Ibu-Ibu Muda India Jadi Tumbal Kebijakan Kontrol Pertumbuhan Penduduk

Jum'at, 14 November 2014 - 12:50 WIB
Ibu-Ibu Muda India Jadi Tumbal Kebijakan Kontrol Pertumbuhan Penduduk
Ibu-Ibu Muda India Jadi Tumbal Kebijakan Kontrol Pertumbuhan Penduduk
A A A
“Anak saya mulai muntah setelah kembali ke rumah. Dokter mengatakan muntahnya disebabkan panas. Dia lalu meminum obat untuk menghentikan muntahnya. Namun malah berakhir seperti ini,” lirih Meera, ibunda Neelu Bai, yang menjadi korban tewas program keluarga berencana (KB) India.

Bai, menjadi salah satu perempuan berusia di bawah 35 tahun yang menjalani sterilisasi. Dia memutuskan menjalani metode tersebut karena di usia mudanya sudah melahirkan empat orang anak. Namun, niat tersebut berubah menjadi bencana. Ibu muda 16 tahun tersebut pergi selamanya dan meninggalkan anakanaknya yang masih balita.

Bai menjadi satu dari 13 korban yang tewas akibat sterilisasi yang dilakukan pemerintah India pada pekan lalu. Metode kontrasepsi dengan sterilisasi adalah metode yang paling umum digunakan di India dan negara berkembang lainnya seperti Republik Dominika dan Puerto Rico.

Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sekitar 65% perempuan India berusia antara 15 dan 49 memilih sterilisasi sebagai metode kontrasepsi. Sementara di Republik Dominika, metode sterilisasi dilakukan oleh 47% perempuan di negara itu, sedangkan di Puerto Rico perempuan yang memiliki metode ini sebanyak 39%.

Sterilisasi selalu menjadi pilihan utama karena dianggap sangat aman dan jarang meninggalkan korban. Tragedi sterilisasi di Chhattisgarh, tempat pelaksanaan program KB India, pada akhirnya membuat geger dunia kedokteran. Dunia menyebutnya sebagai tragedi sterilisasi terbesar dalam sejarah.

Tragedi tersebut diyakini terjadi bukan karena metodenya, melainkan karena penanganan yang salah. Ketika melakukan pembedahan, para dokter diduga menggunakan obat-obatan yang telah terkontaminasi dan alat bedah yang sudah berkarat sehingga menimbulkan infeksi pada bagian-bagian yang dioperasi.

Kecelakaan itu pun membuat sterilisasi menjadi bumerang bagi pemerintah India, yang tengah gencar melakukan program ini. Malah, demi menyukseskannya, pemerintah India rela membayar para perempuan sebesar USD10–23 (antara Rp150.000–350.000) agar bersedia disterilisasi.

Menurut Human Rights Watch (HRW), pemerintah India juga memberikan mobil dan koin emas sebagai hadiah. Sementara itu, mereka yang menolak biasanya akan mendapat hukuman secara implisit berupa penolakan pekerjaan atau pelayanan dari pemerintah. Sejak itulah perempuan muda India berbondong-bondong minta disterilisasi.

Hasilnya selama 2011-2012 total 4,6 juta perempuan muda India berhasil disterilisasi. Namun, India tidak puas. Mereka menargetkan jumlah yang lebih besar agar pertumbuhan penduduk bisa ditekan. Inilah yang dituding menjadi sebab lalainya sang dokter bedah, RK Gupta, melakukan sterilisasi terhadap 83 perempuan di Chhattisgarh.

“Ini bukan salah saya. Administrasi menekan saya untuk memenuhi target. Operasi berjalan lancar, tapi masalahnya adalah dengan obat-obatan yang diberikan kepada para perempuan,” Ungkap Gupta dilansir Channelnewsasia. Pemerintah menyatakan Gupta sebagai dalang atas kasus ini.

Dia ditangkap di Distrik Baloda Bazar. Selain menangkap Gupta, pemerintah India juga telah menghentikan empat pejabat kesehatan dan memerintahkan penyelidikan atas tragedi itu. HRW pun membenarkan bahwa pemerintah India kerap menekan para dokter untuk mencapai target dalam melakukan sterilisasi.

Sayangnya tekanan tersebut tidak diimbangi dengan pengembangan tenaga medis dan sokongan obat serta alat yang sesuai standar. “Kualitas layanan sering dikorbankan karena target. Ini diperparah dengan minimnya pengetahuan perempuan tentang alat kontrasepsi yang justru berpotensi melahirkan komplikasi medis,” jelas peneliti senior HRW Aruna Kashyap

Rini agustina
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4047 seconds (0.1#10.140)