Transformasi Tempat Tinggal
A
A
A
Dari waktu ke waktu pilihan masyarakat akan tempat tinggal mengalami transformasi. Yang mulanya berminat tinggal di perumahan, beralih memilih hunian vertikal.
Terdapat dua hal yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu semakin tak terjangkaunya harga rumah di kota-kota besar, serta akibat pengaruh gengsi yang tinggi. Beberapa kota besar seperti Surabaya, Medan, Yogyakarta, dan Makassar terus menjadi incaran sejumlah pengembang.
Permintaan yang tinggi terhadap hunian vertikal di sejumlah kota ini mengakibatkan semakin banyak pembangunan apartemen mewah. Uniknya, beberapa hunian telah ludes dipesan padahal baru setahun dipasarkan. Pengembang yang menikmati geliat konsumen hunian vertikal adalah anak perusahaan PT Pembangunan Perusahaan (PT PP) Tbk. Dengan menggarap pasar apartemen di Surabaya, perusahaan ini berhasil memanfaatkan peluang bisnis yang tak main-main.
Apartemen Pavilion Permata Tower 1 dan 2 di kawasan Mayjen Sungkono, Surabaya Barat yang dikembangkan PT PP diminati pelanggan. “Bahkan, apartemen Pavilion Permata Tower 1 sudah habis dipesan tahun lalu,” kata Direktur Operasi PT PP Properti Galih Saksono, melalui keterangan persnya. Menurut dia, Surabaya memiliki prospek investasi properti yang bagus untuk sektor hunian vertikal.
Terbukti, hanya dengan promosi yang tidak lama pasokan yang terdapat pada Pavilion Permata Tower 1 ludes dipesan. “Pastinya kami mengundang para konsumen yang ingin memiliki produk-produk hunian kami. Kami juga sudah siapkan kejutan bagi calon konsumen Pavilion Permata Tower 2, tentunya kejutan ini sangat menyenangkan,” kata Galih. Surabaya sebagai salah satu kota bisnis di Indonesia mengalami problem perkotaan, khususnya keterbatasan lahan tempat tinggal.
Sehingga, hunian vertikal menjadi alternatif yang paling bisa dijangkau untuk pengusaha muda atau pasangan keluarga baru untuk memiliki tempat tinggal yang layak. Sebuah apartemen yang luasnya sekitar 20-25 meter persegi, baik di Surabaya, Medan, atau Makassar, harga yang ditetapkan pada umumnya berkisar antara Rp300-500 juta. Sejauh ini kebanyakan yang memesan apartemen di kota-kota besar ini masih berasal dari kalangan pengusaha. Mereka membeli hunian vertikal bukan sebagai tempat tinggal melainkan untuk investasi. Pernyataan tersebut diungkapkan pengamat properti Ali Tranghanda.
Dia menuturkan, memang harus diakui bahwa geliat permintaan hunian vertikal di sejumlah kota besar mulai meningkat. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang semakin positif dan munculnya kesadaran di sebagian besar orang untuk berinvestasi di sektor properti.
“Hanya, geliat permintaan apartemen di kota-kota besar itu bukan sebagai tempat tinggal, melainkan lebih pada investasi. Jadi, dapat dikatakan bahwa itu merupakan permintaan semu,” kata Ali kepada KORAN SINDO kemarin. Konsumen yang minat terhadap apartemen di kota-kota besar masih sangat segmented untuk tujuan investasi. Sebab, sebenarnya permintaan apartemen yang tinggi saat ini masih didominasi kota-kota di sekeliling Jakarta, seperti Cengkareng, Bogor, Depok, dan Bekasi.
“Permintaan juga banyak berdatangan dari kalangan ekspatriat,” tutur Ali. Kepala pemasaran PT Wika Realty Stevie Ramadhan mengatakan, beberapa kota besar seperti Bandung, Surabaya, dan Manado mengalami peningkatan permintaan.
Untuk sebuah apartemen dengan luas 22,50 semigross (studio) di Bandung harganya mencapai Rp500-an juta. Sementara, di Manado dengan luas 28,25 semigross harganya bisa Rp700-800 juta.
