Ditanya Utang Masa Lalu TPI, Tutut Berkelit
A
A
A
JAKARTA - Kubu Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) berkelit saat ditanya tentang utang-utang masa lalu Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).
Meski mengakui memiliki utang, dia tidak menjelaskan secara detail utang-utang tersebut. Dalam konferensi pers di kawasan Sudirman, Tutut mengatakan utang tersebut didapatnya karena kondisi politik pada saat itu.
"Sebetulnya kami dulu enggak punya utang. Memang pekerjaan kami belum selesai, jadi ada utang dari jauh. Pada saat itu politiklah yang membuat kami berutang," kata Tutut di Kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (21/11/2014).
"Jadi kami divonis ya, untuk punya utang. Harus membayar utang-utangnya sedemikian banyaknya," imbuh Tutut.
Kuasa hukum Tutut, Harry Ponto, juga tidak menampik TPI pernah mempunyai banyak utang. Saat itu juga sempat ada pembicaraan dengan Hary Tanoesoedibjo untuk pelunasan utang-utang tersebut.
"Di investment agreement yang dibuat di 2002 dengan Pak Hary Tanoe. Tapi dalam perjalanannya, belum ada itung-itungan," kata Harry Ponto.
Dia meminta agar persoalan utang tersebut tidak usah dipersoalkan. "Kita enggak usah terlalu detail, itu sudah diuji semua di pengadilan. Yang paling penting adalah, kalau mau kita sampaikan, setelah ini, apa kerugian yang terjadi selama 10 tahun tanpa hak. Kalau mau kejar ke situ (utang), kami juga bisa kejar ke arah lain," katanya.
Meski mengakui memiliki utang, dia tidak menjelaskan secara detail utang-utang tersebut. Dalam konferensi pers di kawasan Sudirman, Tutut mengatakan utang tersebut didapatnya karena kondisi politik pada saat itu.
"Sebetulnya kami dulu enggak punya utang. Memang pekerjaan kami belum selesai, jadi ada utang dari jauh. Pada saat itu politiklah yang membuat kami berutang," kata Tutut di Kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (21/11/2014).
"Jadi kami divonis ya, untuk punya utang. Harus membayar utang-utangnya sedemikian banyaknya," imbuh Tutut.
Kuasa hukum Tutut, Harry Ponto, juga tidak menampik TPI pernah mempunyai banyak utang. Saat itu juga sempat ada pembicaraan dengan Hary Tanoesoedibjo untuk pelunasan utang-utang tersebut.
"Di investment agreement yang dibuat di 2002 dengan Pak Hary Tanoe. Tapi dalam perjalanannya, belum ada itung-itungan," kata Harry Ponto.
Dia meminta agar persoalan utang tersebut tidak usah dipersoalkan. "Kita enggak usah terlalu detail, itu sudah diuji semua di pengadilan. Yang paling penting adalah, kalau mau kita sampaikan, setelah ini, apa kerugian yang terjadi selama 10 tahun tanpa hak. Kalau mau kejar ke situ (utang), kami juga bisa kejar ke arah lain," katanya.
(hyk)