotel Pulman dan Wisma Nusantara. Manajemendikedua properti itu sangat mendukung kebijakan Pemprov DKI Jakarta karena demi menjaga kelancaran lalu lintas di Ibu Kota.
Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta telah mendapat kesediaan pengelola 11 gedung yang menampung sepeda motor di lahan parkirnya. Ke-11 gedung tersebut, yaitu Gedung Jaya, BDN, Jakarta Theatre, Sarinah, BII, Gedung Oil, Plaza Permata, Gedung Kosgoro, Hotel Pulman, Wisma Nusantara, Grand Indonesia, serta The City Tower. Semua gedung itu memiliki kapasitas parkir mencapai 9.318 mobil dan 5.218 sepeda motor.
Meski didukung oleh pihak lain, kebijakan pelarangan motor masih belum didukung kalangan anggota DPRD DKI Jakarta. Ketua Fraksi PPP DPRD DKI Jakarta Maman Firmansyah mengaku tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Apalagi kebijakan ini mulai diberlakukan pada 17 Desember mendatang.
Menurut dia, pengendara sepeda motor memberikan kontribusi besar bagi pendapatan Pemprov DKI lewat pajak. Kebanyakan warga Jakarta belum mempunyai mobil untuk beraktivitas. Selama ini yang berkontribusi terhadap kemacetan yakni pemilik kendaraan roda empat. Tidak sedikit orang melintas di jalan protokol menggunakan mobil mewah. Isi di dalamnya hanya satu atau dua orang yang sudah termasuk dengan pengemudinya.
“Penataan transportasi memang diperlukan untuk Jakarta, tapi penerapan larangan sepeda motor perlu dikaji dan solusi yang lebih tepat,” ujar Maman. Kasubdit Gakum Lantas Polda Metro Jaya AKBP Hindarsono menambahkan, selama masa uji coba larangan sepeda motor, tidak ada tindakan hukum bagi masyarakat yang melanggar. Mereka hanya diberikan peringatan untuk tidak melintas di Jalan MH Thamrin dan Medan Merdeka Barat. “Tidak ada penilangan selama uji coba,” ucapnya.
Iham safutra
(bbg)