KY Bisa Lakukan Eksaminasi Putusan MA

Selasa, 18 November 2014 - 12:39 WIB
KY Bisa Lakukan Eksaminasi Putusan MA
KY Bisa Lakukan Eksaminasi Putusan MA
A A A
JAKARTA - Komisi Yudisial (KY) bisa melakukan eksaminasi atau memeriksa kembali putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) terkait sengketa kepemilikan saham Televisi Pendidikan Indonesia(TPI).

Ini penting dilakukan untuk mengungkap motif di balik para hakim agung yang tetap memproses meski kasus ini sedang ditangani Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) itu. “Silakan saja KY eksaminasi putusan itu. Masyarakat juga bisa melakukan eksaminasi putusan itu,” tutur pakar hukum tata negara Margarito Kamis di Jakarta tadi malam.

Eksaminasi itu bisa dilakukan atas dasar laporan atau pengaduan maupun atas inisiatif KY. Sebelumnya MA menjatuhkan putusan PK atas sengketa kepemilikan TPI. Putusan MA tersebut dinilai janggal karena melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Alasannya, MA memproses kasus TPI yang kini sedang ditangani BANI.

Langkah para hakim MA juga melanggar petunjuk MA berkaitan dengan persoalan teknis yudisial yang telah dirumuskan dalam Rakernas MA di Denpasar Bali pada 18-22 September 2005. Dalam buku petunjuk MA yang diperoleh KORAN SINDO tersebut yakni Pasal I poin 1 huruf a berjudul “Kompetensi Absolut” jelas menyebutkan:

Pengadilan negeri/umum tidak berwenang untuk mengadili suatu perkara yang para pihaknya terkait dalam perjanjian arbitrase, walaupun hal tersebut didasarkan pada gugatan perbuatan melawan hukum. Aturan yang dibuat MA sendiri tersebut makin menguatkan bahwa dugaan terjadi pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim M Saleh dkk makin terang.

Pakar hukum Universitas Muhamadiyah Jakarta Ibnu Sina juga mengatakan, mengenai kasus TPI sangat memungkinkan dilakukan eksaminasi atau pemeriksaan putusan MA. “Sangat bisa sekali (dilakukan eksaminasi). Bahkan tidak perlu diperintahkan, harusnya bisa dilakukan,” kata Ibnu Sina kemarin. Dia mengatakan terdapat tiga lembaga yang dapat melakukan eksaminasi yakni MA, Mahkamah Konstitusi (MK), dan KY.

“Kalau untuk MK dan MA, eksaminasi dilakukan untuk kepentingan penelitian hakim. Sedangkan KY untuk kepentingan kode etik hakim. Jadi KY dampaknya ke hakim,” kata dia. Dalam hal ini KY dapat menunjuksalahsatuperguruantinggi untuk melakukan penelitian terkaitputusanMA yangkontroversial itu.

Jika ditemukan ada hal yang menyimpang, dipastikan akan berdampak kepada hakim. Anggota Komisi III DPR Bambang Soesatyo mengatakan, jika memang diperlukan, dapat dilakukan pemeriksaan terhadap hakim yang memutus kasus antara PT Berkah Karya Bersama dan Siti Hardiyanti Rukmana (Tutut) itu.

Pemeriksaan itu dapat mengetahui mengapa hakim tetap memutus perkara yang sedang ditangani BANI. “Agar jelas. Apa pertimbangan hakim tetap memutus perkara yang sudah jelas ditangani BANI,” ucapnya. Bambang mengatakan, pemeriksaan juga dapat mengetahui apakah putusan tersebut sematamata ketidak cermatan hakim atau ada dugaan suap.

Ini dapat dilakukan KY sebagai lembaga pengawas hakim. “Lembaga di atasnya bisa melakukan pemeriksaan. Apalagi jika ditemukan ihwal tercela, harus diperiksa,” ungkapnya. Dia juga menambahkan, jika putusan di BANI berbeda dengan apa yang diputuskan MA, sudah seharusnya ada sebuah terobosan hukum untuk ini agar ada kepastian hukum.

Sementara itu, PT Berkah Karya Bersama kemarin akhirnya melayangkan laporan secara resmi ke KY atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim MA terkait putusan PK sengketa kepemilikan saham TPI. Laporan dengan nomor 1539/XI/2014/P didaftarkan langsung Direktur PT Berkah Karya Bersama.

Direktur PT Berkah Karya Bersama Andrew D Siampa menyatakan, laporan ini didasarkan proses penyelesaian di MA yang dilihat sangat janggal. Saat perkara tersebut diperiksa hingga diputuskan MA, proses penyelesaian di BANI masih berlangsung sesuai klausul perjanjian.

“Tapi, kok kenapa diputus MA. Itu yang mau kita lihat ada pelanggaran kode etik atau tidak,” ucap Andrew seusai mendaftarkan laporannya di Gedung KY Jakarta kemarin. Untuk itu, perlu langkah jelas secara resmi dan formal agar KY bisa menindaklanjuti dugaan pelanggaran etik sesuai kewenangannya. Pihaknya pun masih akan terus berkonsultasi dengan KY guna melengkapi apa saja yang dibutuhkan dalam laporan. PT Berkah melaporkan ketua majelis PK, M Saleh, dan dua anggota hakim yakni Hamdi dan Abdul Manan.

