KPK Apresiasi Putusan Banding Akil
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta atas banding yang diajukan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.
Sebelumnya PT DKI Jakarta menjatuhkan putusan memperkuat vonis pidana penjara seumur hidup untuk Akil Mochtar. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, atas putusan banding itu, KPK tidak akan mengajukan kasasi. Meski demikian, Akil Mochtar tetap memiliki hak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). KPK tidak berharap banyak ada putusan seumur hidup seperti Akil.
Semua diserahkan sepenuhnya pada keyakinan dan kewenangan hakim sesuai bukti- bukti yang dihadirkan KPK di persidangan. “Itu (putusan seumur hidup bagi koruptor) kewenangan hakim. KPK berharap putusan hakim itu yang bisa menimbulkan efek jera,” kata Johan di Jakarta kemarin.
Tamsil Sjoekoer, kuasa hukum Akil, kaget saat dikonfirmasi putusan tingkat banding kliennya tersebut. Dia justru mengaku tidak mengetahui PT DKI Jakarta menolak banding yang mereka ajukan. Tamsil bahkan bertanya balik benarkah banding mereka ditolak. Dia pun menyatakan, bila memang benar putusannya adalah banding ditolak, langkah hukumselanjutnya akandilakukan.
“Kalau ditolak, ya tentu kita akan kasasi. Tapi, belum ada pemberitahuan kepada kita dan Pak Akil,” ucapnya. Dia mengungkapkan, kliennya saat ini dalam kondisi sehat. Dalam waktu dekat tim kuasa hukum akan menemui Akil di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur, Cabang KPK.
Putusan banding ini akan menjadi bahan pembahasan dalam pertemuan itu. Menurut dia, seharusnya pengadilan melalui pengadilan tipikor memberitahukan surat resmi atas putusan banding. “Tapi, biasanya lebih cepat sampai kepada Pak Akil. Sejak kita tahu pemberitahuannya, baru kita putuskan kasasi. Kan sekarang belum tahu. Baru dari kamu (wartawan) saja. Terima kasih ya kami jadi tahu ada putusan ini,” ucapnya.
Dalam sidang putusan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6), hakim mengabulkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK yakni Akil dipenjara seumur hidup. Akil dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dalam 14 sengketa pilkada dari 15 yang dituntut dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sayangnya, majelis hakim yang dipimpin Suwidya saat itu tidak mengabulkan tuntutan denda Rp10 miliar dan tidak mencabut hak politik Akil untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Vonis pidana seumur hidup dijatuhkan bukan tanpa sebab. Menurut majelis, ada tiga pertimbangan utama.
Pertama, Akil adalah ketua lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir pencari keadilan sehingga harus memberikan contoh terbaik dalam integritas. Kedua, perbuatan terdakwa menyebabkan runtuhnya wibawa MK. Ketiga, diperlukan usaha yang sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada MK.
Dalam amarnya, majelis tak secuil pun melihat pertimbangan meringankan meski Akil punya prestasi. Majelis mengaku punya alasan kuat kenapa penjatuhan denda dan pidana tambahan tidak diikutkan. Dalam musyawarahnya majelis sependapat dengan dakwaan dan tuntutan penuntut umum dengan mengingat perbuatan Akil yang berat. Khususnya terkait penyelenggaraan pilkada di daerah.
Karena itu, pidana denda tidak relevan lagi karena terdakwa dituntut pidana maksimal sehingga pidana itu tidak dapat diganti lagi bila terdakwa tidak bisa membayar tuntutan denda itu. Akil dinyatakan terbukti menerima suap dan janji lebih dari Rp56,785 miliar dan USD500.000 dari 14 sengketa pilkada dan TPPU senilai Rp129,86 miliar.
Satu pilkada yang tak terbukti yakni Pilkada Lampung Selatan. Akil juga dinilai tidak terbukti menerima Rp500 juta melalui advokat sekaligus politikus PDIP Susi Tur Andayani (meski Susi divonis bersalah dalam kasus sama) dari Bupati Lampung Selatan terpilih Rycko Menoza.