Nafi muthohirin
Terdapat dua hal yang menyebabkan hal ini terjadi, yaitu semakin tak terjangkaunya harga rumah di kota-kota besar, serta akibat pengaruh gengsi yang tinggi. Beberapa kota besar seperti Surabaya, Medan, Yogyakarta, dan Makassar terus menjadi incaran sejumlah pengembang.
Permintaan yang tinggi terhadap hunian vertikal di sejumlah kota ini mengakibatkan semakin banyak pembangunan apartemen mewah. Uniknya, beberapa hunian telah ludes dipesan padahal baru setahun dipasarkan. Pengembang yang menikmati geliat konsumen hunian vertikal adalah anak perusahaan PT Pembangunan Perusahaan (PT PP) Tbk. Dengan menggarap pasar apartemen di Surabaya, perusahaan ini berhasil memanfaatkan peluang bisnis yang tak main-main.
Apartemen Pavilion Permata Tower 1 dan 2 di kawasan Mayjen Sungkono, Surabaya Barat yang dikembangkan PT PP diminati pelanggan. “Bahkan, apartemen Pavilion Permata Tower 1 sudah habis dipesan tahun lalu,” kata Direktur Operasi PT PP Properti Galih Saksono, melalui keterangan persnya. Menurut dia, Surabaya memiliki prospek investasi properti yang bagus untuk sektor hunian vertikal.
Terbukti, hanya dengan promosi yang tidak lama pasokan yang terdapat pada Pavilion Permata Tower 1 ludes dipesan. “Pastinya kami mengundang para konsumen yang ingin memiliki produk-produk hunian kami. Kami juga sudah siapkan kejutan bagi calon konsumen Pavilion Permata Tower 2, tentunya kejutan ini sangat menyenangkan,” kata Galih. Surabaya sebagai salah satu kota bisnis di Indonesia mengalami problem perkotaan, khususnya keterbatasan lahan tempat tinggal.
Sehingga, hunian vertikal menjadi alternatif yang paling bisa dijangkau untuk pengusaha muda atau pasangan keluarga baru untuk memiliki tempat tinggal yang layak. Sebuah apartemen yang luasnya sekitar 20-25 meter persegi, baik di Surabaya, Medan, atau Makassar, harga yang ditetapkan pada umumnya berkisar antara Rp300-500 juta. Sejauh ini kebanyakan yang memesan apartemen di kota-kota besar ini masih berasal dari kalangan pengusaha. Mereka membeli hunian vertikal bukan sebagai tempat tinggal melainkan untuk investasi. Pernyataan tersebut diungkapkan pengamat properti Ali Tranghanda.
Dia menuturkan, memang harus diakui bahwa geliat permintaan hunian vertikal di sejumlah kota besar mulai meningkat. Hal ini seiring dengan pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang semakin positif dan munculnya kesadaran di sebagian besar orang untuk berinvestasi di sektor properti.
“Hanya, geliat permintaan apartemen di kota-kota besar itu bukan sebagai tempat tinggal, melainkan lebih pada investasi. Jadi, dapat dikatakan bahwa itu merupakan permintaan semu,” kata Ali kepada KORAN SINDO kemarin. Konsumen yang minat terhadap apartemen di kota-kota besar masih sangat segmented untuk tujuan investasi. Sebab, sebenarnya permintaan apartemen yang tinggi saat ini masih didominasi kota-kota di sekeliling Jakarta, seperti Cengkareng, Bogor, Depok, dan Bekasi.
“Permintaan juga banyak berdatangan dari kalangan ekspatriat,” tutur Ali. Kepala pemasaran PT Wika Realty Stevie Ramadhan mengatakan, beberapa kota besar seperti Bandung, Surabaya, dan Manado mengalami peningkatan permintaan.
Untuk sebuah apartemen dengan luas 22,50 semigross (studio) di Bandung harganya mencapai Rp500-an juta. Sementara, di Manado dengan luas 28,25 semigross harganya bisa Rp700-800 juta.
Nafi muthohirin
(ars)