Guru di Depok Keluhkan Kurikulum 2013
A
A
A
DEPOK - Sejumlah guru di Depok mengeluhkan sulitnya kurikulum 2013. Kurikulum baru tersebut mewajibkan guru dan siswa menguasai teknologi informasi. Padahal, tidak semua guru dan siswa menguasai bahkan memiliki perangkatnya.
Akibatnya, proses belajar kerap terhambat. Keluhan itu langsung disampaikan di depan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan ketika melakukan inspeksi mendadak di beberapa sekolah di Depok. Guru dan siswa yang tidak memiliki perangkat teknologi informasi juga hanya bisa belajar di sekolah. Jika sudah di luar sekolah, mereka kerap kesulitan belajar-mengajar.
”Otomatis pelaksanaan belajar-mengajar terpusat di sekolah,” kata Sari, guru bahasa Sunda di SMPN 1 Depok kemarin. Selain itu, dari segi materi, ada beberapa yang tumpang tindih. Misalnya, materi yang sudah diberikan di kelas VII diberikan kembali di kelas VIII. Bahasa daerah juga tidak ada dalam kurikulum 2013. Padahal, bahasa daerah dimasukkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
”Kalau dalam KTSP sebenarnya sudah bagus, di dalamnya ada mata pelajaran bahasa daerah. Sekarang bahasa daerah tidak dimasukkan di kurikulum 2013,” keluhnya. Guru bahasa Indonesia SMPN 1 Depok, Ayu, menyampaikan bahwa administrasi dan penilaian dalam kurikulum 2013 terlalu kompleks. Dalam satu pertemuan, mereka harus menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan setiap siswa.
”Tiga nilai itu dalam satu kali pertemuan harus diambil. Sedangkan, di kurikulum 2006 secara umum saja administrasinya, jadi lebih simpel,” akunya. Kepala Sekolah SMPN 1 Depok Ety Kuswandarini menilai keluhan para guru hanya karena mereka kurang terbiasa dengan kurikulum baru. Dia yakin nantinya mereka terbiasa.
”Hanya permulaan, nanti mereka akan terbiasa,” kata Ety. Anies Baswedan menuturkan, pihaknya sedang mengevaluasi kurikulum baru. Dia senang mendengar keluhan dari guru secara langsung sehingga bisa mengetahui detail permasalahan dan kendala yang dihadapi. ”Karena yang paling tahu kan bapak, ibu yang melaksanakan pendidikan. Saya datang hendak mendengar,” tandasnya.
R Ratna purnama
Akibatnya, proses belajar kerap terhambat. Keluhan itu langsung disampaikan di depan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan ketika melakukan inspeksi mendadak di beberapa sekolah di Depok. Guru dan siswa yang tidak memiliki perangkat teknologi informasi juga hanya bisa belajar di sekolah. Jika sudah di luar sekolah, mereka kerap kesulitan belajar-mengajar.
”Otomatis pelaksanaan belajar-mengajar terpusat di sekolah,” kata Sari, guru bahasa Sunda di SMPN 1 Depok kemarin. Selain itu, dari segi materi, ada beberapa yang tumpang tindih. Misalnya, materi yang sudah diberikan di kelas VII diberikan kembali di kelas VIII. Bahasa daerah juga tidak ada dalam kurikulum 2013. Padahal, bahasa daerah dimasukkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
”Kalau dalam KTSP sebenarnya sudah bagus, di dalamnya ada mata pelajaran bahasa daerah. Sekarang bahasa daerah tidak dimasukkan di kurikulum 2013,” keluhnya. Guru bahasa Indonesia SMPN 1 Depok, Ayu, menyampaikan bahwa administrasi dan penilaian dalam kurikulum 2013 terlalu kompleks. Dalam satu pertemuan, mereka harus menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan setiap siswa.
”Tiga nilai itu dalam satu kali pertemuan harus diambil. Sedangkan, di kurikulum 2006 secara umum saja administrasinya, jadi lebih simpel,” akunya. Kepala Sekolah SMPN 1 Depok Ety Kuswandarini menilai keluhan para guru hanya karena mereka kurang terbiasa dengan kurikulum baru. Dia yakin nantinya mereka terbiasa.
”Hanya permulaan, nanti mereka akan terbiasa,” kata Ety. Anies Baswedan menuturkan, pihaknya sedang mengevaluasi kurikulum baru. Dia senang mendengar keluhan dari guru secara langsung sehingga bisa mengetahui detail permasalahan dan kendala yang dihadapi. ”Karena yang paling tahu kan bapak, ibu yang melaksanakan pendidikan. Saya datang hendak mendengar,” tandasnya.
R Ratna purnama
(bbg)