KY Sudah Terjunkan Tim Investigasi

Menanggapi laporan PT Berkah Karya Bersama, Komisioner KY Bidang Hubungan Antarlembaga Imam Anshori Saleh memastikan pihaknya akan langsung menindaklanjuti. Namun, dia menggarisbawahi cepatnya penelusuran yang akan dilakukan KY bergantung juga pada kelengkapan dokumen dan bukti kuat yang diajukan.

“Baru setelah lengkap ada tim ahli dari KY yang akan menganotasi atau mengkaji apakah yang dilaporkan benarbenar terdapat pelanggaran kode etik,” ungkap Imam di Jakarta kemarin. Menurut dia, pemanggilan harus berdasarkan hasil anotasi apakah ada indikasi pelanggaran etik yang kuat atau tidak.

Jika ada, KY akan melakukan klarifikasi terhadap hakim terlapor melalui surat atau pemanggilan langsung maupun mendatangi Gedung MA. “Hasil dari penelusuran itu baru masuk ke pleno untuk memutuskan apakah ada pelanggaran atau tidak. Kita sih berharap hasil akhir sekitar 90 hari, bergantung kecepatan pelapor dan saksi-saksi yang diperiksa,” lanjutnya.

Dia berjanji KY akan bersikap teliti dan profesional dalam mengusut dugaan kejanggalan putusan PK TPI. Jauh sebelum ini pihaknya sudah menerjunkan tim biro investigasi untuk mengumpulkan dan menelusuri data-data yang dibutuhkan KY. Data investigasi KY dengan dokumen laporan PT Berkah Karya Bersama bisa dijadikan satu untuk menguatkan ada indikasi pelanggaran.

Dengan begitu, KY bisa memperdalam dan memanggil hakim terlapor dari penelusuran data dan investigasi berdasarkan hasil tim serta laporan yang masuk. Ketika ditanya mengenai sanksi yang akan dijatuhkan, dia hanya mengatakan, KY bisa menjatuhkan sanksi sesuai hasil temuan. Namun, untuk sanksi pemberhentian, KY harus duduk bersama MA membentuk Majelis Kehormatan Hakim (MKH).

Dalam MKH akan diputuskan apakah diberhentikan atau tidak. Kendati demikian, Imam menegaskan, pihaknya hanya berwenang untuk menangani pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Jika dalam penelusuran KY ditemukan indikasi pidana, pihaknya akan menyerahkan bukti pidana ke pihak yang berwenang.

“Kalau sisi etika, KY punya kewenangan. Kalau pidana, bisa kita lanjutkan ke kepolisian atau KPK,” tutupnya. Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Erman Suparman menegaskan, hakimpengadilan negeri/umum dilarang mengadili segala perkara yang menyertakan klausul arbitrase untuk alasan apa pun.

“Sebenarnya kalau boleh dikatakan tidak patut, ya melanggar kode etik karena ada irisan,” lanjut Erman. Penjelasan Erman ini seolah menjadi jawaban atas sikap MA yang tentu tidak ingin terdampak akibat perilaku hakim M Saleh dkk. Selain mengabaikan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase, hakim M Saleh dkk juga mengabaikan petunjuk kewenangan yang sudah disepakati dalam Rakernas MA di Bali pada 2005.

Keadaan ini semakin pelik setelah berkembang kabar tidak sedap ada dugaan suap Rp50 miliar dalam perkara ini. Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali dan Ketua Majelis Hakim M Saleh menolak menjawab pertanyaan terkait dugaan suap Rp50 miliar atas PK kasus TPI. Aksi penolakan dilakukan saat rombongan hakim MA tersebut berada di hotel kawasan Bukittinggi.

Hatta Ali mengatakan, pertanyaan media mengenai kasus TPI dapat diajukan kehumas MA. Hanya, pada kesempatan lain, dia mempersilakan KY mengusut jika ada dugaan pelanggaran kode etik. “Kalau pelanggaran kode etik, silakan. Tapi, sepanjang itu menyangkut masalah teknis, itutidakadakewenangan lembaga lain untuk melakukan pemeriksaan,” ungkap Hatta Ali.

Sementara itu, M Saleh memilih menghindari media yang ingin mewawancarainya. Dia pun dijaga ketat oleh orang berpakaian preman dan berusaha menghalangi wartawan untuk mendekatinya. Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Ridwan Mansur mengatakan, jika ada pihak yang tidak puas dengan putusan, boleh mengajukan ke KY seperti yang dilakukan pihak lain.

“Silakan dilaporkan. Namanya putusan, kan tidak semua orang puas. Sampai saat ini tidak ada jadwal diperiksa oleh Komisi Yudisial. Demikian juga kalau ada laporan (korupsi) ke KPK kan begitu prosedurnya,” ucap Ridwan kepada wartawan.

Nurul adriyana/Dita angga/Okezone/Sindonews
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6158 seconds (0.1#10.140)