Desak Revisi Upah, Buruh Kepung Jakarta

Kamis, 27 November 2014 - 11:36 WIB
Desak Revisi Upah, Buruh Kepung Jakarta
Desak Revisi Upah, Buruh Kepung Jakarta
A A A
JAKARTA - Ribuan buruh mengepung sebagian wilayah di DKI Jakarta kemarin. Mereka yang menumpang mobil terbuka dan sepeda motor menutup sejumlah ruas jalan hingga menyebabkan kemacetan di mana-mana.

Seperti kemacetan parah dalam perjalanan menuju Tanjung Priok dan Cawang akibat massa buruh menutup jalan tol Wiyoto Wiyono, Pulo Mas, Jakarta Timur. Mereka nekat membakar ban bekas di tengah jalan. “Ini untuk membuka mata dan hati pemerintah supaya aspirasi kami soal kenaikan upah minimum provinsi (UMP) diperhatikan,” kata Hardi, seorang buruh.

Massa buruh menolak penetapan UMP DKI Jakarta 2015 sebesar Rp2,7 juta dan terus menuntut agar UMP bisa mencapai Rp3,2 juta. Setelah menutup tol Wiyoto Wiyono, para buruh bergerak menuju Balai Kota DKI Jakarta di Jalan Medan Merdeka Selatan. Saat bergerak dari Cempaka Putih ke Balai Kota, aksi massa menimbulkan kemacetan.

Di depan Balai Kota DKI Jakarta, buruh berorasi meminta UMP Rp2,7 juta dianulir. Mereka menilai Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak adil karena UMP DKI lebih kecil dari wilayah penyangganya yakni Bekasi. “Upah daerah penyangga DKI, Bekasi saja sudah Rp2,9 juta,” ujar seorang orator yang berada di atas mobil komando.

Ahok mengaku tidak mempersoalkan aksi buruh yang menuntut revisi UMP DKI. Penetapan UMP Rp2,7 juta telah berdasarkan perhitungan akan kenaikan bahan bakar minyak (BBM). “Sebelum memutuskan UMP saya sudah memperhitungkan penetapan KHL dengan asumsi kenaikan harga BBM. Jadi (UMP) tak bisa diganggu gugat,” ungkapnya.

Dia menyarankan buruh mengajukan gugatan ke pengadilan untuk mendapatkan perubahan besaran UMP DKI 2015 seperti yang diharapkan. Di tempat lain, massa buruh bergerak menuju Jalan Gatot Subroto atau tepat di depan Gedung Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Akibat itu, jalan menjadi tertutup hingga menyebabkan kemacetan 5 kilometer dari arah Semanggi menuju Cawang.

Salah satu pengendara Sabran menyesalkan aksi para buruh tersebut. “Harusnya mereka lihat apa yang mereka lakukan justru membuat kemacetan dan kesemrawutan,” katanya. Dia berharap polisi bisa menindak tegas aksi buruh yang mengganggu ketertiban. Aksi tutup jalan juga terjadi di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.

Massa gabungan dari buruhdan mahasiswa yang tergabung dalam Pusat Perlawanan Rakyat Indonesia (PPRI) membakar ban bekas, memecahkan kaca, dan menaruhnya di jalan. Beberapa buruh bahkan nekat menggelar aksi tidur di jalan. Akibat aksi ini, sejumlah akses yang berhubungan dengan Jalan Cikini Raya menjadi tersendat.

Untuk mencairkan kemacetan, Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Hendro Pandowo yang datang ke lokasi langsung melakukan negosiasi dengan massa. Setelah bernegosiasi, massa memperbolehkan jalan dibuka, namun hanya satu lajur. Menanggapi aksi buruh, pengamat sosial budaya dari Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menilai massa buruh yang menutup jalan tol merupakan efek dari diberikan izin atau kesempatan.

Jika sejak awal tidak diberikan kesempatan, tidak akan ada aksi yang berujung penutupan tol. Seharusnya ada aturan yang ditegakkan ketika aksi tersebut sudah mengganggu kepentingan umum. “Aksi itu berdampak hilangnya hak orang lain. Padahal, aspirasi mereka (pendemo) untuk menegakkan HAM, tapi dengan cara itu (menutup jalan) sama saja menghilangkan hak orang lain,” ucapnya.

Situasi ini bisa dianggap sebagai pelanggaran. Hanya, pelanggaran itu ditoleransi dan menjadi kultur baru. Menjadi kebebasan semua orang untuk melakukan hal sama ketika menyalurkan aspirasinya. Di sisi lain, kemampuan aparat mengatasi kondisi ini terbatas sehingga aksi itu dibiarkan.

“Konsep HAM juga membelenggu aparat untuk menegakkan hukum. Padahal yang harus diingat untuk menegakkan hak bukan berarti menghilangkan hak orang lain. Antara pendemo dan hak orang lain haruslah harmonis,” kata Devie. Menurut dosen program vokasi UI itu, aksi buruh menutup jalan tol sebagai fenomena sosial.

Terlihat makin seringnya pendemo memblokade berbagai tempat ketika menyalurkan aspirasi. Ini akibat dari sistem keterbukaan yang bersifat semu. Agar kejadian ini tidak terulang lagi, pimpinan perusahaan harus berani menghadapi para pendemo. Mereka tidak perlu takut terhadap pendemo karena dengan duduk bersama dan saling mendengarkan akan tercipta keterbukaan dan menghindari aksi demonstrasi.

Helmi syarif/Ilham safutra/R ratna purnama
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6679 seconds (0.1#10.140)