Revisi UU MD3 Bisa Lemahkan DPR

Sabtu, 15 November 2014 - 12:52 WIB
Revisi UU MD3 Bisa Lemahkan DPR
Revisi UU MD3 Bisa Lemahkan DPR
A A A
JAKARTA - Permintaan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk mengubah Pasal 74 dan Pasal 98 UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) berpotensi melemahkan DPR. Untuk itu, Koalisi Merah Putih (KMP) melakukan kajian mendalam sebelum menyatakan sikapnya.

Hingga tadi malam, KMP belum memutuskan mengenai langkah yang akan diambil. KMP baru sebatas mengkaji plus minus jika kedua pasal tersebut diubah. Secara khusus elite KMP menggelar pertemuan tertutup di kediaman Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa di Jalan RS Fatmawati, Cilandak Barat, Jakarta, tadi malam.

Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Umum DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto, Ketua Umum PPP (versi Muktamar Jakarta) Djan Faridz, mantan Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta, Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, Sekjen Partai Golkar Idrus Marham, dan Ketua DPP PAN Zulkifli Hasan.

Turut hadir Ketua DPR Setya Novanto serta Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dan Fahri Hamzah. Aburizal Bakrie (Ical) yang juga Ketua Presidium KMP mengatakan pihaknya masih melihat materi yang akan direvisi di UU MD3 apakah akan mengebiri hak-hak DPR dalam rangka penggunaan hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.

“Kita lihat baik buruknya dari revisi UU MD3. Jadi apakah mengebiri (DPR) atau tidak, nanti kita lihat. Setelah itu baru kita mau ambil sikap,” katanya sebelum pertemuan. Aturan di UU MD3 yang ingin diubah KIH adalah Pasal 98 ayat 6, 7, dan 8 yang mengatur ketentuan tentang hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat di tingkat komisi.

Pasal tersebut mengatur kewajiban pemerintah menaati keputusan komisi DPR yang dapat berujung pada penggunaan hak DPR jika dilanggar. DPR juga bisa meminta sanksi administratif atas pejabat yang tak patuh. Adapun Pasal 74 mengatur mengenai penggunaan hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat DPR apabila pejabat negara mengabaikan rekomendasi Dewan.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengaku tidak mengerti mengapa KIH ingin melakukan perubahan terhadap pasal di UU MD3 itu. Padahal, pasal tersebut pada periode lalu telah diusulkan dan disetujui sembilan fraksi DPR, kecuali Fraksi Partai NasDem.

“Mungkin mereka berpikir kita akan mengganjal menteri dan Pak Jokowi. Tidak ada hubungannya dengan itu, ini soal kedisiplinan saja,” katanya. Fahri mengatakan KIH mengajukan pasal itu karena ingin tidak ada konsekuensi bagi pemerintah jika tidak menjalankan kesepakatan hasil rapat dengan komisi DPR.

“Kalau menteri tidak setuju maka kita rapat ulang, tapi kalau sudah setuju tidak dilaksanakan, ada konsekuensinya dong. Masa rapat DPR kaya rapat arisan,” katanya. Fahri menambahkan, jangan sampai upaya ini melemahkan fungsi pengawasan Dewan. “Kami menjalankan tuntutan rakyat, saat rapat menterinya bilang oke, lalu dituangkan dalam keputusan. Setelah dituangkan tidak dijalankan, masa kosongkosong aja,“ jelasnya.

Sementara itu, lobi lanjutan antara KMP dan KIH ini diprediksi berlangsung alot. Pasalnya, sejumlah fraksi di KMP menyatakan sulit mengabulkan usulan KIH tersebut. “Dari KMP memang banyak yang belum bisa menerima syarat tambahan dari KIH itu,” ujar Wakil Ketua DPR dari Fraksi Demokrat Agus Hermanto di Gedung DPR Senayan, Jakarta, kemarin.

Menurut Agus, KMP sudah menyampaikan pandangan ke KIH bahwa banyak kalangan menilai usulan tersebut akan mereduksi hak-hak Dewan. “Kita sudah sampaikan hak-hak Dewan seperti menyatakan pendapat, interpelasi, dan hak angket semua diatur dalam UUD 1945. Ini tidak mungkin direvisi,” ujarnya.

Karena itu, apa yang sudah tertulis dalam UUD 1945 tidak mungkin diganti begitu saja. Hal yang bisa diubah dan diganti adalah aturan DPR yang hanya khusus diatur pada UU MD3. Agus berharap proses kesepakatan damai kedua pihak bisa terwujud secepatnya. Poin kesepakatan diakuinya akan kembali dimatangkan dan diharapkan selesai pekan ini.

Dia juga berharap Senin (17/11) KIH sudah menyerahkan susunan nama anggotanya yang akan ditempatkan di alat kelengkapan Dewan (AKD) sehingga bisa disahkan di paripurna. Melalui paripurna pula akan dilakukan pengesahan Badan Legislatif (Baleg), program legislasi nasional (prolegnas) hingga pembahasan revisi UU MD3.

Sementara itu, Ketua DPR Setya Novanto mengatakan usulan perubahan dua pasal di UU MD3 itu baru muncul belakangan. Klausul itu baru diajukan Pramono Anung selaku juru bicara KIH setelah bertemu dengan pimpinan partai KIH di kediaman Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekarnoputri.

“Itu tidak ada dalam perundingan antara Pamono dengan kami sebelumnya. Itu baru pengajuan terakhir setelah Pramono bertemu dengan pimpinan partai dari KIH,” kata Setya di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, kemarin.

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Idil Akbar berpendapat, hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat merupakan hak konstitusional yang melekat pada anggota DPR sehingga menjadi pertanyaan besar jika tiba-tiba KIH ingin menghapus hak-hak tersebut.

“Apakah ini artinya KIH ingin presiden bisa melakukan apa saja tanpa perlu khawatir diawasi dan dinilai kinerjanya oleh parlemen?” ujar Idil kemarin. Menurutnya, jika perubahan itu dipaksakan, ada indikasi KIH ingin menjadikan otoritarianisme di pemerintahan dengan memangkas peran DPR dalam mengawasi pemerintah.

Menurut dia, jika presiden dan jajaran pemerintahan patuh terhadap konstitusi, tidak ada alasan bagi DPR untuk melakukan tindakan di luar batas seperti pemakzulan. Pengamat hukum tata negara dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf mengatakan, usulan KIH untuk mengubah Pasal 74 dan 98 UU MD3 terlalu tergesa-gesa.

Menurut dia, secara substansi pasal tersebut memang penting untuk dibahas, tapi sekarang bukan waktu yang tepat. “Ini diajukan di saat kesepakatan damai hampir ditandatangani. Pasti kontroversial dan menghambat upaya damai kedua kubu,” ujarnya kemarin.

Kiswondari/Sucipto/Sindonews
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7266 seconds (0.1#10.140)