Upah Naik,Perusahaan Rentan Lakukan PHK
A
A
A
JAKARTA - Penetapan upah minimum provinsi (UMP) serta upah minimum kota (UMK) memberatkan kalangan usaha. Masa depan buruh pun terancam karena perusahaan rentan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy mengatakan, penetapan UMP menurunkan daya saing produk tekstil dari gempuran produk tekstil impor. ”Sudah menjadi kebiasaan setiap tahun berupa kenaikan UMP tanpa diimbangi iklim usaha yang kondusif dalam meningkatkan daya saing,” ungkapnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Dia menambahkan, pemerintah harus mengimbangi kenaikan UMP dengan menciptakan iklim yang kondusif. Salah satunya pemberian insentif atau perbaikan terhadap sistem logistik. Jika tidak, para pengusaha di bidang pertekstilan dan garmen mau tak mau melakukan penurunan produksi yang akhirnya berimbas pada pengurangan tenaga kerja.
”Mau tidak mau kita akan menurunkan jumlah produksi. Jika jumlah produksi turun, pengurangan tenaga kerja juga harus dilakukan sebab akhirnya akan tidak menguntungkan,” tuturnya. Perusahaan yang tergabung dalam API, Ernovian menambahkan, kemungkinan akan melakukan sistem buka-tutup perusahaan.
Artinya, perusahaan akan melakukan produksi bila permintaan tekstil ada. Selama ini, kata dia, setiap ada rencana kenaikan oleh pemerintah di antaranya UMP, bahan bakar minyak (BBM) maupun tarif listrik tidak pernah diimbangi maksimal dengan kebijakan lain yang meringankan.
”Satu-satunya jalan mau tak mau jika tak mampu bertahan ya tutup. Kalaupun bertahan, ya mengurangi produksi atau hanya berproduksi ketika ada permintaan,” ungkap dia. Saat ini jumlah perusahaan tekstil dan garmen di Indonesia mencapai sekitar 1300 perusahaan. Jumlah ini terus berkurang sejak keran impor dibuka terutama berasal dari China. ”Namun, tetap saja karena kenaikan BBM juga tak bisa dihindari, lagi-lagi kembali ke masalah klasik,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Masita mengatakan, di sebagian besar perusahaan logistik tenaga kerja terserap di bagian pergudangan. Dengan biaya tenaga kerja yang makin tinggi, sudah banyak pergudangan yang beralih memanfaatkan robot atau mesin otomatis untuk menggantikan peran tenaga kerja.
”Pengelola pergudangan sudah mulai banyak yang melihat ke arah situ (sistem otomasi). Kalau beban upah terus meninggi, bisa saja terjadi pengurangan karyawan karena sudah digantikan fungsinya dari orang ke otomasi,” tuturnya.
Zaldi menambahkan, pergudangan kebanyakan berlokasi di kawasan Bekasi hingga Karawang, Jawa Barat. Sejumlah kota termasuk Jakarta telah menetapkan UMP Rp2,7 juta dan Bekasi menetapkan UMK sebesar Rp2,954 juta. Menurut Zaldi, bila kenaikan UMP dan UMK lebih dari 15%, dampaknya terhadap biaya perusahaan cukup besar.
”Makanya sekarang kami masih menghitung lagi dan efeknya tidak sebatas kenaikan UMP atau UMK, melainkan juga efek ikutannya terhadap komponen usaha logistik lainnya,” ungkapnya. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, saat ini tingkat produktivitas buruh dalam negeri kalah jauh dibandingkan negara lain seperti Vietnam.
Apabila kenaikan ini tidak disertai peningkatan kompetensi dan produktivitas, tentu akan sangat disayangkan. ”Kenaikan ini akan sangat menghambat pertumbuhan industri. Namun, ini harus diikuti kenaikan produktivitas,” sebutnya.
Hafid fuad/Ichsan amin/Inda susanti
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ernovian G Ismy mengatakan, penetapan UMP menurunkan daya saing produk tekstil dari gempuran produk tekstil impor. ”Sudah menjadi kebiasaan setiap tahun berupa kenaikan UMP tanpa diimbangi iklim usaha yang kondusif dalam meningkatkan daya saing,” ungkapnya kepada KORAN SINDO kemarin.
Dia menambahkan, pemerintah harus mengimbangi kenaikan UMP dengan menciptakan iklim yang kondusif. Salah satunya pemberian insentif atau perbaikan terhadap sistem logistik. Jika tidak, para pengusaha di bidang pertekstilan dan garmen mau tak mau melakukan penurunan produksi yang akhirnya berimbas pada pengurangan tenaga kerja.
”Mau tidak mau kita akan menurunkan jumlah produksi. Jika jumlah produksi turun, pengurangan tenaga kerja juga harus dilakukan sebab akhirnya akan tidak menguntungkan,” tuturnya. Perusahaan yang tergabung dalam API, Ernovian menambahkan, kemungkinan akan melakukan sistem buka-tutup perusahaan.
Artinya, perusahaan akan melakukan produksi bila permintaan tekstil ada. Selama ini, kata dia, setiap ada rencana kenaikan oleh pemerintah di antaranya UMP, bahan bakar minyak (BBM) maupun tarif listrik tidak pernah diimbangi maksimal dengan kebijakan lain yang meringankan.
”Satu-satunya jalan mau tak mau jika tak mampu bertahan ya tutup. Kalaupun bertahan, ya mengurangi produksi atau hanya berproduksi ketika ada permintaan,” ungkap dia. Saat ini jumlah perusahaan tekstil dan garmen di Indonesia mencapai sekitar 1300 perusahaan. Jumlah ini terus berkurang sejak keran impor dibuka terutama berasal dari China. ”Namun, tetap saja karena kenaikan BBM juga tak bisa dihindari, lagi-lagi kembali ke masalah klasik,” sambungnya.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Zaldi Masita mengatakan, di sebagian besar perusahaan logistik tenaga kerja terserap di bagian pergudangan. Dengan biaya tenaga kerja yang makin tinggi, sudah banyak pergudangan yang beralih memanfaatkan robot atau mesin otomatis untuk menggantikan peran tenaga kerja.
”Pengelola pergudangan sudah mulai banyak yang melihat ke arah situ (sistem otomasi). Kalau beban upah terus meninggi, bisa saja terjadi pengurangan karyawan karena sudah digantikan fungsinya dari orang ke otomasi,” tuturnya.
Zaldi menambahkan, pergudangan kebanyakan berlokasi di kawasan Bekasi hingga Karawang, Jawa Barat. Sejumlah kota termasuk Jakarta telah menetapkan UMP Rp2,7 juta dan Bekasi menetapkan UMK sebesar Rp2,954 juta. Menurut Zaldi, bila kenaikan UMP dan UMK lebih dari 15%, dampaknya terhadap biaya perusahaan cukup besar.
”Makanya sekarang kami masih menghitung lagi dan efeknya tidak sebatas kenaikan UMP atau UMK, melainkan juga efek ikutannya terhadap komponen usaha logistik lainnya,” ungkapnya. Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, saat ini tingkat produktivitas buruh dalam negeri kalah jauh dibandingkan negara lain seperti Vietnam.
Apabila kenaikan ini tidak disertai peningkatan kompetensi dan produktivitas, tentu akan sangat disayangkan. ”Kenaikan ini akan sangat menghambat pertumbuhan industri. Namun, ini harus diikuti kenaikan produktivitas,” sebutnya.
Hafid fuad/Ichsan amin/Inda susanti
(bbg)