ICW Pertanyakan Mekanisme Jokowi Pilih Prasetyo
A
A
A
JAKARTA - Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk HM Prasetyo menjadi Jaksa Agung mendapat kritik dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang tergabung dengan Koalisi Masyarakat Sipil.
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho mengatakan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada intinya menyebutkan kejaksaan adalah kekuasaan merdeka yang terbebas dari pengaruh kekuasaan. Termasuk dalam hal ini pengaruh partai politik.
"Posisi Prasetyo sebagai Jaksa Agung pastinya akan mempengaruhi independensi Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung juga rawan intervensi politik," ujarnya kepada Sindonews, Kamis 20 November 2014 malam.
Menurutnya, kejaksaan juga berpotensi tersandera kepentingan politik untuk menangani atau menghentikan suatu kasus korupsi yang melibatkan kader atau pendukung politik. Jika ini terjadi, lanjutnya, maka itu merupakan musibah bagi upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
"Kami sendiri mempertanyakan mekanisme yang digunakan oleh Presiden Jokowi dalam memilih HM Prasetyo. Memilih Jaksa Agung seharusnya lebih ketat daripada seorang menteri," tegasnya.
Pihaknya juga meragukan apakah Jokowi melibatkan KPK dan PPATK dalam proses pejaringan ini. Pasalnya, tak ada penjelasan yang memadai terhadap publik selama ini.
"Maka wajar publik mencurigai pemilihan Prasetyo adalah bagi-bagi kursi bagi partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK. Sekali lagi kami kecewa dengan langkah Jokowi memilih Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Karena masih banyak figur-figur lain yang lebih bersih, berani dan berprestasi," pungkasnya.
Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho mengatakan, Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan pada intinya menyebutkan kejaksaan adalah kekuasaan merdeka yang terbebas dari pengaruh kekuasaan. Termasuk dalam hal ini pengaruh partai politik.
"Posisi Prasetyo sebagai Jaksa Agung pastinya akan mempengaruhi independensi Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung juga rawan intervensi politik," ujarnya kepada Sindonews, Kamis 20 November 2014 malam.
Menurutnya, kejaksaan juga berpotensi tersandera kepentingan politik untuk menangani atau menghentikan suatu kasus korupsi yang melibatkan kader atau pendukung politik. Jika ini terjadi, lanjutnya, maka itu merupakan musibah bagi upaya penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
"Kami sendiri mempertanyakan mekanisme yang digunakan oleh Presiden Jokowi dalam memilih HM Prasetyo. Memilih Jaksa Agung seharusnya lebih ketat daripada seorang menteri," tegasnya.
Pihaknya juga meragukan apakah Jokowi melibatkan KPK dan PPATK dalam proses pejaringan ini. Pasalnya, tak ada penjelasan yang memadai terhadap publik selama ini.
"Maka wajar publik mencurigai pemilihan Prasetyo adalah bagi-bagi kursi bagi partai pendukung pemerintahan Jokowi-JK. Sekali lagi kami kecewa dengan langkah Jokowi memilih Prasetyo sebagai Jaksa Agung. Karena masih banyak figur-figur lain yang lebih bersih, berani dan berprestasi," pungkasnya.
(kri)