Sabir laluhu
Sebelumnya PT DKI Jakarta menjatuhkan putusan memperkuat vonis pidana penjara seumur hidup untuk Akil Mochtar. Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, atas putusan banding itu, KPK tidak akan mengajukan kasasi. Meski demikian, Akil Mochtar tetap memiliki hak mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). KPK tidak berharap banyak ada putusan seumur hidup seperti Akil.
Semua diserahkan sepenuhnya pada keyakinan dan kewenangan hakim sesuai bukti- bukti yang dihadirkan KPK di persidangan. “Itu (putusan seumur hidup bagi koruptor) kewenangan hakim. KPK berharap putusan hakim itu yang bisa menimbulkan efek jera,” kata Johan di Jakarta kemarin.
Tamsil Sjoekoer, kuasa hukum Akil, kaget saat dikonfirmasi putusan tingkat banding kliennya tersebut. Dia justru mengaku tidak mengetahui PT DKI Jakarta menolak banding yang mereka ajukan. Tamsil bahkan bertanya balik benarkah banding mereka ditolak. Dia pun menyatakan, bila memang benar putusannya adalah banding ditolak, langkah hukumselanjutnya akandilakukan.
“Kalau ditolak, ya tentu kita akan kasasi. Tapi, belum ada pemberitahuan kepada kita dan Pak Akil,” ucapnya. Dia mengungkapkan, kliennya saat ini dalam kondisi sehat. Dalam waktu dekat tim kuasa hukum akan menemui Akil di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur, Cabang KPK.
Putusan banding ini akan menjadi bahan pembahasan dalam pertemuan itu. Menurut dia, seharusnya pengadilan melalui pengadilan tipikor memberitahukan surat resmi atas putusan banding. “Tapi, biasanya lebih cepat sampai kepada Pak Akil. Sejak kita tahu pemberitahuannya, baru kita putuskan kasasi. Kan sekarang belum tahu. Baru dari kamu (wartawan) saja. Terima kasih ya kami jadi tahu ada putusan ini,” ucapnya.
Dalam sidang putusan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6), hakim mengabulkan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK yakni Akil dipenjara seumur hidup. Akil dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dalam 14 sengketa pilkada dari 15 yang dituntut dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sayangnya, majelis hakim yang dipimpin Suwidya saat itu tidak mengabulkan tuntutan denda Rp10 miliar dan tidak mencabut hak politik Akil untuk dipilih dan memilih dalam jabatan publik. Vonis pidana seumur hidup dijatuhkan bukan tanpa sebab. Menurut majelis, ada tiga pertimbangan utama.
Pertama, Akil adalah ketua lembaga tinggi negara yang merupakan benteng terakhir pencari keadilan sehingga harus memberikan contoh terbaik dalam integritas. Kedua, perbuatan terdakwa menyebabkan runtuhnya wibawa MK. Ketiga, diperlukan usaha yang sulit dan lama untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada MK.
Dalam amarnya, majelis tak secuil pun melihat pertimbangan meringankan meski Akil punya prestasi. Majelis mengaku punya alasan kuat kenapa penjatuhan denda dan pidana tambahan tidak diikutkan. Dalam musyawarahnya majelis sependapat dengan dakwaan dan tuntutan penuntut umum dengan mengingat perbuatan Akil yang berat. Khususnya terkait penyelenggaraan pilkada di daerah.
Karena itu, pidana denda tidak relevan lagi karena terdakwa dituntut pidana maksimal sehingga pidana itu tidak dapat diganti lagi bila terdakwa tidak bisa membayar tuntutan denda itu. Akil dinyatakan terbukti menerima suap dan janji lebih dari Rp56,785 miliar dan USD500.000 dari 14 sengketa pilkada dan TPPU senilai Rp129,86 miliar.
Satu pilkada yang tak terbukti yakni Pilkada Lampung Selatan. Akil juga dinilai tidak terbukti menerima Rp500 juta melalui advokat sekaligus politikus PDIP Susi Tur Andayani (meski Susi divonis bersalah dalam kasus sama) dari Bupati Lampung Selatan terpilih Rycko Menoza.
Sabir laluhu
(bbg)